Sean, seorang pemuda bermulut julid tak pernah sedikit pun tunduk pada pembuli. Namun, karena sikap teguh Sean dalam mempertahankan haknya, sekelompok pembuli sengaja mendorong Sean dari rooftop atas sekolah. Sean pikir ini adalah akhir hidupnya, ak...
Awalnya kening beberapa penyihir mengernyit tak setuju, tetapi sebagian lain penyihir menganggukkan kepala. "Sudahlah, percayakan semuanya pada Nona Sena. Nona Sena berhasil menyembuhkan Pangeran Stefan, dia juga pasti bisa menyembuhkan rakyat dan membebaskan kita."
Harapan para penyihir dipangku Sena. Seandainya Sena bisa melepas rantai pembatas, dia mungkin bisa sedikit membalas kebaikan para penyihir. "Aku harus terus belajar."
Ketika Sena tengah melamun, Jayden tiba-tiba mengajak Sena untuk menyewa sebuah kuda. Dia tak keberatan saat Sena memintanya untuk pergi bersama. Meskipun Jayden tahu bahaya yang akan mereka lalui, tetapi Jayden percaya diri dan naik ke atas kuda dengan berani. Setelah itu, Jayden tersenyum dan menjulurkan telapan tangannya di depan Sena. "Naiklah," ajak Jayden.
Sena mengangguk, tetapi saat matanya melihat telapak tangan Jayden, Sena tiba-tiba memikirkan saat dirinya jatuh dari kuda. Bayangan saat tubuhnya terguling bersama Stefan, bahkan mendaratkan permukaan bibir satu sama lain, membuat Sena enggan menerima uluran tangan Jayden.
Sena masih takut, tetapi Jayden tiba-tiba turun dari kudanya. Pemuda itu mengangkat pinggang Sena, sekaligus membantu Sena untuk naik ke atas kuda. Setelahnya, Jayden naik di belakang Sena, dan melingkarkan tangannya ke pinggang Sena. Dia berbisik, "Tenang saja, ada aku di sini. Kau tak perlu takut. Jika pun kau jatuh, aku pastikan kau akan mendarat di tempat yang aman."
Perlakuan Jayden tak membuat Sena menjadi tenang. Sena malah merasakan jantungnya berdetak kencang, apalagi ketika deru napas Jayden bisa dirasakan, begitu pula dengan detak jantung yang sama-sama berdebar kencang. Perlu banyak waktu, bagi Sena untuk beradaptasi dan terbiasa dengan kedekatan Jayden.
Sena baru bisa menarik dan mengeluarkan napas panjang, ketika kuda bergerak dan masuk ke hutan larangan. Angin hutan mulai terasa di kulit, bunga-bunga dan tanaman rambat menyambut kedatangannya, begitu pula dengan sinar matahari yang membimbingnya keduanya untuk masuk semakin dalam melewati hutan.
"Ternyata berkuda memang menyenangkan," kata Sena dengan senyuman lebar.
Walaupun Jayden tak bisa melihat senyuman Sena, tetapi dia bisa menebak jika Sena tengah tersenyum lebar dengan mata rubah menyipit. Suara Sena menghangat, dan terdengar riang di telinga Jayden. Jayden ikut menarik sudut bibirnya ke atas, dia mempererat pegangannya pada tali kuda, sebelum berbisik, "Ya, sangat menyenangkan, apalagi jika bersama orang yang kita sukai."
Sena terdiam, tak sanggup membalas ucapan Jayden. Mereka baru berhenti berkuda, ketika di depan jalanan terhalang oleh sebuah tanaman rambat, yang bisa hidup dan hobi memakan daging. Dari tanamannya, Sena tak bisa menebak tanaman apa itu. Namun, karena tanamannya begitu besar seperti gurita hidup, dan memakan hewan-hewan di sekelilingnya, Sena terpaksa menggunakan sihirnya.
"Kita tak akan bisa lewat, jika tanaman liar ini berada di tengah jalan seperti ini," kata Jayden. Jayden sudah bersiap menggunakan pedangnya, untuk memotong tanaman rambat.
"Tanaman ini begitu berbahaya, banyak hewan dan tanaman yang layu karena dia menyerap cadangan makanan tanaman di sini. Mau tak mau, kita memang harus memangkasnya," jelas Sena.
Dengan sihirnya, Sena berhasil memangkas beberapa tanaman sampai layu dan menjadi abu. Begitu pula dengan Jayden yang merapikan bekas abu Sena untuk tidak menghalangi jalan keduanya. Mereka berdua bekerja sama, lalu berlari secara tanaman di tengah jalan sudah dipangkas.
"Sena, kita tak memiliki banyak waktu untuk memangkasnya penuh sekarang," kata Jayden.
Sena menganggukkan kepala dan Jayden melanjut, "Langit mulai gelap, dan para rakyat sudah pasti menunggu penawarnya secepat mungkin. Jadi, kita bisa memangkasnya lagi, ketika kita sudah memastikan keselamatan rakyat."
Jayden mengajak Sena untuk melewati hutan lebih dalam, lalu berhenti tepat di depan sebuah bukit. Karena Sena baru saja menggunakan sihirnya, Sena merasa lelah. Dia berhenti berjalan, dengan napas terengah-engah.
"Sena? Jika kau kelelahan, beristirahatlah di sini," kata Jayden.
Sena menggelengkan kepala, lalu berkata, "Rakyat pasti menunggu penawarnya, begitu pula dengan para penyihir yang menaruh harapannya padaku. Aku tak ingin mengecewakan mereka."
Jayden mendudukkan Sena di bawah pohon rindang. Dia melirik ke arah matahari yang mulai turun, baru kemudian berkata, "Tidak perlu cemas, memikirkan hal ini. Sekarang tugasku untuk mendaki sedikit lagi. Kau tidak perlu khawatir, dan beristirahatlah di sini."
"Aku pastikan, kita pulang malam ini, Sena. Kau bisa menunggu di sini, bersama kuda yang kita sewa," jelas Jayden.
Akhirnya Sena menyetujui keinginan Jayden, dia tak sanggup memaksakan dirinya lagi. Setelah itu, Jayden baru melanjutkan perjalannya lagi mendaki gunung seorang diri. Sena berkata, "Dia begitu teguh dalam mendapatkan sesuatu, persis seperti pangeran-pangeran yang lain. Sementara aku? Aku sudah teguh dan berusaha pun, masih saja ada halangan."
Sena mendengkus, sembari menyangga pipi dengan kedua tangannya. Karena bosan, dia mulai mengobrol sesuka hati dengan kuda yang ada di sampingnya. Kuda itu hanya bisa menjawab ucapan Sena dengan sebuah gelengan di kepala. "Kuda, kau lihat tadi? Jayden hanya membawa senter kecil saja. Apa dia benar-benar bisa mencari penawarnya ketika langit menggelap? Jika saja aku ikut, mungkin aku bisa menggunakan sihirku untuk menerangi tempatnya."
Sena masih setia berbicara dengan kudanya. Dia baru berhenti berbicara, ketika mendengar suara teriakan pengawal memanggil-manggil Stefan. "Stefan? Dia ada di sini juga?" tanya Sena.
Sena melirik ke belakang. Suara teriakan para pengawal mungkin cukup jauh dari jarak Sena, tetapi erangan dan suara pedang yang beradu dengan tanaman, menggema ke seluruh hutan. Sena menebak, "Stefan pasti mengajak para pengawal untuk masuk ke hutan ini. Mereka mungkin sekarang sedang menghadapi tanaman rambat pemakan daging dan energi tumbuhan itu."
Sena berusaha untuk tidak peduli. "Jika Stefan dimakan tanaman rambat, mungkin Selena akan langsung menikah dengan Hiro saja. Dia tak perlu memilih, dan aku langsung pulang ke duniaku."
"Ya, ini lebih baik," ucap Sena berkata kepada kuda.
Namun, ucapan Sena malah mendapatkan sibakkan rambut dari kuda di sampingnya. Hal itu membuat Sena mengernyitkan kening, lalu bertanya, "Kau memintaku untuk menolong mereka?"
"Lalu memanfaatkan kesempatan ini, untuk membuktikan penyihir bisa baik, dan membantu mereka juga?" tanya Sena.
Si kuda menganggukkan kepala, dan Sena menggelengkan kepala. "Tidak mau. Aku tak semunafik itu untuk membantu orang yang tak aku sukai, hanya untuk mencari muka."
Si kuda akhirnya menarik ikatannya di tanah, lalu berlari kembali ke tanaman rambat. Jelas saja, Sena langsung memelototkan mata dan berbalik melihat kudanya lari. Dia berkata, "Jangan pergi dulu! Kuda sewaan!
"Jika Jayden tahu kau hilang, Jayden pasti harus membayar ganti rugi! Terlebih lagi dia bukan lagi pangeran!" jelas Sena panik.
Mau tak mau, akhirnya Sena berlari mengejar kuda sewaan Jayden.
•••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.