II : awal semuanya

1.2K 62 5
                                    

“Menjadi tuli itu tidak berdosa kan?”

...

Semua yang ada di dunia hanyalah sementara, begitupula dengan penderitaan yang dialami oleh setiap manusia. Dan yang paling sial adalah ... disaat kita tidak bisa menolak semua takdir entah itu nestapa atau bahagia.

Sama seperti putra bungsu keluarga Abisatya. Namanya Java, anak tunarungu yang juga bisu karena efek tuli nya itu. Bahkan dia selalu dipermainkan oleh dunia, seakan-akan penghuni langit dan Tuhan tidak menyayanginya.

Hanya Hesta yang menjadi semangat Java, sampai semua pikiran baiknya tentang Hesta hancur karena nyatanya berharap kepada manusia tak seindah kelihatannya, walaupun dia saudara kita.

"Jika aku tidak mau menjadi ayah mereka, mau apa dunia?"

"Ini semua karena mu. Karena dirimu garis keturunan ku jadi hancur!"

"Singkirkan mereka dari hadapanku."

"Bukan hanya kau yang benci mereka, aku juga! Aku menyesal telah melahirkan dua anak yang memiliki kekurangan seperti mereka!" Teriak sang ibu sehingga Hesta tertegun tidak dengan Java yang tidak bisa mendengar betapa kejamnya suara yang keluar dari mulut manusia.

Setelah berteriak Aleena selaku ibu mereka, menarik paksa Hesta dan Java setelah membereskan barang-barang kedua anaknya itu.

"Ibu apa salah kami, jika kami memiliki kekurangan?" Tanya Hesta yang menggerakkan tangannya perlahan.

Aleena menarik nafasnya dan menutup mata agar air matanya tak keluar saat itu juga, "kalian itu hanya penghancur nama baik keluarga. Ibu menyesal telah melahirkan kalian, terutama dia!" Teriak Aleena yang masih menahan air matanya. Rasanya Aleena benar-benar ingin berlari memeluk kedua anaknya dan langsung meminta maaf, tapi mau bagaimana lagi ini semua keinginan suaminya.

Setelah berteriak dengan suara gemetarnya, Aleena kembali masuk dan meninggalkan kedua anaknya di luar dengan terpaksa, dia benar-benar terpaksa. Pagar tinggi itu mulai tertutup membuat Hesta menatap ibunya tak percaya, sedangkan Java hanya bisa menatap ibu dan kakaknya secara bergantian karena dia tidak bisa mendengar apapun, bahkan sedikit saja Java tak bisa mendengarnya.

Malam itu, dimalam yang dingin dan sedikit berangin mereka berdua berjalan bersama. Hesta yang sudah menginjak kelas 3 SMA dan Java yang masih TK. Hawa mulai terasa dingin karena hembusan angin yang semakin keras, bahkan adiknya pun terlihat menggigil.

Java menarik ujung baju Hesta pelan membuat Hesta menunduk untuk melihat adiknya.

"Kenapa kita keluar dari rumah? Lalu kenapa mama terlihat marah? Apa kita melakukan kesalahan?"

Hesta membungkuk, menyamakan tingginya dengan Java. "Kita tidak melakukan kesalahan, bahkan kita baru saja pulang. Kata Mama dia..." Hesta terdiam sebentar memikirkan sebuah alasan agar adiknya itu percaya dengan kebohongannya.

"Mama butuh waktu, dia sedang sedih karena kehilangan calon adik Java, makanya kita ke rumah nenek dulu ya?" Tawar Hesta dengan gerakan tangannya, sedangkan Java hanya mengangguk kecil sambil menggenggam tangan kakaknya dengan erat. Tubuh kecil yang berisi itu kini harus hidup mandiri tanpa orangtuanya, dan entah sampai kapan.

Setelah berpikir Hesta berhenti begitu juga Java yang ikut menghentikan langkahnya dan bertanya-tanya ada apa.

"Mau kakak gendong? Ayo!" Hesta berjongkok membuat Java tersenyum lebar dan melompat ke punggung kakaknya dengan bahagia. Walaupun kaki Hesta berakhir mati rasa, tapi tidak apa-apa karena itu semua utuk Java. Demi Java, Hesta akan melakukan segalanya bahkan yang mengancam nyawa.

Java dan Lukanya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang