BAB 5 : SANG PENOLONG

26 5 1
                                    

Eeeeh... Sudah bab 5 nih 😁
Semoga tetap bisa menghibur kakak kakak semua yah 🙌
yuk bisa yuk, FOLLOW dulu yah 🙏🙏


*****


KARYA : SWARADTRI

Tubuh Astara masih saja gemetaran saat kakinya mulai menapak di atas lantai kayu, sambil menggenggam Galah erat-erat yang sudah tak memancarkan cahaya kebiruannya.

Dengan wajah yang sedikit geregetan Raen mulai menceramahi anak itu "Dasar bocah lemah, apa kamu tak punya keberanian sedikitpun dalam tubuh itu?".

"Maa ... Maaf ... Tapi aku tak pernah melihat makhluk seperti itu, sangat mengerikan" jelas Astara dengan bergidik.

"Mungkin makhluk itu akan lebih sering menjumpai mu daripada segelas susu hangat di malam hari" ucap Raen dengan nada tinggi yang ditahan.

Saat ini suasana ruang tengah sudah kembali sunyi, Ibu Iani dan Pak Sudia keluar dari kamar tidurnya dengan tergopoh gopoh, sepertinya mereka mendengar kegaduhan yang baru saja terjadi.

"Apa yang sedang kamu lakukan selarut ini?" Tanya Pak Sudia sembari berjalan mendekati anaknya.

"Haaaah... Eee... Ituu..." Astara menoleh kekanan dan kekiri untuk mencari seorang gadis yang bersamanya tadi namun ia tak dapat menemukannya dimanapun, dia sudah lenyap bak ditelan bumi, meninggalnya sendirian di ruang tengah yang gelap. Tentu saja anak itu heran dengan yang baru saja terjadi.

"Apakah yang tadi itu hanya mimpi?" Umpatnya dalam hati.

Beberapa teguk air dari dalam kendi tanah liat membuat tubuhnya kembali segar, dengan masih kebingungan dengan hal yang baru saja terjadi, ia berjalan menuju kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada kedua orang tuanya.

Sudah 2 hari semenjak kemunculan makhluk mengerikan itu, namun tetap saja kekhawatiran masih terus mengganggu pikirannya. Membayang bayangi bocah desa itu dan membuatnya dalam perasaan ketakutan. Semenjak itu pula Astara tak pernah menyentuh dan mendengar suara dari Galah apalagi gadis misterius yang bernama Raen.

Sore itu Astara lebih memilih menghabiskan waktunya duduk termenung di depan jendela kamarnya sendirian, bocah desa itu lebih banyak berdiam diri tak seperti biasanya. Ibu Iani yang melihat hal tersebut mulai merasakan ada yang tak biasa dari anak laki-lakinya itu. Segala cara ia lakukan untuk mengembalikan keceriaan anaknya semata wayangnya itu, namun semua hanya ditanggapi Astara biasa saja. Keesokan harinya seusai bekerja di sawah, Pak Sudia berencana mengajak Astara untuk memancing di sebuah danau yang terletak di kaki bukit, karena lokasinya yang cukup jauh dari rumah, Pak Sudia berharap dapat menghilangkan kegelisahan anaknya dengan menghabiskan waktu bersama Astara sambil berjalan-jalan menikmati keindahan alam pegunungan. Bocah itu pun segera mengiyakan ajakan dari ayahnya karena menganggap hal tersebut dapat menghilangkan kegelisahannya akan kejadian malam itu.

Lokasi danau yang mereka tuju melewati lembah dan hutan, menyebrangi sungai dan padang rumput luas, dengan berjalan kaki sambil membawa perbekalan mereka bergerak beriringan hingga akhirnya mereka pun sampai di danau yang dimaksud yaitu danau Muratnes, danau yang begitu luas dan berair jernih, pohon bakau mendominasi pinggiran danau, airnya segar dengan gelobang yang tenang dan juga pinggiran danau yang landai, sungguh danau yang indah. Mereka berdua menaikkan semua peralatan beserta perbekalan ke dalam perahu kecil yang terbuat dari kayu sederhana.

"Masuklah lebih dulu keatas prahu, ayah akan mendorongnya" Ucap Pak Sudia kepada anaknya.

Sambil menaiki perahu yang setengahnya belum mengapung, Astara menjawab apa yang diperintahkan oleh ayahnya "Oke, baiklah"

ASTARA DAN BUKU CATATAN PENDAHULUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang