Keesokan harinya
Bagi seluruh Taekwondoin yang berada dalam pondok pesantren akan mengikuti pelatihannya sesudah sholat ashar hari ini jelasnya pukul 15:40.
Saat ini Orlin sibuk mencari pinjaman Dobok atasan pada teman-temannya yang juga mengikuti ekstrakulikuler ini namun, sampai sekarang ia belum mendapatkan baju itu.
Pasalnya, Orlin termasuk salah satu santri yang mengikuti pelatihan ekstrakulikuler ini.
Ia benar-benar lupa untuk meminta kembali atasannya pada salah seorang temannya yang sedang izin pulang, yang mana telah meminjam baju atas serta sabuknya dikala ia sakit minggu lalu.
"Shucks!" umpatnya bergumam
Dikarenakan lelah mencari dengan hasil nihil juga tidak ada yang sakit atau izin kali ini, Orlin pun pasrah bila nanti ia terkena teguran atau hukuman dari pelatihnya.
Ia menyambung langkahnya yang sempat tertunda menuju lapangan dengan rasa berat dihatinya sebab, ia belum pernah sama sekali melanggar tentang tata tertib pakaian, bahkan ia patuh akan hal itu.
Hijab belang, tunik ungu selutut dan celana Dobok berwarna putih menjadi outfitnya sore hari ini.
Banyak tanggapan tidak enak dari mulut temannya yang tanpa rasa bersalah, untungnya Orlin tidak masuk hati dengan ucapan itu ia menganggapnya candaan semata.
Palingan ia hanya merespon "She's as usually"
Setelahnya mereka lanjutkannya dengan menggibah orang yang dimaksud dengan diawali "Ouh... dia itu---"
Berdosa tidak?
Lima menit menunggu sambil membicarakan seseorang dan bersenda gurau bersama, akhirnya tiga pelatih yang memakai pakaian lengkap itu memasuki lapangan dengan membawa box yang berisikan kick pad.
Diawali pemanasan dan mengelilingi lapangan besar sebanyak 7 kali hingga mulailah penambahan materi tendangan, istirahat serta prakteknya.
Cukup memakan banyak waktu.
Namun, saat giliran kaki Orlin yang akan menendang kick pad tersebut lebih dulu dijauhi oleh pelatih berhijab hitam, refleks tendangan Orlin pun meleset.
"Kenapa gak pakai seragam hm?" finish, apa yang ia takuti beneran terjadi saat ini.
"Lari keliling lapangan 7 kali" pelatih seolah tak mau mendengarkan alasan, ia menyuruh anak dibelakang Orlin untuk maju dan menendang kick pad.
Orlin mengangguk patuh lalu, kakinya segera berlari keluar area mengikuti perintah sang saboeum.
Salah seorang pelatih berhijab putih yang akrab dengan Orlin menggelengkan kepala melihat peserta didiknya yang terkena hukuman pondok juga hukuman dari teman sekaligus seniornya, jika hukuman pondok sudah biasa ia saksikan tetapi hukuman seperti ini first-time ia saksikan di indra penglihatannya.
Orlin tampak ngos-ngosan mengelilingi lapangan besar itu, "One more time!" ia menyemangati dirinya sendiri agar tidak tumbang.
Setelah itu ia memasuki lapangan guna mengikuti pendinginan bersama tanda berakhirnya pelatihan ini.
Seluruhnya berhamburan meninggalkan lapangan terkecuali Orlin yang dipanggil oleh pelatih berhijab hitam yang menghukumnya tadi.
Orlin menghampirinya lalu menundukkan kepalanya, ia rasa pelatihnya akan mengoceh atau marah atas kesalahan pakaiannya.
"Sekarang saya tanya kemana baju seragam kamu?" pandangan lurus kearah lawan bicara dan tangannya yang bersedekap dada menambah kesan menakutkan.
"Maaf, baju saya dipinjam minggu lalu karena saya sakit, dan sekarang saya lupa memintanya kembali" nada bicara yang sopan dengan posisi yang masih sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laid the Hope
Teen FictionSesuai dengan HR. Tirmidzi no. 2499 كل ابن ادم خطاء وخيرالخطاءين التوابون Semua manusia pernah berbuat salah. Namun, yang lebih baik dari yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat. Begitu juga dengan santri yang berada dimana saja. Orlin Kanair...