𝟏𝟓 | 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭 𝐃𝐢𝐫𝐠𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚

2.9K 214 12
                                    

-𝓭𝓮𝓼𝓲𝓻𝓮-

"Hidung lo mimisan!"

Dipta sontak mengarahkan pandangannya ke arah Langit.

Langit pun langsung menutup hidup dengan punggung tangannya. "Gue ke toilet dulu," pamitnya beranjak pergi.

Melihat itu Dipta ikut menyusul, meninggalkan Neska sendiri di kantin. "Lo tunggu di sini aja."

Di depan wastafel, Langit mulai membersihkan hidungnya.

"Kenapa sampai mimisan? Lo habis ngapain aja?" tanya Dipta khawatir.

"Gue gak ngapa-ngapain."

"Lo lagi banyak pikiran ya?" Langit menggeleng.

"Jujur sama gue, lo pasti lagi banyak pikiran kan? Tadi aja bengong terus pas di kantin. Lo lagi mikirin apa sih, Lang?!"

Sahabatnya yang satu ini terlalu peka terhadap sikapnya. "Gue kepikiran sama nilai gue, Dip. Ujian terakhir waktu itu gue kacauin, gue takut nilai gue anjlok lagi." Jujurnya diakhiri helaan napas pelan. Langit menundukkan kepala.

Benar. Sejak kemarin Langit terus kepikiran dengan nilai rapotnya. Ia khawatir tidak akan bisa mendapat peringkat pertama sesuai harapan sang ayah.

"Jangan terlalu dipikirin. Gue tau kalau nilai itu penting buat, lo. Tapi, apapun hasilnya nanti, lo udah kerja keras buat ujian kali ini." Dipta mengusap punggung Langit sembari memberikan kata penenang. "Lo udah berusaha buat lakuin yang terbaik, Lang."

"Istirahat di UKS aja, lo pasti pusing kan? Bawa obat gak?"

"Obat gue di rumah."

"Gue anter ke UKS."

Dipta dan Langit beranjak pergi dari kamar mandi. Dan sesampainya di UKS, Dipta segera membawanya masuk ke dalam.

Melihat salah satu dari dua siswa yang baru masuk dalam keadaan lemas, dokter muda yang sedang berjaga itu pun lantas bangkit dari duduknya. Ia membantu Dipta membaringkan Langit di ranjang.

Di tengah jalan menuju ruang UKS tadi, Langit mengeluh jika kepalanya kian pusing. Alhasil Dipta memapahnya sampai ruang UKS.

"Bu dokter, tolong periksa teman saya."

"Ini kenapa?" tanya dokter muda itu.

"Teman saya punya anemia, kayaknya kambuh, bu, tapi anaknya gak bawa obat. Terus tadi juga sempat mimisan," jelas Dipta.

Dokter ber-name tag Ria itu mengangguk mengerti, kemudian memeriksa kondisi Langit.

"Teman kamu biar istirahat dulu di sini ya. Dia cuma kelelahan. Ibu ambilkan obat dulu."

Dipta mengangguk, "Makasih, bu dokter."

"Lang, mending lo pulang deh, gue anterin. Lagian di sini juga jamkos."

"Gak usah. Gue tidur dulu bentar, pulang nanti sekalian aja."

"Ya udah, kalau gitu gue ambil tas lo ke kelas dulu, nanti biar gak bolak balik lagi ke sana."

Langit mengangguk pelan. "Thank's, Dip."

Dipta kemudian mulai melangkahkan kakinya meninggalkan ruang UKS. Sebelum menuju kelas, ia kembali ke kantin untuk menghampiri Neska terlebih dahulu.

"Langit gimana?" tanya Neska begitu melihat atensi Dipta dari jauh.

"Gue bawa ke UKS, pusing katanya."

"Terus sekarang lo mau kemana? Langit lo tinggal sendirian?"

"Gak lah, ada bu dokter kok di sana. Gue mau ambil tasnya biar nanti pas pulang dia gak bolak balik ke kelas lagi."

Langit Dirgantara [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang