3].

0 0 0
                                    

***

"Kakek!" seru Clarisa nyaring memenuhi seisi rumahnya. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah sembari menyunggingkan senyum termanis, kala melihat Kakeknya yang bernama Jeki tengah duduk santai di sofa ruang keluarga sambil membaca koran.

"Kakek!!" panggil Clarisa senang.

"Assalamualaikum..." kata Jeki sambil melipat korannya dan di letakkan di meja. Clarisa cengengesan mendudukan pantatnya di samping Jeki. Di raihlah tangan kanan Jeki dan di cium.

"Waalaikumsalam..." jawab Clarisa. Jeki menggeleng gelengkan kepalanya pelan. Cucu semata wayangnya ini selalu saja bersikap seperti ini. Masuk rumah bukannya mengucapkan salam, namun justru teriak teriak memanggil nama Kakek. Sikapnya sama sekali tidak ada yang berubah.

"Bagaimana sekolahnya tadi, lancar?" tanya Jeki sembari mengusap Puncak kepala Clarisa dengan sayang.

"Hm" gumam Clarisa yang mulai cemberut lagi. Clarisa jadi teringat dengan kejadian di sekolahnya tadi. Perdebatan dengan Pandu dan kelakuan Fino yang berani bermain main di belakangnya.

"Kenapa, kok cemberut gitu?"

Clarisa menggeleng pelan, "Di sekolah seperti biasa kok Kek. Nggak ada yang istimewa, cuma belajar belajar dan belajar" alibi Clarisa dengan tersenyum paksa. Mana mungkin dia akan bilang jika Fino pacarnya suka bermain dengan cewek lain di belakangnya. Yang ada Jeki akan semakin tidak suka dengan Fino. Jeki tidak memperizinkan Clarisa menjalin hubungan dengan Fino, sebab katanya Jeki memiliki calon sendiri untuk Clarisa. Lagi pula jika Clarisa bercerita tentang permasalahan cintanya juga Jeki akan marah. Karena bukannya fokus kepada pendidikannya, Clarisa malah sibuk dengan asmaranya.

Slurpp... Clarisa menoleh dan mendapati Jeki meminum kopi dengan sangat nikmat. Mata Clarisa melotot melihatnya.

"Kakek!" seru Clarisa tidak suka, "Kenapa kakek minum kopi. Bukankah Dokter sudah melarang Kakek untuk minum kopi? Kakek lupa?" ucap Clarisa.

"Ehehe... Hanya secangkir saja tidak akan kenapa napa"

"Tidak, kakek tetap tidak boleh minum kopi!" dengan paksa Clarisa merebut cangkir kopi itu dari tangan Jeki, "Kakek lupa minggu kemarin tensi darah Kakek naik lagi??"

"Kakek tidak lupa, kakek sangat ingat" seluas senyum di terbitkan di wajah Jeki untuk menenangkan Clarisa yang terlihat sangat khawatir.

"Kalau kakek sangat ingat lalu kenapa kakek minum kopi?? Apa kakek tidak tahu setakut apa Clarisa dengan kondisi fisik kakek. Clarisa takut kakek jatuh sakit lagi, kek. Tolong jangan buat Clarisa takut hiks..." tidak kuasa Clarisa menjatuhkan air matanya. Minggu lalu Jeki mengeluhkan jika kepalanya terasa sangat sakit seperti di tusuk tusuk. Ternyta akibat dari sakit kepala itu adalah karena tekanan darah Jeki yang naik. Dokter sudah mewanti wanti kepada Clarisa untuk tidak memberika kopi kepada Jeki. Karena Dokter itu tahu benar jika Jeki sangat suka meminum kopi. Namun sekarang Jeki justru mulai meminum kopi lagi.

"Lho lho kok nangis gini" dengan lembut Jeki mengusap pipi Clarisa lalu membawa Clarisa pada pelukannya. Menepuk pelan punggung Clarisa agar gadis itu berhenti menangis. Jeki tahu jika Cucunya itu sangat menyayangi dirinya. Namun apa daya Jeki yang tak bisa lepas dari kopi.

"Hiks... Hiks... Kakek jangan hiks... Minum kopi lagi" ucap Clarisa dengan sesenggukan.

"Sudah behenti nangisnya, Kakek berjanji kakek tidak akan minum kopi lagi."

Clarisa mengakat wajahnya yang berlimpah air mata, "Bener ya, kek. Kakek janji ya nggak minum kopi lagi"

"iya, Kakek berjanji"

"Oke, Clarisa pegang janji Kakek" Clarisa melepas pelukan Jeki dan mengusap air mata yang ada di pipinya.

"Nanti malam kamu berpakaian yang rapi ya. Soalnya nanti malam kita kedatangan tamu istimewa" ucap Jeki.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INVISIBLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang