Taruhan

79 47 25
                                    

Aku baru bangun tidur ketika ponselku terus berdering. Jadi, aku pun membukanya dan melihat ada banyak pesan di grup kelas. Kedua bola mataku langsung melebar ketika melihat isi pesannya.

X IPS 5 (tanpa guru)

Kania
@you hari ini kamu jagain mama mu di rs ya?
Coba cek ugd. Ktnya Satya masuk ugd, dia td kecelakaan pas mau brgkt sekolah.

Orin
@you

Laura
@you nnti tolong kabarin anak-anak kelas gimana keadaan Satya skrg.

"Hah? Satya masuk rumah sakit?! What the hell!"

Mama dan Papa sontak menoleh ke arahku. Keduanya saling menatap dengan dahi berkerut.

"Satya kenapa, Len?" tanya Mama penasaran.

"Ini, Ma. Kata anak-anak, Satya kecelakaan pas mau berangkat sekolah, dan sekarang dia di UGD," jawabku. "Lena mau ke UGD dulu, yaa. Nemuin Satya."

"Satya siapa? Temen kamu?" Kali ini Papa yang bertanya.

Aku mengangguk cepat dan memakai jaketku. "Pa, Lena mau nemuin Satya sebentar, tolong jaga Mama, ya. Thanks!"

Tanpa banyak bicara lagi, aku langsung berlari menuju ke UGD dengan perasaan cemas yang memenuhi diriku. Kakiku terasa berat, membayangkan Satya sedang terbaring kesakitan di UGD membuatku gila.

Aku berlari secepat yang aku bisa, mengabaikan tatapan heran orang-orang yang kulewati. Beruntung, ini masih pagi, jadi rumah sakit belum terlalu ramai.

"Holy shit! UGD di mana?" Aku kebingungan di antara tiga lorong. Aku tidak paham dengan tata letak ruangan di rumah sakit ini, dan sialnya tidak ada petugas yang berjaga.

Beruntungnya, ketika menengok ke samping koridor, aku melihat denah lokasi. Jadi aku mengikuti denah tersebut dan berhasil sampai ke UGD.

Di sana, aku melihat banyak pasien yang memenuhi UGD. Astaga, bahkan ini masih pagi, tapi UGD sudah sangat ramai.

Aku menyusuri ruangan dan mencari di mana Satya. Pencarianku berhenti di sebuah bilik yang belum tertutup tirai, di sana aku melihat Satya sedang terbaring di brankar sembari menutupi wajahnya dengan lengan. Kakiku melangkah begitu saja menuju ke arahnya.

"Satya," panggilku dengan suara bergetar. Satya menyingkirkan lengannya dan tampak terkejut melihat kedatanganku.

"Sel? Kamu ngapain di sini?" Wajahnya masih saja tengil meskipun lututnya tergores cukup dalam. Itu membuatku tersenyum sambil menangis. Meskipun begitu, aku harus menahannya, atau Satya akan menertawakanku.

"Hadeehh, bocah kampret ini. Kamu lagi ngapain sampe bisa kecelakaan gini?" tanyaku.

Satya mendengus kesal dan menatap sinis ke arah angin. "Gatau tuh, ada orang yang suka aku kali, makanya sampe nabrak-nabrak."

"Bjir, pede-nya masih belum ilang rupanya," cibirku. "Loh, by the way, kamu sendirian?"

"Enggak, tadi Pak Arya di sini, tapi lagi nelfon orang tuaku," jawab Satya. Dia berdecak pelan, "Padahal mereka nggak akan dateng."

Aku mengernyit mendengar perkataannya. "Kenapa gitu?"

Satya tersenyum tengil. "Mau taruhan, nggak? Aku yakin, orang tuaku nggak dateng." Ekspresinya benar-benar menjengkelkan, tapi aku suka!

Tapi apa-apaan itu? Kenapa dia bertaruh seperti itu? Jika dia sampai bertaruh, itu pasti karena dia sangat yakin dengan perkataannya. Jika yang dia katakan memang benar, maka ... kasihan sekali Satya-ku.

Satya & Selena [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang