🤍2🤍

19 4 0
                                    

Mara, wanita cantik dengan dua lesung pipi itu sedang asyik menyapu teras rumah nya. Rumah sederhana yang sebelumnya ia tempati dengan sang ibunda.

Mara memperhatikan ada banyak sekali siswa dan siswi yang berlalu lalang di jalan raya, hari Senin pastilah hari yang sibuk bagi para pelajar tersebut.

Selesai dengan kegiatannya, Mara pun akan bersiap siap untuk berangkat bekerja. Ya, Mara harus sudah bekerja untuk memenuhi biaya kehidupan nya saat ini, wanita berusia 20 tahun itu tak dapat lagi melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Hidup dengan sang ibunda yang sudah lama sakit membuat Mara terbiasa bekerja dan melakukan aktivitas rumah sendiri, dan sekarang setelah ibundanya pergi, Mara hanya memiliki dirinya sendiri untuk bergantung, nenek dan kakek nya yang yang dulu sempat membantu kehidupan Mara pun kini sudah tiada.

Lalu kemana ayah Mara?, kenapa ayahnya tak membiayai kehidupan Mara dan sang ibunda?. Entahlah, Mara sendiri pun tak tahu keberadaan ayahnya. Setelah perceraian kedua orangtuanya, ayah dan saudaranya seolah hilang dari kehidupan Mara.

Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk Mara melupakan kejadian pahit itu, perceraian kedua orangtuanya memberikan luka yang teramat dalam. Lalu apakah Mara merindukan ayah dan saudaranya?, tentu saja iya!, bagaimana pun Mara juga memiliki ikatan yang kuat dengan sang saudara kembar nya itu.

Selesai bersiap Mara melanjutkan memakan sarapan pagi nya, jika tak sarapan pagi maka perut Mara pasti akan terasa perih nanti, yaa begitu lah resiko punya penyakit maag.

"Permisi...!"

Terdengar teriakan seseorang di depan rumah Mara, ia terpaksa menghentikan kegiatan nya untuk melihat tamu tersebut.

"Iya, sebentar" balas Mara.

Di sana, Mara melihat seseorang yang sudah lama sekali tak ia jumpai. Sosok pria yang membuat nya memendam rindu yang teramat dalam.

Mara terkejut, tubuhnya bergetar hebat saat melihat sang pemilik mata berwarna biru itu, "Ayah..." Lirihnya.

Pria tersebut tersenyum manis, mirip sekali dengan senyuman yang dimiliki oleh Mara.

"Sudah lama sekali ya Mara."

***

Kedatangan ayahnya yang tiba tiba terpaksa membuat Mara mengambil cuti bekerja, tak mungkin rasanya ia meninggalkan sang ayah seorang diri, lagipula Mara juga ingin melepas rindu dengan ayahnya.

"Maaf ya nak selama ini ayah tidak pernah mengunjungi kamu" ucap ayah Mara memulai perbincangan.

Mara hanya mengangguk saja, ia masih belum percaya jika pria ini benar benar datang melihat dirinya.

"Kamu...apa kabar Mara?"

"Mara baik kok yah, ayah sama kakak gimana keadaan nya selama ini?, kenapa gak pernah ngabarin Mara?" Tanya Mara.

Ayahnya mengusap airmata yang sudah menggenang di pelupuk mata Mara dengan pelan, ia paham sekali pasti putri kecilnya sudah lama menyimpan pertanyaan pertanyaan ini seorang diri.

"Ayah sama kakak kamu selalu baik kok Ra, bahkan kakak kamu lagi lanjutin kuliah nya di Harvard university, makanya dia gak bisa ikut ayah buat lihat kamu. Kamu jangan sedih ya nak, nanti pasti kita bakal kumpul bertiga lagi, ketemu sama keluarga ayah yang baru yang ada di Dubai," terang ayah Mara.

Mara terkejut, bola matanya meremang kala mendengar perkataan ayahnya. Jadi selam ini kehidupan ayah dan kakak nya baik baik saja, bahkan ayahnya juga sudah memulai keluarga yang baru di tempat lain. Dan kakaknya mendapatkan pendidikan yang layak di sana. Namun kenapa hanya Mara?, Mara dan ibu nya yang menderita.

"Lalu kenapa gak nyari Mara dari dulu, yah?" Gumam Mara. Ada sedikit rasa kecewa saat mengetahui bahwa ia tak terlalu di pikirkan oleh ayahnya.

"Gak nak, ayah udah nyari kamu kemana aja, tapi kamu gak bisa ayah temuin, kamu dan ibu mu seolah menghindar dari jangkauan ayah, dan baru beberapa bulan yang lalu saat ibumu sakit ia menelpon ayah, percayalah sayang, ayah bahkan masih memakai nomer yang lama agar kamu bisa menghubungi ayah" terang ayah Mara.

Jadi selama ini ia berpindah pindah dengan ibunda agar ayahnya tak bisa mengetahui keberadaan nya, tapi mengapa?, mengapa ibunya melakukan hal tersebut?, kenapa harus memisahkan Mara dengan sang Ayah.

"Berarti ayah tau dua bulan yang lalu ibu udah meninggal?, lalu kenapa ayah gak datang yah!?, kenapa gak ada saat Mara melalui semua ini sendiri!, kenapa baru sekarang liat Mara yah... kenapa...??" Ruang Mara.

Hatinya perih, ia pikir tak ada siapapun yang peduli terhadap nya, kenapa ia harus sendiri menghadapi kenyataan pahit itu?, perasaan kecewa sekarang lebih mendominasi akal sehat Mara, ia bukan tak senang ayahnya baik baik saja, Mara malah bersyukur jika ayahnya sudah bahagia sekarang. Namun rasanya kenapa hanya Mara yang tak mendapatkan kebahagiaan?, hubungan ia dengan sang ibunda pun tak bisa di katakan baik, ibunya selalu saja membentak bahkan menyalahkan Mara dengan kondisi nya saat itu.

"Kenapa harus kamu yang bersama saya Mara!, kenapa gak kakak kamu aja!, kamu cuma pembawa sial buat bunda, kenapa Mara? Huhuhu..."

Perkataan bundanya kembali terngiang di benak Mara, salahkah Mara yang sudah terlahir ke dunia?, kenapa bundanya tak menginginkan keberadaan Mara?, kenapa semua orang hanya menginginkan kakak nya?, memangnya apa kekurangan Mara, Mara bahkan tak pernah berkeluh kesah pada bunda nya, apa yang perlu Mara perbaiki agar lebih di cintai.

Airmata nya mengalir dengan deras, seolah tak pernah habis untuk keluar, padahal Mara sudah lelah menangis tapi kenapa hatinya tak pernah berhenti di buat luka.

"Maafin ayah nak....maaf...,tapi ini juga salah nya bunda kamu Mara" Lirih ayahnya Mara.

Mara tak habis pikir, jadi sekarang keadaan ia saat ini adalah salah orang yang sudah tiada itu?, kenapa ayahnya menyalahkan bundanya juga?, bukankah sebenarnya ini adalah kesalahan mereka berdua.

"Dan juga sebenarnya kedatangan ayah saat ini adalah karena permintaan almarhum nenek dan kakek kamu dulu."

Mara menatap ayahnya dengan gamang, kejutan apalagi yang akan ia terima kali ini .

"Mara, ayah punya wasiat yang perlu ayah sampaikan sama kamu..."

***

Seeyou di nexchapter 👇

Missing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang