Sisi penulis : Lalisa Betari Nawang

1K 139 21
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Side Story tokoh utama.













Beberapa orang selalu punya sesuatu yang menjadi kesukaan mereka, seperti makanan favorit, minuman favorit, warna favorit, baju favorit, sepatu favorit atau bahkan manusia favorit. Sifat alamiah manusia ketika mereka menyukai sesuatu, mereka akan menjaga, memiliki dan merawatnya dengan baik. Terkadang pula, terobsesi.

Dalam bagian itu, sebenarnya, untukku pribadi. Tidak seperti mereka.

Aku tak punya sesuatu untuk difavoritkan. Aku menyukai beberapa makanan dan membenci beberapa lainnya. Namun, tak setiap hari aku ingin memakan makanan yang aku suka.

Aku memiliki beberapa pakaian yang bagiku nyaman dan keren ketika kugunakan. Namun, tak melulu jua aku ingin mengenakan mereka setiap waktu. Warnaku adalah cokelat, aku suka melihat warna itu karena membawa ketenangan. Tapi, disaat disuruh memilih. Hitam seringkali kujadikan tolak ukur untuk barang-barangku. Putih akan menjadi pilihanku untuk warna dinding rumah dan merah muda terkadang cukup menyenangkan untuk dilihat. Terdengar tidak konsisten, tak apa. Mataku dibuat untuk melihat warna dan aku masih bersyukur dapat melihat mereka.

Aku punya beberapa teman, cukup banyak. Tak terhitung mungkin jumlahnya. Dari satu tempat ke tempat lain, dari masa sekolah hingga ke dunia pekerjaan yang sibuk ini. Jika ditanya berapa banyak sahabat yang aku punya, itu hanya satu. Bukan juga manusia favorit karena dia juga tidak menjadikanku sebagai manusia favorit di dalam hidupnya.

Namanya Selgia Handoko, kami punya satu pemikiran yang sama. Terkadang konyol, terkadang serius, terkadang terlihat seperti dua orang yang sedang berpacaran, kata orang-orang. Tentu saja. Kami berdua jijik untuk mengakui. Meski Egi, nama kecilnya, seringkali bersikap seolah dia cocok menjadi dominan di depanku. Mohon maaf saja, aku juga tak sudi terlihat seperti kekasihnya.

Kami saling mengerti, itulah mungkin alasan mengapa aku menerima bahwa kami bersahabat. Kami berdua tidak menginginkan waktu satu sama lain, kami tidak saling mengganggu, kami tidak saling iri. Ketika Egi memiliki kekasih, maka aku bilang selamat padanya. Tak ada perasaan semacam temanku di curi oleh orang lain. Kami juga tidak saling bertengkar ketika salah satu dari kami sibuk sendiri. Bagiku waktu sendiri adalah yang terpenting dan Egi memiliki pemikiran yang sama. Kami akan datang menghampiri satu sama lain ketika kami setuju, dan kami akan berbicara panjang lebar setelah itu.

Egi tak pernah memaksakan pendapatnya padaku, juga tak pernah menyuruhku untuk menjadi sesuatu yang baik bagi dirinya. Inilah kenapa, sekali lagi. Aku setuju tentang kata sahabat diantara kami. Tidak ada yang ingin terlihat paling unggul, tak ada yang membicarakan seseorang di belakang, tak ada yang memaksakan salah satunya harus selalu ada. Dan ketika diriku atau dia tidak ada disaat salah satu dari kami terkena masalah. Kami tidak menuntut harus selalu menjadi yang utama.

Pertanyaan seperti 'bagaimana keadaanmu sekarang?' Itu saja sudah cukup. Dan perlakuan manis seperti ini selalu ada diantara kami.

Aku tidak menjadikan Egi sebagai manusia favorit, karena batas suka pada sesuatu yang kupunya selalu berada di jalur yang sama. Egi mengerti, karena dia juga begitu. Kami tak pernah menomorkan satukan hal-hal tertentu selain diri kami sendiri. Egois? Tidak juga. Konsepnya mungkin terdengar seperti itu tapi, maknanya bagiku sama dengan memperluas ruang napas diri sendiri.

Rebirth : PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang