Pada awalnya, setiap orang pasti berat ketika pertama kali melangkahkan kakinya ke pesantren atau yang biasa disebut penjara suci. Tempat dimana semua santri menuntut ilmu agama. Mereka harus menahan rasa rindu karena jauh dari keluarganya. Meski pun demikian, semangat mereka tidak pernah surut dalam menuntut ilmu.
Silvi seorang gadis remaja dengan gamisnya berwarna pastel menatap jalanan dari dalam mobil. Kini, Ia sedang dalam perjalanan menuju sebuah pesantren untuk mengantarkan adiknya. Sesampainya di sana, ia mendengar tangisan adiknya karena ia tidak mau pergi ke pesantren. Membuat Silvi teringat kembali kepada perjalanan dulu, saat ia masuk pesantren.
Tiga tahun lalu
Terdengar sayup-sayup suara azan Subuh mulai berkumandang membangunkan setiap muslim untuk menunaikan kewajibannya.
“Vi ... Vi ... bangun udah subuh!” Ibunya terus berusaha membangunkan anak pertamanya itu.
“Bentar, Mah, lima menit lagi," jawab Silvi sambil kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.
“Ayo, bangun! Katanya mau masuk pesantren," ucap ibunya.
”Iya, Mah, ini juga mau bangun.” Silvi mulai menggeliat bangun lalu mengucek matanya untu menetralisir kantuk yang terus membelenggunya. Setelah itu, Silvi mulai beranjak dari kasur dan pergi ke kamar mandi untuk berwudu.
Setelah salat subuh, Silvi langsung pergi ke dapur untuk membantu ibunya yang sedang memasak. Saat memasuki dapur, wangi masakan langsung menyeruak ke hidupnya membuat perut yang keroncongan ingin segera diisi.
“Mah, masak apa hari ini?” tanya Silvi yang baru saja tiba di dapur.
”Ini, Mamah lagi masak sop dengkil. Katanya pengen makan sop dengkil sebelum kamu pergi ke pesantren,” jawab ibunya sambil mengaduk sop di dalam panci .
" Aku bantuin yaa?”
"Boleh, nih, potongin sayurannya!" Ibunya memberikan pisau dan beberapa jenis sayuran untuk tambahan sayur sop.
“Vi, nanti siang berangkatnya sama Bapak aja yaa. Soalnya adik-adik kamu itu loh, gak bisa ditinggal.”
"Iya, Ma." Silvi menjawab sambil terus memotong sayuran.
Tidak terasa kini matahari sudah pada puncaknya, udara pun sudah terasa panas. Silvi dan bapaknya pun berangkat berbelanja. Mereka akan membeli berbagai keperluan untuk di pesantren nanti. Mulai dari perlengkapan mandi, tidur, makan, dan berbagai makanan ringan.
Tidak terasa hari sudah mulai gelap, Silvi dan bapaknya pun pulang dengan membawa berbagai belanjaan yang mereka beli. Silvi pun pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri dan melaksanakan Salat Magrib. Setelah selesai dengan berbagai kegiatan ibadah Silvi pun pergi ke ruang tengah. Di sana seluruh anggota keluarga Silvi sudah berkumpul. Mereka mengobrol dengan ditemani makanan ringan.
Sebelum berangkat ke pesantren, sengaja Silvi dan keluarganya berkumpul untuk memanfaatkan waktu kebersamaan mereka. Karena nanti kebersamaan serta kehangatan seperti ini, yang akan mereka rindukan.
“Mah, gimana kalau Ivi kangen Mamah nanti,” Silvi mengungkapkan perasaannya sambil mengeluarkan bulir bening dari matanya.
Setelah mendengar ungkapan perasaan dari anaknya. Ibunya Silvi pun menatap anaknya dengan perasaan yang sama-sama sedih.
“Nanti, kalau Ivi kangen Mamah, Ivi bisa datang ke ustazah. Terus teleponin Mamah!"
Pagi mulai menyapa, mentari pagi pun sudah menampakkan cahayanya. semua orang di sana sudah siap untuk mengantarkan Silvi ke pesantren. Mereka pun segera masuk ke dalam mobil karena mereka akan menempuh perjalanan yang cukup jauh.