Jangan lupa Vote n komen^^
Happy reading ^^
•••
Khael mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya ruangan. Khael meringis saat rasa pening menghantam kepalanya. Kedua kupingnya bahkan sampai berdengung hebat. Khael memejamkan matanya menahan semua rasa sakit yang ia rasa.Setelah dirasa rasa peningnya berkurang, Khael kembali membuka mata menatap kosong langit-langit kamarnya. Kini Khael sadar sepenuhnya, ia menoleh kearah jendela yang terlihat jelas cahaya mentari yang sudah menyelinap masuk ke sela-sela gorden.
Khael yakin ini sudah siang. Berapa lama ia tertidur?. Khael bangun dari tidurnya secara perlahan. Ia menatap tangannya yang kini terbalut infus pantas saja tangannya terasa kebas.
Khael menatap sekitar, hanya ia sendiri. Dimana Michael? Jujur saja, untuk hari ini ia tak ingin menemui Daddy-nya sendiri. Khael takut, ia belum siap bertemu. Mengingat dengan jelas bagaimana Michael terlihat sangat menyeramkan saat marah dan melukainya.
Meskipun sudah terbiasa Khael tetap membutuhkan waktu untuk menata kembali mentalnya yang lagi-lagi di hancurkan. Khael meraba kepalanya yang kini terbalut kasa. Ia tersenyum miris, lagi-lagi ia terluka.
"Sakit." Hanya kata itu yang kini Khael ucapkan, tak ada kata lain.
Ckelek!
Khael seketika menoleh kearah pintu, tubuhnya tiba-tiba bergetar melihat siapa yang masuk kedalam kamarnya. Terlihat Michael yang kini berjalan mendekat kearahnya dengan membawa nampan yang berisi makanan. Khael sebenarnya ingin terlihat biasa saja, namun reaksi tubuhnya berkata lain.
Khael beringsut menjauh saat Michael mencoba menyentuhnya. Ia menatap Michael takut, tenggorokannya terasa tercekat. Khael sampai tak sanggup untuk mengeluarkan kata.
"Hey. Tenang okey?! Daddy tidak akan menyakiti mu." Ujar Michael menenangkan.
Khael tetap diam dengan tubuh bergetar. Ia takut se waktu-waktu penyakit Michael kumat. Khael rasanya ingin lari, namun tubuhnya terasa lemas seketika. Sehingga, ia hanya diam dan berdoa dalam hati agar selalu dapat lindungan dari maha pencipta. Khael tidak ingin mati di tangan Daddy-nya.
Michel yang melihat putranya ketakutan pun, mengangkat tubuh putranya lalu memangkungnya dengan posisi Khael duduk menyamping dengan cara perlahan takut menyenggol tangan putranya yang di infus.
Michel mengusap perlahan keringat dingin di leher dan wajah putranya menggunakan tissue. Hal ini sudah biasa terjadi, dan Michael tidak merasa aneh ataupun canggung. Sebenarnya ia selalu merasa bersalah, namun ia tak boleh terlalu larut dalam rasa bersalahnya. Michael takut tidak bisa mengendalikan diri jika ia terlalu larut dalam rasa bersalah hingga membuat ia prustasi dan berakhir ingin mengakhiri hidupnya.
Kata maaf selalu ingin Michael ucapkan ketika sadar telah melukai putranya lagi dan lagi. Tapi, sekarang Michael tau. Untuk apa ia mengatakan maaf jika ia sendiri selalu mengulangi kesalahan yang sama. Michel pun membawa tubuh putranya dalam pelukan, menyanyikan lagu A thousand years lagu kesukaan Khael.
Dengan suara Michael yang terdengar merdu di pendengarannya Khael merasa sedikit lebih tenang. Khael memejamkan matanya menikmati setiap bait-bait lagu yang Michael nyanyikan. Seperti biasa, suara Daddy-nya tidak pernah mengecewakan.
"Khael, makan dulu ya. Daddy suapi." Ujarnya lembut setelah merasa jika tubuh putranya berhenti bergetar.
Khael tidak menjawab, ia takut untuk sekedar mengeluarkan suara. Takut, ia salah bicara lagi lalu membuat Michael marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain in happiness
Teen FictionUTAMAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! _Sebenarnya hidup seperti apa yang sedang aku jalani?_ Mikhael D. Angelo Rasendriya JANGAN LUPA VOTE N KOMENNYA!! Start : 02 Des 2023 Finished: -