***
Seorang gadis sedang berjalan dengan memainkan handphone nya tanpa melihat arah jalannya. Wajahnya terlihat kesal dengan bibir mengerucut. Di pagi buta ini ada saja yang membuat suasana hatinya menjadi tidak baik. Ketika di belokan menuju ke kelasnya ia terkejut karena bertabrakan dengan seorang murid lainnya. Brugh!.
“Aduh!” ringis gadis itu merasa sakit di area lengannya yang terbentur tembok. Akibat tabrakan dengan murid lain, ia pun harus merasakan sakit pada bagian lengannya. Mata cantiknya mengerjap, sontak langsung menatap kesal kepada laki laki yang sudah menabraknya. Beralih melihat handphone nya yang juga sempat terbentur tembok. Ia memeriksa keadaan handphone nya apakah ada kerusakan bahkan lecet sekalipun. .
“Astaga, Lo jalannya bisa hati hati nggak sih?” kesal Clarisa, “Untung saja handphone Gue nggak jatoh” Clarisa merasa jantungnya hampir copot. Sebab handphone yang ia bawa hari ini adalah handphone baru yang baru saja di belikan oleh Kakeknya. Jika handphone ini sampai rusak di hari pertama ia gunakan, bisa bisa ia akan kena marah dari Sang Kakek.
Sedangkan Pandu, murid laki laki yang berada di hadapan Clarisa kini sedang berjongkok sambil memunguti buku bukunya yang berserakan sebab bertabrakan dengan Clarisa. Pandu tidak menggubris ucapan dari Clarisa, sebab yang menabrak duluan bukanlah Pandu melainkan Clarisa. Karena kecerobohan Clarisa lah buku buku yang seharusnya ia kembalikan ke Perpustakaan dengan cepat harus terhambat.
“Heh! Lo dengar Gue ngomong nggak sih?” kesal Clarisa karena Pandu hanya diam saja. Pandu berdiri tegak setelah memunguti buku bukunya. Lantas Pandu segera melangkah menuju ke perpustakaan. Namun sebelum itu, Clarisa segera mencekal tangan Pandu. Pandu menghentikan langkahnya dan menoleh pada Clarisa dengan wajah dinginnya.
“Lo nggak sopan banget ya, habis nabrak Gue dan Lo langsung pergi gitu aja??” tanya Clarisa sebal, “Wah hebat banget! Seorang murid kesayangan guru guru sebab kepintarannya yang di atas rata rata, namun nilai attitude nya NOL!” seru Clarisa. Perkataan Clararisa sungguh memancing keributan dengan Pandu. Mata hitam pekat Pandu menatap Clarisa dengan tajam, dan seperti tak kenal rasa takut Clarisa juga membalas tatapannya dengan tajam. Clarisa bersedekap dada dengan wajah menantang. Ia ingin tahu, bagaimana cara Pandu yang di cap sebagai laki laki pendiam yang suka membaca buku itu akan membalas ejekannya.
“Bicara soal attitude, Lo harus ingat jika nilai raport Lo semester lalu itu dapat C!” ucap Pandu mengingatkan, “Dan ya... Seharusnya Lo tahu diri, sebab yang salah di sini itu, Elo. Kalau jalan itu fokus lihat jalannya, bukan malah sibuk main handphone. Sibuk sama siapa sih? Pacar playboy Lo itu?” tanya Pandu sinis.
Clarisa melongo mendengar ucapan Pandu yang menyalahkan dirinya dan mengikut sertakan kekasihnya. Mulut Clarisa terbuka ingin membalas ucapan Pandu, namun sebelum itu Pandu segera melangkah pergi meninggalkan Clarisa. Clarisa menggeram kesal sambil menghentak hentakkan kakinya. Perkataan Pandu benar benar memuatnya naik darah. Bisa bisanya mulut racunnya mengatakan hal seperti itu. Apalagi kini Clarisa hanya bisa menatap punggung angkuh Pandu yang pergi begitu saja.
“Dasar Cowok kutu buku, tunggu aja pembalasan Gue!” geram Clarisa. Menatap Pandu dengan penuh kebencian.
Sesampainya di kelas. Clarisa menghampiri bangkunya dan meletakkan tasnya di atas meja. Amarahnya sedang meletup letup saat ini. Pagi ini dia benar benar sangat kesal. Pacar Clarisa, yang bernama Fino, entah mengapa pagi ini tidak bisa di hubungi. Dan juga sebab insiden di koridor tadi yang ia bertabrakan dengan Pandu. Mulut angkuh Pandu membuat Clarisa semakin kesal.
“Pagi Clarisa!” sapa Difa, teman Clarisa. Difa menduduk dirinya di sebelah Clarisa sebab Difa adalah teman sebangku Clarisa. Difa juga merupakan Sahabat Clarisa. Tak mendengar jawaban dari Clarisa tentu membuat Difa mengerutkan dahinya.
“Eh eh, itu muka kenapa kok cemberut gitu?” goda Difa sambil terkekeh. Difa tentu tahu sifat dan karakter Clarisa.
“Lo jangan cari gara gara ya, Dif. Pagi ini mood Gue sudah hancur, jadi Lo jangan nambah nambahin” peringat Clarisa melirik Difa dengan lirikan matanya. Difa yang mendapatkan peringatan hanya bisa menahan tawanya. Namun ia memilih diam saja sebab takut jika Clarisa nanti malah ngambek kepadanya.
Mata Clarisa menangkap sesosok Pandu yang memasuki kelasnya tanpa melihat sedikitpun kepada Clarisa. Perasaan dongkol di dalam hatinya belum seratus persen reda, dan hanya melirik wajah Pandu saja membuat emosi Clarisa kembali mendidih.
Pandu dan Clarisa adalah teman sekelas di dua belas Mipa satu. Kelas unggulan yang hanya di tepati murid-murid pintar saja tentunya. Namun lain hal dengan Clarisa yang kurang pintar dalam pelajan, masuk di kelas unggulan merupakan suatu kebetulan saja bagi Clarisa. Dan karena ia sekelas dengan Pandu, maka dari itu Clarisa sangat tahu tentang bagaimana menyebalkannya seorang Pandu itu. Seorang murid laki laki yang menjadi panutan bagi seluruh murid di sekolahnya. Sebab Pandu adalah murid teladan yang selalu patuh pada peraturan sekolah. Dia juga seseorang yang sangat suka membaca buku. Buku di perpustakaan sekolahnya saja mungkin sudah hampir semua ia baca. Pandu juga selalu mengharumkan nama Sekolah dengan mengikuti berbagai lomba olimpiade.
“Lihat Pandu nya gitu amat?” ucap Difa yang secara tak sengaja melihat Clarisa terus saja menatap Pandu dengan tatapan tajam.
“Karena dia dalang utama penyebab hancurnya mood Gue pagi ini” jawab Clara dengan mencebikkan bibirnya.
“Pandu? Yang benar saja, Pandu bukan tipikal orang usil. Kenapa bisa dia yang buat mood Lo jadi buruk?” elak Difa yang tidak percaya, karena Pandu orangnya irit bicara. Dia juga selalu membaca buku di waktu luang. Jadi mana mungkin dia akan jail kepada Clarisa, karena hal itu akan buang buang waktu bagi Pandu.
“Lo kok belain dia??” tanya Clarisa, yang benar saja Difa adalah sahabatnya tapi dia justru membela Pandu. Sebenarnya yang jadi sahabat Difa itu Clarisa atau Pandu sih. Kekesalan Clarisa semakin meningkat karena ucapan Difa.
“Bukan maksud Gue belain atau gimana, tapi bagi Pandu waktu itu penting. Jadi untuk apa dia jailin, Elo.”
“Yang bilang dia jailin Gue siapa sih??” Difa ini benar benar sok tahu, Clara belum cerita apapun tapi Difa sudah ambil kesimpulan aja, apalagi yang di bela Difa malah Pandu.
“Terus dia ngapain dong?” tanya Difa heran.
“Mangkanya kalau orang lagi ngomong itu jangan suka di potong potong. Jadi salah paham kan,” ucap Clara sebal, “Jadi gini, tadi itu Gue lagi jalan di koridor. Terus pas di belokan sini Pandu malah nabrak Gue. Dan yang bikin Gue kesel adalah dia pergi gitu aja setelah nabrak Gue. Nah terus Gue cegah dong dia, Gue bilang kalau dia nggak sopan dan attitude nya nol. Tapi dia malah balas kalau attitude Gue jauh lebih buruk dari dia... Dan parahnya dia malah ngejek Gue nungguin kabar dari Fino karena main handphone terus. Ngeselin kan dia, Dif!” jelas Clarisa panjang lebar.
“Bentar bentar... Ini yang nabrak duluan Dia apa Elo?” tanya selidik Difa dengan memicingkan matanya.
“Ya—ya dia lah, masa Gue sih. Kan udah Gue jelasin kalau dia yang nabrak Gue!” kata Clarisa mencoba memojokkan nama Pandu. Padahal pada kenyataannya yang menabrak duluan adalah Clarisa. Karena dia yang tidak fokus kepada jalanlah yang membuatnya sampai menabrak Pandu. Dan membuat semua buku yang di bawa Pandu saat itu jadi jatuh berserakan.
“Ooh ya... Bukannya ini salah Lo sebab Lo main handphone hm” senyum Difa menyeringai penuh dengan selidik kepada Clarisa.
“Em, mana ada... Orang yang salah Pandu!” cetus Clarisa. Difa menyenggol pelan lengan Clarisa, temannya yang satu ini memang selalu saja memiliki kebiasaan buruk dengan memainkan handphone saat berjalan.
“Ih, Difa nyebelin banget sih!” sebal Clarisa. Bukannya membela Clarisa dia malah menyalahkan Clarisa terus. Kalau saja di sini ada Karin, Karin pasti akan memihak kepada Clarisa dan tidak akan memihak kepada Pandu tengil itu. Karin adalah Sahabat dari Clarisa dan Difa. Namun saat ini Karin sedang tidak masuk sekolah sebab ia ada urusan keluarga di kampung halamannya.
“Assalamualaikum Wr. Wb” suara salam terdengar saat Guru perempuan masuk dengan meneteng tas dan buku miliknya. Seluruh teman kelas Clarisa dengan serempak duduk di tempat masing masing. Mereka duduk dengan diam sebab mata dari Guru itu menyalang tajam menatap satu persatu kepda muridnya.
***
- Regards
NETmy
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE
Ficção AdolescenteAlkisah seorang remaja periang yang tumbuh dengan rasa penuh kasih sayang dan juga Cinta. Hidupnya terasa sangat sempurna meskipun tidak memiliki orang tua. Clarisa Mahewari... Itu nama yang di berikan Sang Kakek kepadanya. Sekalipun tak memiliki se...