7. Difference

31 3 0
                                    

.
.
.
.
.

"Ke sini!" Astorio yang tengah terengah dengan keringat mengucur deras itu manatap sosok gadis diatas tribun yang tengah ia pahami gerak bibirnya. Dengan senyum kecil dan langkah lebar dia menghampiri Nara.

"Sendirian?" Astor duduk disampingnya, menjaga jarak sedikit jauh karena dia berkeringat. Dia cukup mengerti pasti perempuan tidak suka yang basah-basah apalagi keringat, bisa lebih parah kalau bau badan.

Nara mengangguk dengan wajah datar, bahkan senyum kecil belum gadis itu tampilkan sedari tadi.

Jutek banget, heran.

Astorio melirik air meneral ditangan Nara yang terus dia genggam. "Itu minumnya bukan buat gue?"

Nara mengerjap. "Kamu belum minum?" Aneh sekali saat Astorio meminta minum padanya, bukannya biasa juga ada Zea yang siap siaga untuknya. Itu juga yang membuat mood Nara menurun, dia berfikir kalau akan menyaksikan dua insan itu berinteraksi dengan intens didepan matanya langsung.

"Oh, bukan buat gue." Astor mengangguk perlahan seolah berkata 'jadi gitu..'

"Kalo aku nonton futsal aku selalu bawa air mineral, niatnya mau aku sedekahin buat yang main." Alibinya.

"Karena kamu belum minum, cairan tubuh kamu juga banyak keluar jadi aku kasih ke kamu." Nara menyodorkan minumnya ke Astor dengan penuh basa basi, diterima dengan baik oleh laki-laki itu, meski wajahnya kini jadi masam.

"Emm.. aku sering lihat kamu sama Zea, Zea juga yang kasih minum. Kenapa sekarang kamu malah ke sini?" Nara menunduk, sedikit segan karena belum terlalu dekat tapi sudah berani bertanya sepribadi itu.

"Eh, maaf aku terlalu lancang."

"Pengen aja, kan gue juga yang nyuruh lo ke sini." Astor meneguk hingga setengah botol, jakunnya yang bergerak naik turun membuat Nara salah fokus, kenapa cowok atlit begitu panas?

"Jakun gue lebih menarik kayanya." Mendengar itu Nara berdehem lalu membuang muka malu, Astor tertawa kecil, gak heran sih kalo ciwi-ciwi suka salting disampingnya, secara kan dia gantengnya seantero GHS. Huahahahaha!

"Jangan diketawain, aku ga sengaja tadi." Nara mencoba meluruskan, memang itu faktanya meski harus menanggung malu karena rona merah di pipi.

"Lo pacaran sama Aksa?" Memilih menyudahi aksi jahilnya, Astor mencoba kembali menggali informasi yang mungkin bisa menjadi petunjuk untuk langkah kedepannya.

Nara mendengus, kenapa sih kabar itu hangat terus? Kapan dinginnya? Kenapa gak basi-basi?

"Aku sama Aksa teman dari kecil, wajar kalo kita deket." Nara mendongak menatap iris gelap Astorio yang anehnya begitu memabukkan.

Astorio menatap Nara penuh binar, lalu berdehem singkat mengalihkan atensi Nara dari rona merah ditelinganya.

"Jadi gapapa gue deketin?" ucapnya lirih.

"Kalo kamu sama Zea?"

"Gue temenan sama Zea dari SMP." Astorio mendekat, sembari meremas botol air itu sampai tak berbentuk bentuk antusiasnya.

Matanya dengan tiba-tiba menelusuri wajah natural dengan sifat polos yang teramat to the point itu dengan intens. Gadis itu benar-benar memiliki pribadi yang membuatnya tertarik.

Selagi tatapannya menyelami irisnya yang seolah membuat Nara terhipnotis, tangannya terangkat menyentuh rona merah yang belum sepenuhnya hilang dengan jari telunjuknya. Sentuhan tiba-tiba itu terasa menyengat tubuh Nara, dengan tubuh yang berjingkat singkat tak sadar Nara memejamkan matanya. Tangannya beralih menyisipkan poninya ke belakang telinga dengan perlahan, Astorio yang melihat gadis itu terpejam menarik tangannya menjauh, dia menegak ludahnya kasar. Karena tak kunjung membuka mata dia berinisiatif meniup matanya.

Problematic SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang