Bab 7

381 40 12
                                    


"Apa nggak enak makanannya, sayang?" Ujar Off saat melihat Gun yang tampak tak bersemangat menyantap makan siangnya.

Gun mendengus kesal, Gun merasa tidak nyaman dan tidak terbiasa dengan panggilan sayang dari laki-laki lain kecuali ayahnya. Memang Off suaminya, tapi tetap saja Gun tidak nyaman panggilan tersebut keluar dari mulut Off.

"Atau kita cari tempat makan yang lain aja? Kamu pasti tidak terbiasa datang ke rumah makan seperti ini" Imbuh Off mersa bersalah karena mengajak Gun ke rumah makan sederhana, bukan di restoran mewah.

"Bukan, bukan itu masalahnya kak" Jawab Gun sembari memegang tangan Off yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya.

Off menatap Gun penuh arti lalu kembali menempati tempat duduknya, mendapatkan tatapan tak bias dari Off barulah Gun berterus terang dengan ketidkanyamanan yang dirasakannya.
"Jangan manggil aku sayang lagi ya? Aku malu, apalagi di hadapan umum" Jujur Gun seraya mencoba tersenyum semanis mungkin.

Seketika senyuman di bibir Off merekah, ternyata anggapan dirinya salah. Off pikir Gun tak berselera lantaran mereka hanya makan di rumah makan sederhana, tapi memang setahu Off keluarga Vihokratana tidak pernah membeda-bedakan makanan. Mereka selalu merakyat, bagi mereka asalkan tempat makan atau warung itu terjamin akan kebersihannya.

Hal itu sudah Off ketahui sejak tinggal di dirumah kontrakan di Bkk bersama Tay dulu, Tay tumbuh menjadi seorang laki-laki yang religius dan sederhana. Semua itu tentu dari didikan kedua orang tuanya, Off sangat yakin akan gal itu. Dan bodohnya Off baru mengetahui bahwa sahabatnya tersebut berasal dari keluarga kaya raya setelah mereka menyandang gelar dokter, lalu 1,5 tahun kerja di RS Viho medical Off telah mengenal keseluruhan keluarga Vihokratana dengan baik termasuk para sahabat ayah Gun yang tergabung dalam Club Cogan.
Off tak pernah menyangka kini dirinya telah menjadi bagian dari mereka juga (Vihokratana fam).

"Trus mau aku panggil apa? Bilang aja pasti aku turutin, lagian aku manggil sayang karena memang itu yang kurasakan padamu" Jujur Off dengan serius, seringai jahilnya kali ini tak tampak di wajah tampan itu.

"Udah deh ngga usah mulai lagi" Sahut Gun dengan acuh meskipun kalimat yang diucapkan Off berhasil menghadirkan rasa panas di wajahnya (salting Gun?).

Tak ingin berdebat di tempat umum Off akhirnya memilih menyendok makanan di hadapannya yang mendadak terlihat menggugah selera, untuk beberapa menit mereka saling diam hingga makanan du piring mereka telah habis. Tiba-tiba Gun kembali teringat paket misterius tadi, rasa was-was oun kembali menguasai hatinya.

"Kak.. " panggil Gun dengan ragu. Pasalnya satu jam lagi mereka harus kembali ke tempat kerja masing-masing, tapi Gun tidak ingin kembali ke kantor.

"Hmmm ada apa honey?" Tatapan Off seraya mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki mungil di sampingnya.

"Aku pengen pulang, kak Off bisa nggak anter aku ambil tas di kantor dulu. Trus pulang?" Ucap Gun yang berhasil membuat Off merasa khawatir.

"Apa kamu lagi nggak enak badan?" Spontan Off menyentuh kening Gun untuk memeriksa suhu tubuhnya.

"Aku nggak sakit kak, aku ingin pulang aja" Sambung Gun sambil menyingkirkan tangan Off dari keningnya.

"Tentu saja, kemanapun kamu ingin pergi" Off lantas beranjak setelah menyetujui permintaan Gun lalu membayar tagihan makan mereka.

Seperti sebelumnya, Gun menurut saja saat Off membantu memasang helm di kepalanya. Sikap laki-laki itu begitu lembut nan manis, tapi entah mengapa hati Gun enggan untuk terbuka. Gun merasa asa sesuatu yang menutupi hatinya agar tidak kembali jatuh cinta, padahal Gun sadar jika Off berhak atas raga dan hatinya.
Gun merasa beruntung memiliki suami Off yang begitu sabar meskipun dirinya seringkali berbicara ketus, sampai kini pun Off tidak pernah meminta haknya sebagai seorang dominan.

The Sweetest LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang