"Menurutmu mereka akan tahu kekuatan kita?" perempuan muda itu menatap kakaknya khawatir. Kedua tangan miliknya erat merengkuh sang bayi. Tertidur dengan manis, tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Telah sekian lama tiga manusia itu melakukan perjalanan jauh dari tempat mereka berasal. Berjalan jauh mencoba bersembunyi dari kejaran makhluk biadab. Menaiki perbukitan lantas berkelok menuruni lembah. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk singgah pada daerah yang sekiranya aman.
"Kanya, kita bahkan tak bisa memprediksi bahwa makhluk-makhluk congkak itu dapat menemukan tanah Kaerssa disaat seperti ini. Aku juga tak mampu tuk menjanjikan seluruh keamanan yang kau dambakan. Cepat atau lambat, bisa jadi kita pun berakhir di tangan mereka. Sama seperti sebagian masyarakat yang telah gugur dan tertinggal di belakang sana. Namun, saat ini, jelas kita berdua akan mengusahakan yang terbaik bagi satu-satunya masa depan suku kita, bayi yang telah ditunggu sekian lama!"
Grrrrroooooooaaaaaa...
Tepat setelah pria paruh baya itu menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara gerungan dari balik rerimbun dedaunan hutan. Diikuti dengan penampakan bayangan makhluk besar nan berbulu di sekeliling mereka. Hilang timbul di atas dahan kokoh.
"Kanya, waspada!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Life, Survive & Die
MaceraDari dulu, Kannaya sudah sadar kalau dirinya memang bukan manusia biasa seperti anak-anak lain. Mendiang ibunya pernah berkata bahwa sesuatu yang spesial mengalir dalam darahnya. Sesuatu yang tak bisa diungkapkan pada orang lain. Sesuatu yang bisa...