20

3K 229 26
                                    

Saga terdiam di depan ruang rawat intensif dengan tangan yang masih gemetar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saga terdiam di depan ruang rawat intensif dengan tangan yang masih gemetar. Ia menunduk bertumpu pada lututnya menahan isakan yang hendak kembali keluar. Saga masih termenung memikirkan segala hal yang baru saja menimpanya. Bayangan-bayangan kejadian tadi masih terus berputar di otaknya.

Flashback on.

Langkah kaki Saga melebar setelah turun dari mobilnya. Tak lupa tangannya membawa bungkusan brownies yang ia beli untuk adiknya. Entah mengapa rasa cemas sedikit mengganggunya saat ini. Sejenak ia terdiam mengambil napas panjang sebelum akhirnya mengetuk pintu kamar adiknya berkali-kali. Tak ada jawaban yang bisa memusnahkan perasaannya tak enaknya. Benar. Napas Saga tercekat saat pintu kamar Sean terbuka. Ia disuguhi Sean yang sudah meringkuk di lantai dengan obat yang berceceran di sekitarnya. Brownies di tangannya terjatuh begitu saja di depan pintu. Tanpa berpikir panjang ia berlari menghampiri adiknya.

"Sean? Sean bangun!" Paniknya saat mendapati Sean sudah memejamkan matanya dengan bibir pucat yang kotor oleh bekas noda merah yang ia yakini adalah darah. Tangan Saga tak berhenti menepuk-nepuk pipi adiknya yang terasa dingin.

Dengan sisa kewarasannya, Saga tergerak menghubungi bantuan ambulans karena napas Sean yang sudah tak terasa saat ia periksa. Panggilan tersambung, mendengar aba-aba dari petugas di seberang sana, tangan Saga bergerak meraba nadi Sean dengan tangan bergetar.

"Ada tapi lemah ..." Tanpa sadar air matanya mengalir begitu menjawab pertanyaan petugas di sana.

Jantungnya serasa merosot begitu mendengar perintah petugas medis dari sambungan teleponnya. Kembali ia lirik wajah pucat Sean yang sudah terbaring telentang di hadapannya.

"Tolong kerjasama sama abang ..." Lirihnya sembari memulai resutasi jantung paru ke dada adiknya. Saga pernah mempelajari tentang penyelamatan pertama, tapi tak pernah terlintas di pikirannya jika Sean lah orang pertama yang akan membutuhkan bantuannya.

"Bangun, bodoh!" Teriaknya melampiaskan ketakutan yang melandanya karena tak kunjung ada respon apapun dari si adik.

Tak lama, Saga mundur seiring kedatangan petugas medis dan pemilik kost. Tenaganya seolah raib hilang separuh nyawa. Kakinya kian melemas saat bapak pemilik kost menyangga bahunya. Isakannya kian pilu di saat tubuh si adik terhentak sebab sengatan kejutan listrik yang paramedis berikan. Petugas kembali memberi resutasi karena belum ada respon baik dari Sean. Saga memang membenci Sean, tapi siapa pula yang kuat menghadapi seseorang di ambang kematian? Terlebih ini adalah Sean, adiknya. Tuhan, jika ini adalah mimpi, Saga harap hari segera pagi. Mungkin ia pernah membayangkan kemungkinan-kemungkinan jika Sean tak pernah lahir atau memilih menyerah saat kecil, namun, kenyataan tak seindah yang ia bayangkan. Melihat adiknya berada di ambang kematian benar-benar membuatnya dilanda ketakutan.

"Saya ikut ..." Pintanya pada petugas medis yang hendak membawa adiknya ke dalam ambulans. Ia bisa sedikit tenang saat mendengar Sean berhasil melewati masa-masa menegangkan.

Blue || Hyunjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang