Pada malam di hari yang sama, dalam keadaan kaki yang telah di obati dan dipakaikan perban sekali lagi, Rimu berbaring di kamarnya dalam diam. Jemarinya sibuk memainkan ponsel di tangan mengusap layar ke atas dan ke bawah, memperhatikan setiap postingan di media sosial yang tersedia di beranda nya.
Sesekali gadis itu melirik ke arah jam dinding, menunggu seseorang yang telah membuat janji padanya. Ya, Sakura.
Rencana awalnya Rimu lah yang seharusnya datang ke rumah gadis itu, mempertimbangkan lokasinya yang persis di sebelah rumahnya sendiri dan kepentingan dari pertemuan mereka. Namun, karena kaki ini ia bahkan tak bisa turun ke dapur seorang diri.
Ia ingat bagaimana dirinya tiba di rumah tadi sore, dengan kaki yang bengkak dan dalam keadaan di gendong oleh sang kakak.
Ibunya sempat mengoceh sedikit mengenai kecerobohannya, satu cara wanita itu menunjukkan kasih sayangnya. Tentu saja, perban yang sudah di pakaikan Fujiwara-sensei harus dibuka kembali saat matahari terbenam untuk diganti.
Syukur ibunya punya keahlian dalam perawatan keluarga dan sempat jadi bagian pengurus UKS di masa mudanya. Wanita paruh baya itu tahu satu dua hal mengenai kesehatan tubuh dan bagaimana mengubah rumput menjadi obat penghilang batuk.
Yang terakhir itu tidak benar-benar bagian dari kegiatan UKS, mungkin hanya hobi yang sempat didalaminya lalu berakhir lebih berguna dari yang lain.
Dengan bantuan kakaknya, ia berhasil bergabung untuk makan malam. Sesi introgasi ketiga terjadi lagi saat si ayah pulang dan bergabung ke meja makan. Rimu hanya bisa menghela nafas lelah dan menceritakan seadanya-- minus tentang glitch, karena ia sendiri masih meragukannya.
Ditengah keasikannya sendiri, pintu kamar tiba-tiba diketuk dan membuatnya terduduk seketika di kasur. Gadis itu merapikan rambutnya yang acak-acakan dan membenarkan bajunya dengan cepat.
"Masuk."
Pintu kamarnya pun terbuka sedikit, menampilkan Rito dan Sakura yang mengintip dari sela pintu yang terbuka. Rimu memang sudah mengekspetasikan kedatangan Sakura, tapi kemunculan ujung hidung Rito membuatnya mengkerutkan dahi.
"Kata Sakura-nee cuma aku yang boleh ikut." Rimu membuat gerakan tangan mengusir "Laki-laki tidak boleh lihat."
Rito mengkerut lalu melihat ke arah Sakura dengan tatapan memohon. Ia sudah tahu Sakura akan datang malam ini untuk menemui adiknya, entah urusan apa yang ingin mereka bahas sebegitu rahasianya sampai-sampai dirinya, yang merupakan kekasih Sakura tidak boleh ikut bahkan menguping sedikitpun.
Urusan perempuan? Yang benar saja.
"Maaf ya Rito, tapi kali ini aku benar-benar harus bicara dengan Rimu-chan." Tutur Sakura dengan pose maaf.
"Kenapa? Aku pasti bisa membantu juga." Balas Rito masih mencari cela untuk dirinya masuk.
"Tidak boleh, jika kau ikut maka semuanya akan sia-sia." Sakura menggeleng keras.
Memangnya ada apa sih?. Rito melirik ke arah adiknya yang sedari tadi cuma memandangi mereka, namun ketika mata nya bertemu, Rimu membuat ekspresi mengejek yang sama dengan yang ditunjukkannya di stasiun pagi ini.
Melihat ke arah Sakura lagi, akhirnya Rito menyerah dan membiarkan kekasihnya itu memasuki kamar Rimu seorang diri sementara dirinya nya menutup pintu. Pemuda itu berjalan menuju ke dapur dan mulai membuat sesuatu. Sesuatu yang bisa memberinya kesempatan untuk masuk di tengah pembahasan mereka meski cuma beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of The Night Sky
FantasyHanabu Rimu selalu membatasi dirinya sendiri dalam segala hal, "tak ada yang lebih baik dari pada rumah"--begitulah ia menjawab setiap di ajak jalan oleh teman-temannya. Ia sudah merencanakan segala hidup nya dengan gaya seperti itu, setidaknya...