01. Pengakuan

13 2 0
                                    

"Aku belum lama mengenal dia."

"Belum genap dua minggu kami menjalin hubungan."

"Aku sendiri juga nggak tau, Lin, sejak kapan rasa ini pudar."

Plak!

Lintang tak mampu lagi menahan gejolak dalam dadanya. Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kanan Gusti. Rasa perih dan panas seketika menghantam sebagian wajahnya. Namun, pria itu sadar perih yang saat ini ia rasakan belum sebanding dengan apa yang ia berikan pada Lintang.

Lintang masih tak habis fikir, bagaimana bisa Gusti melakukan ini semua? Menjalin hubungan dengan perempuan yang baru ia kenal disaat ada calon anaknya di dalam perut Lintang. Di samping itu pernikahan keduanya akan dilangsungkan kurang dari tiga bulan.

Nek ancen pengenmu lungo, monggo, Mas. Aku lilo. Demi senengmu," ucap Lintang dengan suara bergetar

(Jika memang keinginanmu pergi, silahkan, Mas. Aku ikhlas. Demi bahagiamu)

Lintang, dari banyaknya pertanyaan yang bertengger di benakmu, mengapa harus kebohongan macam itu yang kau katakan?

Gusti melangkah mendekati tunangannya. Mencoba menggapai tangan mulus wanita berparas jelita di hadapannya, namun dengan cepat Lintang menepis pergerakan Gusti.

"Ora, awakmu ora lilo. Aku ngerti iku."

(Nggak, kamu nggak ikhlas. Aku faham itu.)

Lintang hendak melangkah keluar dari apartemen Gusti ketika dengan sigap pria itu menarik tubuhnya hingga terjatuh di atas sofa. Perempuan itu panik ketika merasakan rasa nyeri di perutnya.

Gusti mengunci pergerakan Lintang, pria itu merendahkan tubuhnya sampai Lintang bisa merasakan deru nafas milik Gusti di perpotongan lehernya.

"Ojo lungo." Pinta pria itu

(Jangan pergi)

"Kowe njaluk aku ojo lungo, ning kowe nggawe aku cidro."

(Kamu meminta aku tidak pergi, tapi kamu membuatku terluka)

Lintang berusaha mendorong tubuh Gusti agar melepaskan tubuhnya. Namun, sekuat apapun Lintang berusaha tenaga pria diatasnya bukanlah tandingannya.

Setelah dirasanya tak ada lagi perlawanan yang berarti dari tunangannya, Gusti meraih kedua tangan Lintang dan menahannya di atas kepala perempuan itu.

"C'mon honey."

Jika di malam-malam sebelumnya ucapan itu menjadi kalimat yang begitu menggairahkan untuk Lintang, malam ini perempuan itu benar-benar jijik mendengarnya.

Lintang benci bajingan brengsek ini!

Gusti sedang sibuk menyesapi bibir merah muda milik lintang ketika ponsel milik pria itu yang tergeletak di atas meja tak jauh dari posisi mereka saat ini berdering begitu kencang.

Gusti menggeram kesal disela-sela ciuman itu.

Gusti baru saja menanggalkan kaos oblongnya dan hendak meraih tali dres yang Lintang kenakan ketika bel apartemennya berbunyi beberapa kali.

"Damn it" Meski pelan, Lintang bisa mendengar gumaman itu

Lintang menarik nafas lega ketika Gusti beranjak turun dari sofa dan langsung berjalan menuju pintu apartemennya.

Lantas, Lintang pun turut beranjak dari posisinya. Perempuan itu meraih tas selempangnya dan langsung berjalan mengikuti Gusti menuju pintu unit apartemennya.

"Kok password apart kamu ganti~"

Gusti terdiam melihat siapa yang berdiri dibalik pintu apartemennya. Seorang perempuan dengan rambut terurai dan seragam sekolah lengkap dengan almamater masih membalut tubuh mungilnya.

Gadis itu tampak tak mampu menyembunyikan keterkejutannya saat ini. Melihat penampilan Gusti sekarang, tubuh atasnya yang polos, wajah kemerahan yang dihiasi aliran keringat, lalu~

"So, is that her?"

Seorang perempuan dengan penampilan acak-acakan dan air mata yang masih membasahi pelupuk matanya. Tanda kemerahan di leher jenjang milik Lintang menyita atensi perempuan asing yang berdiri di depan pintu apartemen Gusti.

"WHY DO YOU QUITE? ANSWER ME, G!"

Gadis SMA itu tersentak mendengar bentakan Lintang.

Lintang melirik pada nametag yang terpasang di seragam yang gadis itu kenakan. Nama Kirana Raveena terukir jelas di sana.

"S-sayang, dia siapa?" Kirana bertanya takut-takut

Tidak ada jawaban dari satu-satunya pria di sana. Gusti diam seribu bahasa.

Mendengar panggilan yang Kirana gunakan untuk memanggil tunangannya, membuat hati Lintang kian remuk.

Dengan air mata yang kembali membanjiri pipi kemerahannya, Lintang melepaskan cincin berhiaskan berlian yang telah melingkari jari manisnya lebih dari satu tahun.

"I'm his fiance."

"Tapi kelihatannya status kami sudah nggak penting semenjak kehadiran lo di hidup Gusti."

Lintang menarik tangan Kirana, meletakkan cincin perak itu di tangannya.

"Lo cinta, kan, sama Gusti? Lo ngga perlu tinggalin dia, biar gue aja."

Sebelum melangkahkan kakinya keluar, Lintang membuka tas selempangnya. Ia merogoh sesuatu dari dalamnya. Tampak sebuah kertas menyembul keluar.

Segera ia berikan kertas yang ternyata sebuah USG paper pada Gusti. Pria itu tampak kaget menerimanya.

"Matursuwun sampun ngelarani aku."

(Terimakasih sudah menyakiti aku)

Lantas, Lintang pun melangkah menyusuri lorong sunyi menuju lift. Tak pernah Lintang sangka, ia akan memiliki malam semenyakitkan itu di bulan Desember tahun ini.

Sak umume uwong seng mencintai ati seng tresno ne wes pudar wae, rek^^

Kal-teng, 19 Jan 24, 22.06

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LINTANG GUSTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang