1

0 0 0
                                    

Satria buru-buru memakai celananya saat ponselnya berbunyi. Ada nama Mama muncul di layarnya. Matanya membesar saat membaca pesan.

"Sat, kau mau kemana?" Melyn menggeliat. Tubuhnya masih ditutupi selimut.

"Aku harus pulang, istriku sudah melahirkan." Satria bergegas memakai baju dan sepatu. Dia menyambar jas di sebelah pintu.

Melyn memanyunkan bibirnya. "Tapi Satria kita belum finish." Suaranya terdengar manja.

"Aku akan mentransfer segera!" Satria mengambil tasnya lalu membuka pintu.

Melyn menyeringai. Bagaimana bisa finish jika membangunkannya saja susah. Sudah dua hari mereka mencobanya dan sama sekali tidak berhasil.

Melyn mengambil ponselnya. 10 juta. Dia tersenyum senang. Ua-ng yang sangat banyak. Paling banyak yang dia hasilkan selama satu bulan ini.

Melyn mengambil pakaiannya dan memakainya perlahan. Dia berdiri didepan cermin dan menyapukan lipstik pada bibirnya.

Dia memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu keluar dari kamar.

Melyn masuk kedalam lift yang menuju lobby hotel dilantai 1. Dia tidak memperhatikan ada laki-laki yang mencuri-curi pandang padanya.

Melyn menuju ke resepsionis. Lalu mengeluarkan dompetnya.

"Sudah dibayar, nona."

Melyn menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju pintu keluar. Dia menuju minimarket yang tidak jauh dari hotel tempatnya menginap.

Melyn melihat jam ditangannya. Pukul 11 malam. Dia mengambil beberapa cup mi instan, roti dan minuman. Melyn membuka tutup botol minuman lalu meminumnya. Dia menuju kasir untuk membayar belanjaannya dan meminta penjaga kasir untuk membuatkan mi instan.

"Terimakasih." Melyn menerima mi dan sekantung belanjaannya. Dia memutar tubuhnya.

"Aww!"

"Oh, astaga! Maafkan aku."

Seorang pria berlari menuju toilet sambil memegangi tangan kanannya. Melyn menunggunya di luar. Dia sangat panik. Dia tidak sengaja menumpahkan cup mi instan dengan air panas di dalamnya. Melyn menggigit bibirnya.

Seorang petugas kasir membawa kotak p3k. Melyn menerima kotak itu. Setelah beberapa menit laki-laki itu keluar dari toilet. Pergelangan tangannya tampak memerah.

"Maafkan aku. Biarkan aku mengobati mu." Melyn mengeluarkan tisu, perban dan salep luka.

"Melynka?"

Melyn menoleh. Ada tanda tanya dimatanya.

"Aku Steven. Teman SD mu."

Melyn mencoba mengingat. "Maafkan aku. Aku benar-benar lupa." Melyn mengoleskan salep ke pergelangan tangan Steven, lalu membalutnya.

Steven tersenyum. Lalu mengeluarkan sebuah foto didalam dompetnya. Foto satu kelas saat SD. Steven menunjuk anak laki-laki gemuk yang dic-ubit seorang gadis. Melyn memperhatikan foto itu.

Gadis yang menc-ubit itu adalah dirinya. Dan laki-laki gemuk itu malah tertawa lebar. Melyn menatap Steven tidak percaya.

"Benarkah ini kau? Kenapa sangat berbeda?" Melyn tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Karena Steven yang berada di depannya sekarang adalah laki-laki yang tinggi dan tampan.

Melyn melihat seragam Steven. Tawanya terhenti. Steven memakai seragam hotel tempatnya menginap.

Deg!

Apakah Steven tahu jika Melyn sempat menginap di hotel itu? Tanyanya dalam hati.

"Tenang saja. Aku tidak akan bertanya apapun." Steven seakan tahu isi hati Melyn.

Tiba-tiba pertemuan yang menyenangkan itu menjadi canggung.

===========================

"Maafkan saya, Tuan. Tuan muda sepertinya pergi keluar. Dan dia belum berganti pakaian." Seorang pria membungkukkan badannya.

"Oh, astaga! Kali ini apa yang dilakukannya. Aku menyuruhnya membantu pekerjaan di hotel. Tapi bukan menjadi cleaning service juga."

"Sudah berapa lama dia bekerja?"

"Hampir 3 bulan, Tuan."

Pria itu menghembuskan nafas. "Lalu apakah karyawan yang lain juga tahu?"

"Ya, Tuan. Tidak ada yang berani memerintahnya. Tapi Tuan muda yang meminta pekerjaan."

Pria itu memijit pelipisnya.

=============================

"Ayah dan ibuku bercerai. Lalu aku ikut nenekku. Dan dia sudah meninggal saat aku kuliah."

"Sebenarnya aku bekerja di cafe. Kau tahu jika di cafe banyak sekali pria yang mempunyai keluhan tentang keperka-saan?"

Steven mengangguk.

"Itu adalah pekerjaan sampingan ku yang lain." Melyn menyuapkan roti ke dalam mulutnya. Perutnya sangat lapar.

"Tenang saja, aku masih pe-rawan." Melyn tiba-tiba membisikkan kata itu ditelinga Steven.

Steven menggenggam tangan Melyn. "Apakah kau sangat kekurangan ua-ng?"

"Haha-- Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku baik-baik saja. Lihatlah aku tidak kurus. Dan nenekku meninggalkan ua-ng pensiunnya untukku."

"Menikahlah denganku."

Senyum Melyn memudar. Dia menarik tangannya dari genggaman Steven.

Wanita kelamku 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang