3

0 0 0
                                    

Tok! Tok!

Melyn dan Steven menoleh bersamaan. Wajah Steven menegang. Siapa yang mengetok pintu di pagi hari?

"Siapa, ya? Biasanya aku tidak pernah kedatangan tamu." Steven mengacak rambut Melyn sebelum keluar untuk membuka pintu.

Melyn menggigit bibir bawahnya. Ada perasaan khawatir mengingat dia dan Steven berada satu atap tanpa ikatan apapun diantara mereka.

Padahal jika bersama para 'kliennya' dia malah menikmati pekerjaannya. Membuat perjanjian yang ditandatangani oleh kliennya langsung. Walaupun pekerjaannya tergolong dalam pekerjaan yang hina. Tapi dia harus bermain cerdas. Dia bukanlah tipe wanita yang bo-doh dan gi-la u-ang.

Melyn masuk kedalam kamar mandi. Dan berlama-lama di sana.

==============================

Steven mengintip lubang di pintu. Hanya terlihat topi yang dikenakan seseorang.

Cklek!

Pintu terbuka. "Kenapa lama sekali kau membuka pintunya?" Seorang wanita memakai topi dan membawa koper besar menghambur masuk.

Steven tercengang. Kakaknya pulang. Sudah hampir dua tahun kakaknya tidak pernah pulang.

"Kenapa kau tidak mengabari ku jika kembali? Aku bisa menjeputmu." Steven membantu menarik koper besar kakaknya.

"Oh, itu pasti akan membuat pria tua itu murka! Lebih baik aku pulang diam-diam."

Stephani terlihat meng-endus sesuatu. "Bau apa ini? Apa kau sedang memasak?"

"Astaga!" Steven segera berlari ke dapur dan mematikan kompor. Tiga buah sosis dan 2 buah telur gosong.

Dia tampak lemas. Pada itu adalah persediaan makanannya di dalam lemari es.

"Kau memasak sosis? Bukankah kau tidak menyukainya?" Stephani menunjuk-nunjuk panci penggorengan. " Aku tidak mau tahu kau harus membersihkannya. Aku akan pergi ke kamarku."

Steven dengan panik mengangkat panci penggorengan itu lalu memasukkannya ke dalam wastafel.

Stephani membuka pintu kamarnya. Dia meletakkan tas selempangnya di meja. Dia terkejut mendapati tempat tidurnya berantakan dan ada sepatu wanita dibawah ranjang.

Dia tampak panik, matanya terbelalak melihat bajunya juga hilang satu di lemari pakaiannya.

Melyn keluar dari kamar mandi. Dia sama terkejutnya saat melihat ada wanita yang tengah memelototinya.

"Siapa kau? Berani-beraninya berada di kamarku dan--memakai bajuku." Wanita itu menunjuk baju yang dipakai Melyn.

"Ma--maafkan aku, aku--"

"Dia pacarku, Steph." Steven segera menarik Melyn kedalam pelukannya.

Mulut Stephani membuka sangat lebar. "Sejak kapan kau punya pacar, dan kau tidur seranjang dengannya?" Lagi-lagi Stephani dibuat shock oleh tingkah adiknya.

Dia pulang ingin membuat kejutan tapi malah dia sendiri yang sangat-sangat terkejut.

"Oh, ayolah Steph! Aku punya kamar sendiri. Dan kamar ini kosong. Jadi aku menyuruhnya tidur di sini, di kamarmu."

Stephani duduk di ranjang. "Baiklah, terserah apa katamu. Lalu siapa pacarmu ini?"

"Dia Melynka."

"Apa?!" Stephani kembali berteriak. Dia berdiri lalu menghampiri Melyn.

Melyn mengerjapkan matanya. Apa kakak Steven selalu membuat suara lengkingan?

"Jadi kau wanita yang selalu diceritakan Steven." Stephani mengguncang pundak Melyn. "Kau tahu, sejak dia pindah dari SD kalian waktu itu dia menjadi tidak nafsu makan. Kadang sehari hanya makan 1 kali. Kadang dia hanya makan roti dan susu. Berat badannya turun drastis. Aku sangat prihatin."

"Tapi berkat itu, tubuhnya menjadi lebih baik sudah tidak seperti ba-bi lagi."

Melyn hampir tertawa. Kakaknya saja mengatai adiknya mirip ba-bi.

"Ma-maafkan aku. Aku sudah sangat tidak sopan membuat berantakan isi kamarmu. Aku akan bantu membereskannya."

Krucukk!

Steven dan Stephani tertawa terbahak-bahak mendengar suara perut Melyn. Melyn memegangi perutnya malu.

"Kau lapar? Aku juga. Ayo, kita makan di luar saja! Aku tidak mau Steven mengacaukan dapur lagi, bisa-bisa kau membakar apartemenku."

"Haha-- Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja." Stephani memi-ting leher Steven lalu memu-kulnya.

Oh, jadi ini apartemen kakaknya. Ucap Melyn dalam hati.

=============================

Mereka bertiga makan di restoran keluarga. Melyn makan dengan sangat lahap. Steven menatap intens gadis itu.

"Lalu, kenapa kau tiba-tiba kembali Steph, katamu tidak akan kembali sebelum menjadi desainer terkenal?"

"Aku tiba-tiba memikirkan mu. Tenang saja aku sekarang bekerja disebuah perusahaan mode yang lumayan terkenal. Dan gajiku juga sangat besar."

"Apa kau tidak akan mengunjungi ibu? Temuilah walaupun sebentar. Dia pasti sangat bahagia."

Stephani berhenti mengunyah makanannya. Dia seperti memikirkan sesuatu. "Kau tahu, sampai saat ini dia masih menanyakan mu. Terakhir kali aku bertemu, tubuhnya terlihat kurus."

"Akan aku pikirkan nanti. Hei, kau tidak memberitahuku bagaimana kalian bertemu? Dan kenapa tanganmu diperban."

Melyn melipat bibirnya. Ada raut panik di wajahnya. Semoga Steven tidak membicarakan hal yang terjadi tadi malam.

"Ini. Aku terkena kuah mi instan dari pelanggan tadi malam saat di minimarket. Dan aku bertemu Melyn disana. Dia yang mengobati ku." Steven tersenyum.

Melyn lega. Steven sama sekali tidak menyinggung tentang hotel.

"Kalian bertemu tadi malam? Dan katamu dia pacarmu. Heh, cepat sekali, ternyata adikku sudah dewasa." Stephani tertawa mengejek.

"Tentu saja. Untuk apa berlama-lama. Aku tidak ingin kehilangan dia lagi." Steven menatap wajah Melyn. Pipi gadis itu memerah.

Hah, pacar? Bahkan Steven belum menembaknya. Yah, walaupun Melyn sangat tahu jika Steven begitu menyukainya. Tapi entah mengapa Melyn masih meragukannya.

"Steve, aku akan bekerja hari ini. Pasti Lia sedang mengomel sekarang."

"Oh, iya. Ini ponselmu. Maaf aku belum sempat mengembalikannya."

Melyn menerima ponselnya dengan heran. Dia membuka notifikasi pesan. Dari Lia. Temannya itu berterimakasih karena ada ua-ng masuk ke rekeningnya. Melyn menaikkan alisnya. 1juta? Kenapa banyak sekali. Melyn menatap Steven. Pasti dia yang mengirimnya.

Lia juga berpesan agar dia menikmati waktu cutinya lebih lama. Melyn memasukkan ponselnya ke dalam tas. "Aku sudah selesai makan. Aku harus pulang ke rumah. Terimakasih banyak makanannya." Melyn berdiri dari duduknya.

"Tunggu Melynka, aku akan mengantarmu! Steven menarik tangan gadis itu.

"Ya, aku akan mengambil mobilku." Stephani meneguk minumannya lalu berjalan menuju meja kasir.

==============================

Melyn heran melihat pintu gerbangnya terbuka. Dia segera keluar dari mobil dan tergesa-gesa memasuki halaman rumahnya.

Steven dan Stephani berjalan dibelakang gadis itu. Mereka berdua saling berpandangan. Melihat pintu depan juga terbuka.

"Ayah, apa yang ayah lakukan disini?"

Teriakan Melyn membuat kedua kakak adik itu memasuki rumah tanpa permisi.

Wanita kelamku 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang