5.LOST•

24 2 0
                                    


Adeline baru saja pulang sekitar pukul sepuluh pagi. Pertanyaannya tidak dapat jawaban dari Mahesa maupun Harsa. Kedua pria yang sudah jadi sosok orangtua keduanya itu memilih bungkam karena bukan ranah mereka untuk membongkar masa lalu dari sang bunda, Aruna Bahari.

"Darimana kamu? Kenapa baru pulang?" Well, itu suara wanita paruh baya yang sering jadi bahan overthinking Adeline.

Gadis itu menghela napas sebentar, sebelum berbalik menatap sang bunda yang menatapnya intens, menunggu jawaban sang anak.

"Nginap di rumah Dada dan Daddy. Semalam mau bilang tapi keasikan ngobrol, jadinya lupa," jawab Adeline, singkat, padat dan jelas.

Aruna terlihat berbeda hari ini. Seperti sedang tidak dalam suasana hati yang bagus.  Entahlah, Adeline sudah terbiasa dengan sikap Aruna yang kalau menurutnya seperti ibu tiri saja. Walau sebenarnya ada beberapa perlakuan Aruna yang menunjukkan kasih sayang padanya, tetap saja itu hanya dua puluh persen dari total seratus persennya.

Bahkan, kalau dibandingkan, perlakuan Mahesa dan Harsa jauh lebih mencerminkan orangtua yang sepantasnya. Apa mungkin karena mereka lebih menginginkan kehadiran anak yang tentu saja mustahil kalau tidak adopsi atau melalui rahim pinjaman?  Ah entahlah, Adeline pusing sendiri. Maka, gadis itu memilih untuk berlalu menuju kamarnya.

"Siapa Arthur?"

Pertanyaan Aruna, berhasil buat putri bungsunya berhenti di anak tangga kedua. Darimana pula ibunya bisa tahu tentang Arthur?

"Maksud bunda?"

"Jangan pura-pura ga tau, Adeline. Kamu lupa? Kalau bunda punya cctv yang bisa kasih informasi tentang kamu kapan saja?"

Adeline meneguk ludahnya kasar. Tidak menyangka kalau bisa secepat ini rahasianya terbongkar.

"Ada apa ini?"

Suara Yesaya, berhasil selamatkan Adeline dari ketegangan tadi. Ayahnya itu terlihat lelah usai bermain golf, jadwalnya tiap akhir pekan memang seperti itu.

Aruna melirik suaminya tanpa minat, sebelum kembali menatap Adeline dengan intens.

"Bukan urusan kamu. Ini urusanku sama putrimu yang sudah berani pulang pagi," balas Aruna, buat Yesaya menghela napas lelah sebelum berjalan mendekat.

"Bukannya sudah sering begitu? Kamu ga lupa kan kalau anak kita model? Pekerjaannya pasti berat, biar istirahat dulu, bukan kamu marahin kayak gini. Adel ke kamar gih! Nanti Ayah bawakan buah yaa," kata Yesaya, tatap sekilas istrinya yang terlihat makin kesal. Sementara Adeline bersorak dalam hati. Meski sedikit kaku, ayahnya selalu jadi penyelamat kalau ia sudah akan kena omel Aruna.

Tok tok tok

Suara ketokan pintu, alihkan fokus Adeline dari iPadnya. Gadis itu sedari tadi sedang sibuk buka instagram pribadi milik ibunya, guna mencaritahu hubungan masa lalu antara ibunya dengan Andra Baskara.

"Masuk aja!" ucapnya, enggan alihkan fokus dari benda pipih itu.

Ceklek

"Adek lagi apa?" Yesaya bertanya, usai letakkan sepiring buat stroberi di atas nakas.

"Ga ada, Yah. Lagi ngecek jadwal aja kok, btw makasih buahnya yaa Ayah," balas Adeline, memilih untuk mengunci iPadnya.

Yesaya tersenyum, sebelum elus lemput puncak kepala putrinya.

"Anak ayah sudah besar yah sekarang? Padahal dulu tiap mau pemotretan selalu nangis minta ditemani, sekarang sudah bisa sendiri yaa," Yesaya sedikit bernostalgia. Adeline ini sudah jadi model sejak umur sepuluh tahun, dulu sekali sebelum adanya Rara yang jadi managernya, ia selalu ditemani Yesaya tiap pemotretan, kalau tidak ada Yesaya ia pasti akan menangis karena takut sendirian.

Keduanya terkekeh. Entah mengapa, Adeline bisa lihat raut sedih yang terpancar dari wajah ayahnya. Meski sudah tidak muda lagi, seorang Yesaya Abimanyu masih saja terlihat tampan. Kalau yang tidak tahu umurnya sudah 40 tahun, sudah pasti mengira kalau Yesaya baru 30 tahun, diakarenakan muka baby facenya.

"Ayah kenapa? Ada masalah kah di kantor?" Adeline ini suka sekali bertanya demikian tiap melihat raut sedih atau lelah dari wajah ayahnya, ia memang lebih dekat dengan Yesaya ketimbang Aruna yang notabene adalah ibunya. Mungkin karena sikap Aruna yang lebih tegas dan selalu harus tentang aturan dan kedisiplinan, makanya ia sungkan dan takut.

Yesaya menggeleng, tapi merentangkan tangannya sebagai isyarat kalau minta dipeluk.

Adeline menyambut pelukan Ayahnya, hangat dan selalu nyaman. Sama seperti saat ia memeluk Arthur atau Jeremy, sang kakak.

"Ayah sayang sekali sama kamu, Nak. Kamu harus bahagia selalu yaa, ayah akan selalu dukung keputusan kamu. Ingat itu!"

Adeline mengangguk saja sebagai jawaban, bingung sekaligus terharu dengan ucapan Yesaya barusan. Entahlah, ayahnya sulit ditebak.

"Adek juga sayang sekali sama Ayah. Jangan lupa bahagia terus yah Ayah, adek janji akan megusahakan kebahagiaan untuk ayah juga," balasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang