Anyyeong Haseo.
Akhirnya, panas yang tak berkesudahan mulai mereda. Cuaca panas yang lembap telah berganti menjadi angin sejuk dan menyegarkan.
Hari ini, aku akan membalas sebuah penelitian yang menarik. Seorang psikolog di amerika melakukan penelitian. Dikumpulkan 48 orang pria dan wanita yang belum pernah bertemu ke satu kelompok. Dia berikan ...
"Aishh! Aku ngantuk sekali, tapi disuruh membuang sampah?!" Ujar MC kita, yakni Baek [Name] yang kini memegang plastik sampah. Suhyeok yang memegang plastik itu di sisi lain hanya terkekeh, "Kau akan menggerutu pada Namra lagi pasti."
"Yak, kau mengatakan itu seolah membuatku terlihat seperti orang jahat."
"Bukan, bukan itu maksudku. Maksudku kamu pasti akan mengadu."Di depan mereka, ada Gyeongsu yang memegang tong sampah dan Cheongsan yang memegang plastik sampah lainnya, "Yak, perhatikan, kita kalah lagi. Kau seharusnya mengoper dengan benar." Protes Gyeongsu, Cheongsan yang diam pun tiba-tiba disundul oleh Gyeongsu.
Suhyeok melihat itu tertawa, lalu mengambil plastik sampah yang dijatuhkan oleh Cheongsan dan menaruhnya di tempat pembuangan sampah. Entah apa yang mereka lakukan, tapi [Name] sudah pergi duluan, disusul oleh Suhyeok.
"Yak, kalian mau ke mana? Tunggu aku!" Seru Gyeongsu yang ditinggal oleh Cheongsan yang telah menyusul Suhyeok.
[Name] menghampiri wastafel di lapangan, mencuci tangannya, diikuti oleh ketiga laki-laki di belakangnya. Yah, meski Cheongsan dan Gyeongsu masih saja bercanda.
Setelah selesai, keempat orang itu berjalan sembari mengobrol, menaiki tangga menuju kelas untuk mengambil tas dan pulang. [Name] yang sudah mengantuk, jalannya menjadi lambat. Terkadang Suhyeok di depannya menunggu gadis itu naik tangga.
Sepulang sekolah, [Name] berjalan dengan Namra. "Yak, apa kau mendengarnya? Rumor bahwa Pak Lee baunya seperti mayat busuk?"
Namra dengan side eye-nya menanggapi, "Yang menyebarkan rumor itu Nayeon, bukan?"
[Name] yang jalannya seperti orang mabuk karena mengantuk, itu kembali tegap, "Hey, ini sungguhan. Dia tak masuk beberapa hari setelah putranya hilang."
"Bagaimana kita tahu kalau itu bau mayat busuk?" Tanya Namra, namun matanya tetap fokus pada buku yang dipegangnya. "Mwo, aku juga tak tahu. Tapi ingat tidak, kelas sains pekan lalu?"
"Ne. Mungkin dia sedang ada urusan."
"Padahal beliau tidak pernah begitu."Hening sementara, karena Namra masih fokus pada bukunya. [Name] melihat itu pusing sendiri. Sahabatnya itu juga memakai Airpod, namun masih tetap menjawab ocehannya.
Terkadang, [Name] heran kenapa ia bisa senempel itu dengan Namra, dan alasannya simpel. Karena dia selalu menanggapi ocehannya, bahkan disaat belajar. Semakin lama, tentu [Name] semakin nyaman.
"Apa kau tak lelah belajar terus?" Tanya [Name], mengikat jaketnya di pinggang. Namra menoleh sekilas, "Tidak. Lagian kamu juga harus banyak belajar, [Name]. Nilai sejarahmu turun."
[Name] terjengit, "Bagaimana kamu tahu?!" Tanyanya, terdiam di tempat. Namra masih terus berjalan, "Ibumu memberi tahuku. Memintaku mengajarimu." [Name] mendengar itu hanya cemberut, lalu kembali mengikuti Namra.
╾╼
Keesokan paginya, bel rumah [Name] berbunyi.
"Dengar itu?! Itu pasti Namra, cepatlah makan, kau pasti begadang lagi semalam." Oceh Ibu [Name], mengurus anaknya yang sarapan, namun masih mengantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐏𝐈𝐃𝐄𝐌𝐈𝐂 | 𝗔𝗹𝗹 𝗢𝗳 𝗨𝘀 𝗔𝗿𝗲 𝗗𝗲𝗮𝗱
Fanfiction𝐁𝐨𝐨𝐤 𝐈𝐈 : 𝐄𝐏𝐈𝐃𝐄𝐌𝐈𝐂 "𝑨𝒍𝒍 𝑶𝒇 𝑼𝒔 𝑨𝒓𝒆 𝑫𝒆𝒂𝒅 𝒘𝒊𝒕𝒉 𝑹𝒆𝒂𝒅𝒆𝒓„ "𝘚𝘢𝘪𝘯𝘴 𝘥𝘪𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘵𝘢𝘩𝘶, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳𝘪." - 𝘓𝘦𝘦 𝘉𝘺𝘦𝘰𝘯𝘨-𝘊𝘩𝘢...