"Mengapa mimpi buruk itu selalu saja menghantui ku? Aku tidak tau apa-apa tentang kejadian itu"
Matahari mulai meninggi, bel istirahat baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu. Varios sudah berkumpul di salah satu bangku yang menjadi kekuasaan mereka. Manik hitam pekat Algrafi menatap kearah gadis di sebrang mejanya,gadis itu terlihat gelisah.
"Lo kenapa Ell?" Tanya cowok itu. Atensi mereka tertuju pada gadis itu.
"Gue mimpi,"
"Mimpi hal yang sama lagi Ell?" Kali ini Kimberly yang bersuara. Ucapan Kimberly di hadiahi anggukan kepala Gabriella.
"Iya, gue ga bisa tidur gara-gara mimpi itu"
"Nanti, Abang temenin kamu tidur biar ga takut ya?" Ucap Sekala. Gabriella mengangguk mengiyakan ucapan sekala
Mimpi buruk itu kembali menghantui Gabriella akhir-akhir ini. Baru saja Gabriella bebas dari jeratan Dinata, sekarang Gardella yang menghantuinya dengan mimpi yang seharusnya tak ia lihat. Mimpi yang sebenarnya adalah kebenaran yang mereka cari.
•
"Hah, udah malem aja. Tapi, kok Abang sama yang lainnya belum pulang ya?" Ucap Gabriella sembari menatap ke luar jendela.
Ctak...
Suasana menjadi gelap, ruangan yang semula terang kini menjadi gelap gulita. Angin menderu semakin kencang, hujan semakin deras, suara gemuruh seakan bersautan malam itu . Mansion Wardani seketika sepi seperti tak berpenghuni.
Kretek..
Kriet...
Suara pintu terbuka terdengar jelas, Gabriella berlari kearah brankas kecil berisikan mahkota dengan warna hijau zamrud. Suara langkah kaki kian mendekat, suasana sunyi menjadi pelengkap keadaan saat ini.
"Angkat dong!" Gumamnya panik.
"Argh, gimana ini! Gelap, gue ga bisa lihat apa-apa" Gabriella panik seketika, Laki-laki berseragam full Hitam berhasil memasuki ruangannya.
Gadis itu berjalan mundur, tak ada cara lain selain menyerah pikirnya. "S-siapa kamu?" Tanya Gabriella gugup
"Kamu tidak perlu tau siapa saya, yang terpenting adalah serahkan brangkas itu!"
"Ga! Gue ga mau!"
"Ayolah, jika kamu mundur terus bisa-bisa kamu mati di mansion indah nan megah ini" ucap laki-laki itu.
Hening, tidak ada pembicaraan lagi. Ruangan yang gelap seolah menambah kesan menakutkan pada malam ini.
"Berikan itu padaku Anak manis"
"Tidak, jika kau menginginkan ini maka langkahi aku dulu!" Ucap Gabriella menatap nyalang ke arah pria itu.
"Jika begitu, ucapkan selamat tinggal pada dunia anak manis" Laki-laki itu mendekat dan mendorong bahu Gabriella keluar jendela kamarnya. Hujan dengan angin yang menderu itu semakin menjadi. Air hujan yang semula mengalir dengan warna jernih kini berubah menjadi merah pekat.
"Sudah ku bilang untuk tidak mati kan, Gabriella?" Tawa pria itu menggema di seluruh ruangan. Suara terakhir yang didengar oleh Gabriella malam itu.
•
"Ell, Ella!" Panggil Sekala. Ia kembali mengganti kompres pada dahi Gabriella. Sudah tiga hari gadis itu tidak terbangun dari tidurnya. Suhu tubuhnya hangat, seakan tengah terbakar oleh api.
"Hah!" Gabriella mendudukkan dirinya, ia menatap Sekala yang juga menatapnya dengan raut wajah khawatir.
"Dek,Lo gapapa?"
"Gapapa, tapi mimpi itu datang lagi"
"Lagi?" Ucap Sekala kebingungan
"tapi Lo udah ga bangun selama tiga hari El"
Gabriella menghela nafasnya kasar. Sudah tiga hari dia tertidur? Lalu bagaimana dengan brankas itu?.
"Bang brangkas nya?" Tanya Gabriella
"Brangkas nya aman dek, kenapa? Mimpi nya menyangkut brankas itu?" Gabriella hanya membalas anggukan.
"Jangan dipikirkan lagi ya? Brankas itu ga penting. Kita bahkan ga tau apa isi dari brankas itu " Ucap Sekala sembari mengelus surai hitam kecoklatan milik sang adik.
•
Hujan deras dengan rintik yang turun dengan bunyi yang memenuhi suasana pagi ini. Pagi yang seharusnya cerah kini gelap gulita dengan suasana dingin menyelimuti diri. Gracia tengah duduk di ruang tamunya, menatap kearah jendela menikmati rintik hujan pagi itu. Pikirannya berkelana memikirkan mimpinya malam tadi, mimpi macam apa itu?.
"Nih" sebuah tangan menyodorkan secangkir coklat panas kearah Gracia.
"Makasih" Gracia meminum coklat panas itu dan kembali menatap keluar jendela.
Pemuda didepannya menatap gadis itu heran. Ada apa dengan gadis itu?, pemuda itu kembali menyeruput teh nya. "Ada yang ingin diceritakan?" Ucapnya sambil meletakkan cangkir teh nya di meja.
"Gue mimpi" Ucap Gracia ragu.
Pemuda itu mengernyitkan keningnya "Mimpi buruk?" Gadis itu menggeleng sebagai jawabannya
"Gue mimpi Ella jatuh dari balkon kamarnya bang Ken"
"Lalu? Apalagi?"
"Air hujan berubah menjadi merah, bahkan brankas itu pun diambil oleh orang lain. Seseorang mengatakan 'jangan mati Gabriella ' gue ga ngerti apa maksud dari mimpi itu" jelas Gracia. Kenzo berusaha mencerna mimpi tersebut.
"Bang Ken bingung kan? Apalagi gue" Ucap Gracia sembari meminum kembali coklat panasnya yang sudah mulai mendingin.
"Kalo kata Abang gini aja ci"
"Apa-apa?" Tanya Gracia kepo
"Mending ga usah dipikirin karena kalo dipikir-pikir bikin mikir"
"Monyet! Ga bener kalo cerita sama Lo bang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA
Historical FictionWARNING ⚠️: cerita ini hanya fiktif belaka penulis, jika ada kesamaan nama tokoh,tempat,serta kejadian yang sama itu hanya suatu kebetulan semata. ⚠️ FAKE SITUATION ⚠️