Suara denting jam di ruang tamu. Menambah kesan sunyi di malam hari, angin sepoi datang lewat jendela yang terbuka. Meniup tirai dan membuat nya menari. Tiada seorang pun yang terlihat, hanya kerlap cahaya dari hp yang masih menyala di atas sofa. Malam itu, keheningan yang berkuasa.
Prangg!!
Suara kaca pecah dari vas yang terjatuh, menghilangkan kesunyian di rumah itu. Nampak, wanita yang tengah di seret oleh seorang pria sambil menuruni anak tangga. Tangan kanan pria itu menjambak rambut dari si wanita, sedangkan tangan satunya memegang cambuk yang sudah ada sedikit darah. Dia menuruni setiap anak tangga dengan wanita itu, ketika anak tangga itu habis. Dengan kasar dia menghempaskan wanita tadi. Hingga Sang wanita terkapar lemas di atas lantai kotor, sekujur badannya penuh dengan luka bekas cambuk kebiruan, tubuhnya tak kunjung berhenti bergetar. Tapi pria dengan cambuk, menendang kepala sang wanita, terus-menerus, sampai di pintu masuk rumah tersebut. Tidak hanya itu, pria itu melayangkan cambuk nya.
Cak! Cak! Cek! Cak! Cek!
Di cambuknya sang wanita Dengan kuat, lalu di tendang pinggang ramping si wanita. Kembali di cambuk lagi, lagi lagi dan lagi. Sampai wanita itu sudah tak bergerak. Sang pria berhenti, kemudian jongkok dan kembali menarik rambut wanita itu, lagi. Wajah si wanita kusam, penuh darah dengan mata yang membengkak. Ia melepaskan dan kembali menendang kepala si wanita layaknya bola. Kemudian ditinggal kan tubuh yang terbaring itu, menuju lantai atas.
"Hik.s-hiks"
Tak lama pria kejam itu pergi, isak tangis seseorang mulai terdengar, lirih. Sang wanita mengangkat kepala. Melihat, ternyata di sudut gelap ruang tamu, di dekat tiang rumah, ada anak kecil yang meringkuk sedang menangis sambil menatap ibunya yang terkapar jauh di sebelah pintu masuk. Sementara si wanita segera menaruh jari telunjuk di bibir pucat nya. Men-isyaratkan agar si anak tetap diam. Anak kecil yang tengah menangis, hanya menutup mulut dengan tangan mungilnya. Pria tadi datang lagi. Kali ini dengan pisau di tangan nya.
Dia kembali berjongkok, selanjutnya dia memegang lembut dagu dan menatap mata si wanita. Terlihat dari mata wanita itu perasaan takut seolah ingin lari dari pria di hadapannya. Tubuh lemah nya bergetar lagi, dan itu malah menarik niatan dari sang pria, untuk segera melakukan niat nya.
"Apa sekarang kau akan berani melawan ku lagi? Hm"
Pria itu berdengum, tersenyum gila. Dia kembali berdiri, lalu mengangkat pisau itu, siap menerkam tubuh yang berbaring itu. Tiba-tiba, anak kecil di sudut gelap tadi, segera bangkit lalu berlari dan langsung meringkup kaki si pria. Sontak sang pria berbalik, menatap anak kecil di bawah nya. Tanpa belas kasihan, pria tersebut, menendang perut si anak hingga terhempas kembali ke tempat awal ia berada, anak kecil itu hanya bisa menatap sayu sang ibu yang kini tak bergerak lagi, jari mungil si anak menunjuk ibu nya. Seraya berkata.
"Ibu..... i-bu"
Samar samar dirinya melihat, bahwa pria tadi mulai melayangkan pisau. Brak!! Seperti ada benda yang terhempas, apa itu pintu yang didobrak atau cuma guntur di langit. Entahlah, matanya sudah tertutup sempurna.
...
"Na!!!"
Sorakan keras itu langsung membuka lem mata dari si cewe yang tengah tertidur. Tentu saja dia terbangun, memalingkan muka, dan melihat sosok yang sedang berdiri di sampingnya.
"Lo mimpi lagi? Ya"
Sambung sosok di sampingnya, cewe yang tertidur mengelap bekas air mata nya menggunakan tangan.
Terdiam sejenak. Masih memikirkan soal mimpi tadi."Lo udah aman, Na. Ngak perlu takut lagi kalau ayah lo datang kesini, dia sekarang di penjara. Ada aku juga kok, yang bakal lindungin kamu dari dia".
Mendengar apa yang barusan di katakan oleh si sosok. Membuat hati cewe ini merasa rileks dan aman. Kemudian dia tersenyum ke arah sosok di sampingnya.
"Iya, Lus." Ucap si cewe, pelan.
Tulus Lega Arsenal. Satu-satunya cowo yang merakak Ana dalam rasa aman. Sehingga cewe itu selalu merasa aman dari ancaman ayahnya sendiri. Ana Yunasella, anak cewe yang selalu takut di tinggalkan. Karena di masa lalu dirinya sudah harus kehilangan sang ibu akibat perbuatan gila ayah nya.
Dia tahu perihal sang ayah yang sekarang sudah menetap di penjara. Tapi trauma tetaplah ada, meskipun sudah bertahun-tahun lamanya. Bayang-bayang pria itu selalu hadir di setiap cela ingatannya.
Ana Yunasella di panggil Ana. Mudah khawatir, takut, gelisah. Dan sering di pandang 'Aneh' oleh orang di sekitar nya. Walau pun begitu, Tulus tetap setia berada di sebelah Ana, agar si cewe tidak tertekan. Itu menjadikan Ana, berani, mulai melawan rasa depresi di batinnya.
"Kita ke kantin yok, tadi katanya, mau makan nugget ayam Mbah hela, udah telat ni bentar ludes loh"
Rayu Tulus terkekeh, otomatis Ana spontan bangkit dari kursi, langsung menarik lengan Tulus dan menyeret Tulus sampai di kantin. Sayangnya Ana tidak beruntung, Ketika tiba di kantin, nugget ayam incaran nya sudah raib di beli pelanggan lain. Dia mulai cemberut di kursi kantin, tidak ada makanan lain yang diinginkan Ana saat ini. Pikir nya, sedangkan Tulus dengan tertawa kecil datang dari arah warung kantin dengan dua gelas teh manis di tangannya. Tulus menaruh dua teh manis itu, tepat di depan Ana. Dan membuat si cewe mengendus kesal.
"Minum aja dulu. repot amat sih"
Ketus Tulus, ikut duduk di kursi kantin. Glup Dia mulai meneguk salah satu teh itu. Dengan niat, akan menarik perhatian cewe di hadapannya. Dia menatap Ana, yang sedang menatap nya juga, tangan Ana bergerak ke arah gelas teh yang tersisa, tapi dia menolak, lalu kembali menggulung lengan nya.
"Gue ngak mau teh manis"
"Astaga, Na, minum aja susah"
"Gue pengen nugget ayam, Lus."
Ana kembali menolak teh manis itu dengan pantas. Tulus segera meraih gelas teh di atas meja, dan mengulur kan nya di depan muka Ana. Tulus yakin bahwa Ana akan segera mengambil teh itu. Sebab Ana tidak bisa menolak uluran tangan seseorang. Benar saja, Ana dengan cepat meraih teh yang di pegang Tulus. Kemudian meneguk sekali. Dan menaruh lagi teh itu ke atas meja.
"Gitu dong"
Tulus tersenyum puas, dia tahu kalau Ana akan meneguk habis teh itu. Ana mengambil lagi teh yang berada di atas meja, meneguk teh nya hingga tersisa di dasar gelas, kembali menaruh gelasnya.
"Udah aku habisin tehnya"
Ucap Ana tapi dia tidak melihat Tulus yang tengah menahan tawa. Melihat cewe keras kepala yang pasrah, ternyata lucu juga ya. Pikir Tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANA
Short StoryAku pernah percaya bahwa 'ketulusan' itu nyata. Tapi aku sadar ternyata 'tulus itu tidak pernah hadir dalam kisah hidup ku.