Semilir angin sore menerbangkan surai legam Natta yang kini berantakan. Sang nenek tengah membawanya berjalan-jalan santai untuk melepas jenuh kehidupan.
Memang apa sih yang remaja itu pikirkan?
"Bahkan akupun sudah tak tahu harus menyelesaikan apa dulu, nek," ungkap Natta mengeluh, menyedot sebentar susu kotak yang ia beli sebelum sampai ke taman perumahan sekitarnya.
Tatapan matanya begitu kosong, helaan nafas berat keluar berkali-kali berasal dari remaja yang kini tengah diambang kebingungan.
"Gama orang baik, nenek juga tahu sendiri kalau kami berdua adalah korban,"
"Lalu apa mau mu, nak?"
Lagi-lagi Natta terdiam, semua kalimatnya terasa tertahan di tenggorokan. Kepalanya begitu berisik mencari jawaban, Natta bahkan tak tahu apa yang hatinya inginkan.
Usapan lembut mampir di surai si bungsu, meski tangannya telah berkeriput, namun bagi Natta tangan itu membawa kelembutan dan kenyamanan. Sejenak, Natta terpejam menikmati afeksi sang nenek, hatinya terasa lebih damai tanpa sepatah kata yang keluar.
"Belum terlambat untuk menata ulang masa depan kalian. Baik Gamaiel ataupun kau, tak ada salahnya berlari dan mengejar ketertinggalan kalian," Nasehat nenek dengan nada lembut, "Waktu kalian masih panjang," Tambahnya pelan.
"Lalu... pernikahanku?"
Sang nenek tersenyum, "Hanya kau dan Gama yang tahu jawabannya,"
***
Sudah satu bulan sejak Natta kehilangan bayinya, sementara itu Gamaiel tetap pergi bekerja di toko paman Tong dengan bayaran yang tidak seberapa. Berangkat pagi pulang siang, lalu sore hari berangkat lagi bekerja di tempat lain sampai waktu makan malam. Lalu Natta yang masih harus terapi bersama psikiater di rumah sakit satu minggu dua kali karena gangguan mental yang disebabkan kehamilannya itu. Kehidupan kedua remaja itu seolah berhenti di satu titik, sama-sama tengah mempersiapkan hati untuk melangkah ke depan, meskipun tak tahu akan melangkah berdua atau sendiri-sendiri.
"Bagaimana terapi hari ini?" Tanya Gama saat menjemput suaminya di rumah sakit setelah jam kerjanya selesai.
Natta tersenyum kecil, "Lebih baik, rasanya aku seperti kembali hidup, kini dokter Apple sudah mengurangi intensitas pertemuan kami," Lapornya pada Gama seraya menerima sate babi yang baru saja di pesan Gama di depan halte yang mereka tempati.
"Mungkin jika kau lebih semangat, kau tidak perlu lagi pergi terapi," Komentar Gama bahagia, sangat terlihat jelas bagaimana leganya remaja itu.
"Apa aku merepotkan?"
Siang itu, halte bus di depan rumah sakit cukup ramai, maklum, fasilitas umum. Juga musim peralihan yang siang ini cukup panas ditambah polusi kendaraan yang menambah lengkapnya suasana ibu kota. Gama membuka payungnya menghalangi sengatan matahari yang menyerang pujaan hatinya, "Apa kau pernah meminta sesuatu padaku, selain jangan mengadu tentang kehamilan itu?"
Natta menggeleng pelan, "Tidak,"
"Apa aku pernah mengeluh ketika dulu kau selalu mengamuk pada mendiang bayi kita?"
"Tidak,"
Disela itu, bus datang dengan segala kesesakan yang ada, Gama langsung menutup payungnya dan menggandeng Natta memasuki bus tersebut.
Dalam diam, Natta memperhatikan bagaimana lembutnya tangan kasar itu menggenggam tangannya, Gama sangat memperlakukan Natta dengan baik, bahkan setiap mereka naik angkutan umum, Gama selalu melindungi Natta dari segala kesulitan yang ada.
Kali ini bus penuh sesak, sehingga tersisa Natta yang berdiri tersandar pada dinding bus sebelah pintu, dengan Gama yang terpaksa memeluknya karena besi pegangan ada di sisi kiri Natta. Namun begitu, entah mengapa, Natta merasa aman berada dekat dengan Gama.
"Gama, kau orang baik," Tutur Natta tulus seraya tersenyum tipis.
"Terima kasih. Lalu, sudahkah kau jatuh cinta pada orang baik ini?"
Deg deg deg deg
Natta terpaku, karena Gama mengajaknya bersitatap. Kulit kusam yang tak terawat beberapa waktu terakhir, kantung mata dengan sedikit mata panda yang samar-samar nampak, juga senyum lelah yang terpatri itu tak meredupkan binar asmara yang Gamaiel pancarkan. Dan faktanya, binar itu hanya untuk Natta seorang.
***
"Gama bukan orang jahat, bukan pula orang baik," Ujar Dream berkomentar, lalu menyesap es teh lemon yang ia buat saat Natta mengajaknya berbicara empat mata.
Dream lantas menoleh pada sang adik dan melempar senyum tipis, "Gama adalah orang yang jatuh cinta, ia menyerahkan semua yang ia punya, hanya untuk orang yang dicintainya, yaitu kau, Natta,"
"Lalu aku harus bagaimana?"
Teh lemon di gelas lain itu teraduk sia-sia tanpa ada minat disesap oleh siempunya, Natta benar-benar frustasi karena tak kunjung mendapatkan jawabannya tentang apa yang ia rasakan terhadap Gamaiel, meskipun telah bersama dalam beberapa waktu.
Dream tersenyum lembut, "Seperti apa Gamaiel dalam pandanganmu?" Tanya sang kakak.
Sejenak Natta berpikir, ia mengumpulkan potongan-potongan memori kecilnya bersama Gamaiel. Dan tanpa sadar, remaja itu tersipu entah karena apa, pipinya merona ayu seperti Dream.
"Kak, apakah aku bisa menggapai mimpiku bersama Gama?"
"Tentu!"
Bersambung, kali ini pendekan lagi hehe, sekitar 1 atau 2 chapter lagi kayaknya bakalan end deh, soalnya ini kan project kecil-kecilan aja buat reward Vee ke kalian hehe see you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Youth (Gemini-Fourth)
Novela JuvenilGemini-Fourth as Gamaiel-Natta Namanya juga anak muda, semua ingin dicoba, semua ingin tahu. Namun bagi Natta, keingintahuan Gama membawa mereka menuju kehancuran. "Jika kau pikir pernikahan adalah penyelesaian, maka nikahi aku, berikan penyelesaian...