Bab 1

214 11 0
                                    

Jendela yang tidak sepenuhnya tertutup membuat hawa dingin dari luar masuk perlahan. Tidak lama sinar matahari mulai mengintip malu-malu dari sela jendela menerangi kamar.

Seorang laki-laki remaja terlihat masih betah menempel di ranjang kamar. Enggan bangun. Alarm pun berbunyi menunjukkan waktu pukul 05.30 pagi. Tangannya yang seakan tidak memiliki tenaga mematikan alarm dengan lemas.

Tubuhnya ia paksa untuk bangun, menapakkan kaki pada lantai kamar. Berjalan terhuyung-huyung dengan rambut acak-acakan menuju kamar mandi yang berada di lantai bawah. Sesekali mengucek matanya yang masih terasa berat.

"Pagi cowok kesayangannya mamah" Sapa wanita yang tengah sibuk memasak itu lembut.

Ia adalah Indah,mama Deva. Indah tampak memakai celemek hitam bunga-bunga favoritnya,sibuk memasak sedari tadi. Tangannya gesit menangani kegiatan di dapur.

"Em,pagi mah" Deva balas menyapa, tersenyum dengan mata terpejam.

"Hati-hati loh,nanti nabrak" sebuah suara rendah pria memasuki pendengarannya, mengingatkan.

"Aduh,sakit pah" Deva memegang dahinya yang terasa pening setelah di sentil oleh papanya. Akibatnya matanya kini terbuka dan rasa kantuknya hilang.

"Cepet mandi,sarapan. Nanti telat kamu" Ardi,papa Deva memberitahu. Berjalan ke arah meja makan kemudian menyesap kopi pagi nya.

Indah yang memperhatikan tersenyum. Beralih memindahkan masakannya ke meja makan.

Deva segera melenggang ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat. Eh, sarapan dulu biar siap menghadapi kenyataan.

"Anak cowok mandinya lama kayak gadis aja kamu" Papa Deva berkata dengan nada mengejek. Istrinya yang berada di sampingnya mengangguk-angguk setuju, sedikit tertawa.

Deva yang tadi akan memasukkan nasi ke mulutnya urung, cemberut mendengar perkataan dari papa nya itu di tambah mamanya malah setuju.

"Papah sama mamah itu nggak tau, sebelum mandi musti ada ritual wajib" Deva menjelaskan.

"Ritual apa? ngusir setan di kamar mandi?" Papa Deva tertawa.

"Nggak tau yaudah" Deva segera menghabiskan sarapannya. Masih cemberut, asal mereka tau aja ya tadi dirinya di kamar mandi sudah punya gambaran dan rencana di masa depan.

"nggak usah ngambek,malah kayak cewek. Itu susunya diminum" Indah berkata. Kata-katanya malah membuat Deva semakin cemberut.

'Siapa yang ngambek' Deva berkata dalam hati.

"Mah,Pah,Deva berangkat" Pamit Deva, mencium punggung tangan orang tuanya bergantian.

"Ini bekalnya, dihabiskan ya nak" Indah menyerahkan kotak makanan. Deva hendak menerimanya,namun langsung di ambil oleh papanya.

"Hadap sana,biar papa aja yang masukin ke tas" ujar Ardi tersenyum. Matanya beralih melihat punggung anaknya. Tidak terasa anaknya sudah dewasa, tangannya kemudian ia usap lembut ke punggung Deva, memberi semangat.

Deva berbalik,senyum di mulutnya dengan cepat melengkung ke atas. kepalanya sengaja menunduk,tidak ingin orang tuanya tahu bahwa ia sedang tersenyum. Ada 2 alasan ia melakukannya.

Pertama,dia baru saja ngambek berapa saat lalu dan sekarang hatinya senang. Moodnya mudah sekali berubah seperti perempuan yang sedang mengalami masa peroid. Takut papanya mengatai nya seperti itu. Dan moodnya akan turun lagi, seperti cew-

Cukup!

Alasan kedua,kalian boleh menebaknya sendiri.

Ardi dan Indah mengantar Deva sampai depan pintu kafe. Ya rumah mereka menjadi satu dengan kafe. Rumah mereka bertingkat. Kafe berada di lantai bawah, sedangkan di lantai atas digunakan sebagai rumah atau tempat mereka tinggal. Dapat terbilang cukup luas untuk ukuran rumah serta kafe mereka.

Obsesi Noah DevaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang