Dalam gelap ini dia meringkuk, menahan getaran tubuhnya yang tak kunjung henti sejak kemarin. Wajahnya lesih dengan mata yang terus melotot, rambut hitamnya pun perlahan memirau kehilangan pigmen sedikit demi sedikit.
"Tempat ini terkutuk, seharusnya kita tidak ke sini, tempat ini terkutuk, seharusnya kita--" Hal itu terus digumamkannya sejak kemarin, ketika peristiwa naas itu menimpa mereka.
Ekspedisi Ngarai Dunia, begitulah sebutannya. Akibat gempa dahsyat tiga bulan lalu, sebuah ngarai raksasa membelah di antara China dan dataran Rusia. Orang-orang menyebutnya sebagai Ngarai Dunia karena besarnya celah yang terbentuk dan dalamnya dasar ngarai tersebut seakan membelah bumi ini menjadi dua bagian.
Sebagian orang setempat memercayai bahwa ngarai itu merupakan tempat bersemayamnya iblis jahat yang telah disegel oleh leluhur mereka. Mereka juga sudah melarang siapa pun untuk memasukinya. Namun, siapa yang akan peduli akan hal itu jika di bawah ngarai sana ditemukan reaksi energi dalam jumlah besar?
Walau telah diperingati oleh para oposan, mereka--para peneliti--tetap saja dengan arogannya mengadakan ekspedisi ini. Akibat yang mesti mereka tuai adalah tubuh-tubuh yang terbaring di samping Pria itu. Semua terkulai lemas dengan wajah lesi bercoret darah, organ mereka pun tidaklah lagi lengkap. Semua membusuk menyisakan bau anyir di udara.
Semestinya kini para ilmuan itu sudah tau, bahwa tempat nun jauh di dalam bumi ini tidaklah aman bagi manusia.
"Oi, ada orang di sana?" Suara asing menggema pada dinding-dinding ngarai. Setitik cahaya di tengah gelapnya ngarai ini berhasil mengenai wajah Pria itu, menyadarkannya dari trauma dan berusaha untuk bangkit.
Tidak beruntung memang, tubuhnya mendadak terkulai lemas dan tak sanggup untuk bangkit. Dalam kondisi atkasianya, dia mencoba membuka mulutnya lebih lebar, menghirup dalam-dalam udara yang meski sudah tercemar, dan kemudian berteriak, "Aku di sini!"
Harapan Pria itu hanyalah dinding-dinding ngarai yang bisa memantulkan suaranya agar bergema. Jika suaranya tidak mampu mencapai regu penyelamat itu, tamatlah sudah dirinya.
"Tunggu di sana! Kami akan segera menghampirimu!" suara itu membalas, dan derap kaki pun ikut menggema setelahnya.
"Tu-tunggu dulu! Matikan lampunya!" Pria itu berteriak dengan histeris.
"Eh? Tenang saja, kami akan segera menghampirimu!" Cahaya itu kian bertambah besar dan bertambah terang, tapi Pria yang meringkuk itu justru tambah ketakutan dan menjerit kencang. Dia justru lebih memilih merangkakaki tanah yang becek akibat cucuran darah untuk menjauhi cahaya itu.
"AAAAGGGGHHHH!!!" Pria itu berteriak kencang ketika cahaya dari lampu petromaks memandikan tubuhnya.
"Tenanglah, kau sudah aman, kami akan segera membawamu keluar dari sini." Sambil berbicara, regu penyelamat itu mengawasi tumpukan tubuh yang sudah tak bernyawa di sekitar. "Apa yang terjadi di sini?" gumam mereka pelan sambil menahan bau anyir dari mayat.
"Sudah kubilang matikan lampunya!!!" Pria itu membentak kencang, tubuhnya bergetar kuat dalam ringkukan. Perhatian semua regu penyelamat tertuju pada Pria itu. Tubuhnya bergetar hebat meski sudah didekapnya erat agar tidak bergetar. "Oh tidak, dia sudah datang, aaaah ...."
Meski tidak mengerti kondisi saat ini, regu penyelamat itu segera bersiaga dan mengawas dengan intai ke setiap sudut. Tidak ditemukan keanehan apa pun di sekitar mereka, hanya gumaman nyaring dari Pria di belakang tubuh mereka yang menggema.
Semuanya tetap tenang dan bersiaga sambil menerangi daerah sekitar dengan senter dan lampu petromaks. Tiba-tiba formasi mereka buyar ketika sebuah tangan menembus jantung pemimpin regu mereka. Tubuh yang kehilangan jantung pun roboh dan menunjukkan sosok Pria itu di baliknya.
Matanya memutih dengan tubuh lunglai, bagai raga yang telah kehilangan atmanya. Siluet hitam menyerupai iblis terus-terusan menyelap ke dalam raga kosong itu. Seringaian keji ditampakkan wajahnya. Dalam waktu singkat ngarai gelap itu dipenuhi teriakan teror dan kondisi kembali menjadi gelap total.
ooOOoo
"Tempat ini terkutuk, seharusnya kita tidak ke sini, tempat ini terkutuk, seharusnya kita--" Pria itu masih menggumamkan hal yang sama selama beberapa hari ini. Tubuh-tubuh yang terbengkalai di sekitarnya pun kian hari kian bertambah.
"Oi, ada orang di sana?" Suara lantang kembali menggema di ngarai gelap itu untuk kesekian kalinya. Hanya seringaian lebar yang ditunjukkan Pria itu untuk menjawab teriakan barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Down
ContoNun jauh di dalam bumi, bahaya menanti Nun jauh di dalam bumi, kegelapan menyelapi Nun jauh di dalam bumi, siapa gerangan menanti?