CHAPTER 12 - ITOSHI BROTHER

365 55 31
                                    

"ITOSHI BROTHER"

°•°•°•°•°•°

Kedua tangan Sae penuh dengan kantong belanja. Ia melangkah keluar dari area pasar yang di pagi itu suasananya begitu ramai dan sesak. Setelah menjelajah hampir satu jam, Sae mendapatkan bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk memasak. Tentunya, ia sangat bersemangat karena sudah sangat lama sejak terakhir kali ia membuat menu makanan lengkap untuk Rin.

Sae juga yakin kalau adiknya itu merindukan rasa masakannya.

"Masakan Bang Sae ga kalah enak sama masakan Bunda!" Mendadak ucapan Rin kecil bergema di dalam kepala Sae.

Ia menghentikan langkahnya sebentar, memandangi banyaknya bahan masakan yang telah ia beli.

"Nggak, Rin... Sampe kapanpun, gue ga bakal bisa nyaingin masakan Bunda." Sae membatin, kemudian melanjutkan kembali langkahnya.

Sejujurnya, Sae sendiri sudah lupa bagaimana rasa masakan Bunda. Selama beberapa tahun, Sae berusaha untuk mengingat dan menirunya. Namun ia tahu kalau usahanya itu tidak membuahkan hasil. Ia yakin kalau Rin juga demikian, namun adiknya tetap berucap demikian untuk menghibur Sae.

Mungkin dalam situasi sebenarnya, beban di pundak Sae tidak akan menjadi sebesar ini apabila ia mampu mengendalikan dirinya sendiri. Setelah kepergian orang tuanya, Sae selalu bersikap keras terhadap dirinya sendiri. Ia mendisiplinkan dirinya, menghukum dirinya sendiri jika bermalas-malasan satu hari saja.

Dalam ekspektasinya, anak pertama sekaligus putra tertua sepertinya haruslah sempurna dan tidak boleh cacat sedikitpun. Sae harus memberikan contoh yang terbaik kepada Rin, membenahi langkah sang adik agar tidak berbuat kesalahan sepertinya.

"Gue anak pertama. Kalo gue salah, Rin bisa pilih opsi lain supaya nggak terjerumus kayak gue. Kalau gue ada di jalan yang bener, Rin tinggal ngikutin gue aja." Sae pernah membaca seutas kalimat itu melalui sosial media, dan ia setuju dengan itu.

Perjalanan dari pasar menuju ke rumah memakan waktu hampir dua puluh menit. Karena kondisi pagi itu cerah dan sejuk, Sae memilih untuk berjalan kaki. Ia merasakan ponsel di dalam saku celananya bergetar. Sepertinya panggilan telepon itu datang dari Rin.

Sae memilih untuk tidak menjawabnya, lagipula sekarang ia sudah ada di depan pintu rumahnya.

"Rin... Bukain pintu dong." Pinta Sae dengan sedikit menaikkan volume suaranya.

Samar-samar Sae mendengar langkah kaki yang hentakkannya cukup kencang dari dalam rumah. Tidak heran karena Rin memang selalu berlarian ketika menyambut kepulangan Sae. Dia tipikal adik laki-laki yang tingkahnya heboh.

"Hoaaammm..." Rin menutup mulutnya dengan tangan, usai membukakan pintu untuk sang kakak.

"Bang Sae? Dari pasar?" Tanya Rin lagi yang langsung berinisiatif untuk membawa beberapa kantong belanja.

Sae mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia sedikit keheranan karena sepertinya Rin baru saja terbangun dari tidur. Sae juga tidak melihat Rin memegang ponsel, jadi sepertinya ia bukanlah orang yang menelepon Sae beberapa waktu lalu.

cepat-cepat Sae merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel dan melihat log panggilan tak terjawab.

"Rin, Abang sampe lupa nanyain ini." Sae meletakkan ponselnya, lalu mulai menyiapkan bumbu-bumbu yang akan ia gunakan sebagai pelengkap masakannya pagi itu.

Angel's like you - Blue lock X Haikyuu [ REVISI - UP ULANG ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang