Rembulan Senja

3 0 0
                                    

Hujan deras yang mengguyur Dramaga di kala senja, sejuknya. Alif termenung dalam lamunan yang dalam tentang perasaan yang terpendam, kini mencuat.

Dia mengira semua yang terjadi sejak kejadian pintu dan Rana akan menguap dengan cepat, akan tetapi sejauh ini justru menyerap dan memakan perlahan hati dan perhatian Alif.

"Lif, kamu kenapa kok bengong begitu ?", tanya Ucok heran. 

Alif masih terdiam, tidak menjawab, berpikir keras.

"Apa aku main hati ya, Cok ?"

"Sama Rana ?"

"Loh kok tau kamu, Cok ?"

Ucok tertawa terbahak - bahak melihat ekspresi Alif. Bagaimana tidak, sikap dan perlakuan Alif kepada Rana memang bukanlah selaiknya seorang teman, sedikit, tidak, terlalu berlebihan.

"Belum pernah pacaran kamu, Lif ?"

Alif menggelengkan kepalanya perlahan.

"Besar di goa ya kamu, Lif ?", ucap Ucok, lalu tertawa lagi.

Apa itu pacaran ? Alif dibesarkan di tengah keluarga yang agamis. Peraturan di keluarganya mungkin lebih ketat dari peraturan di keluarga lain untuk anak seumurannya. Alif sejak kecil sudah terbiasa untuk disetir, diarahkan oleh ayahnya.

Pacaran adalah hal yang sangat dilarang di keluarganya. Kedua kakak perempuannya bahkan menikah tanpa melalui proses pacaran terlebih dahulu, yah, tepatnya melalui jalur perjodohan orang tua.

"Cok, kayaknya ada yang harus aku omongin sama Rana."

"Yaudah sana, kamu kan tau dimana kosnya, atau enggak kamu chat aja dia untuk ketemuan dimana gitu."

"Oke."

*****************

Diseruputnya es teh manis itu, segar. Tapi tidak dengan isi kepala Alif yang buntu, memanas, tidak paham lagi harus mulai berbicara dari mana. Alif hanya ingin tau sudah sejauh mana perasaannya.

"Lif, kenapa kok tumben ?", tanya Rana penasaran.

Alif terpana menatap Rana, lidahnya kelu. Suaranya membisu.

"Alif ...", Rana mulai curiga. "Kamu main hati kah ?"

anjir ! Alif semakin gugup karena langkahnya terbaca, ketebak.

Rana lepas, tertawa sejadi - jadinya melihat ketidakberdayaan Alif. Mentari perlahan tenggelam di ufuk barat, senja tlah tiba dan magic hour kekuningan emas menjadi saksi kebisuan Alif.

"Alif, berteman itu paling aman", ucap Rana pelan. "Kalau pacaran, terus berantem, terus putus, akhirnya jadi asing."

Alif menyimak, sekelumit rasa kecewa mulai mendera hatinya. Jawaban yang diterima memperjelas rasa penasarannya, yah meskipun sebenarnya pertanyaan Alif belum tersampaikan juga.

Rana melanjutkan, "Jadi teman selamanya saja ya, Lif."

Alif terdiam, berusaha tersenyum, padahal belum nembak, ditolak.

"Lif, bulannya purnama", Rana terlihat sumringah mengatakannya sambil menunjukkan jarinya ke langit senja dimana bulan berwarna putih samar itu mulai nampak. "Aku suka banget bulan purnama di jam segini. Dulu waktu kecil ayah sering ajak aku ke bukit bintang di Jogja hampir setiap sore untuk melihat langit senja."

"Hampir setiap sore ?", tanya Alif memastikan.

Rana mengalihkan pandangannya ke Alif, "Iya, hampir setiap sore. Ohya rumahku itu dekat sama bukit bintang. Jalan kaki cuma sekitar sepuluh menit."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mentari Untuk RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang