Hasil? mungkin aku salah

14 2 0
                                    

"Maafin mama ya nad,"

Aku bingung menatap mama yang saat itu kembali duduk di barengi oleh papa.

"Maaf karena?" Jawabku sambil duduk menatap kedua orang tuaku.

"Mama tau mungkin ini akan sedikit membuat kamu terkejut. Tapi sepertinya mama harus mengatakan ini. Nadia, mama ingin segera memiliki seorang cucu."

Aku terdiam yahh aku tau kemana arah tujuan mama berbicara seperti itu. Aku menghela nafas.

"Mama, tapi aku masih ingin sendiri. Mama masih banyak yang belum aku wujudkan. Salah satunya ngebahagiain Mama sama Papa."

"Nad, bukankah nanti setelah menikah kamu bisa mewujudkan salah satu impian kamu untuk membahagiakan orang tua."

"Tapi ma,"

"Temen kamu sudah banyak yang menikah, sayang."

"Mama bukankah pernikahan itu bukan sebuah Lomba. Lantas kenapa? Kalau memang teman2 Nadia sudah banyak yang menikah. Lagian mama ada2 aja. Udah ah aku mau tidur. Soalnya Diandra besok jemput pagi."

Aku berdiri dan mengambil cemilanku yang baru saja aku beli tadi. Namun, suara papa yang berat dan penuh wibawa. Membuatku mematung sejenak.

"Lusa jangan kemana2. Ada seseorang yang mau Papa kenalkan sama kamu."

Setelah mengucapkan kata itu. Papa pergi diikuti Mama. Aku yang masih mematung di tempat masih tak menyangka jika aku akan dikenalkan. Oh Tuhan, aku sedang tak ingin memikirkan menikah. Tabungan saja aku masih tak punya. Bagaimana mungkin aku mewujudkan pernikahan yang aku impikan selama ini.

***

Malam semakin larut, tapi mataku tak juga terpejam. Aku masih terbayang2 dengan ucapan papa. Kira2 siapa yang akan dikenalkannya. Aku mengacak rambutku kasar.

Diandra, yah siapa lagi yang aku repotkan untuk saat ini. Kuhubungi dia 'memanggil' bahkan sampai ratusan kali ku hubungi masih sama. Kemana sebenarnya anak ini?

Apa mungkin aku terlalu tua untuk tidak menikah? Bukankah diluar sana juga masih banyak yang berusia lebih tua dariku. Dan mereka belum juga menikah.

Lantas, siapa sebenarnya yang akan Papa kenalkan padaku? Gantengkah? Baikkah? Akhlak nya bagus kah atau apa?

Semua pikiran2 tak jelas itu berputar diotakku. Andai lusa laki2 itu tak sesuai dengan harapanku. Bisakah aku menolaknya?

Tuhan, jika aku boleh meminta. Maka kirimlah laki2 yang baik untukku. Karena aku tahu, tak mudah untuk bisa membimbingku.

Aku manja, aku cerewet aku terlalu perfeksionis. Dan keras kepala.

Aku takut jika kelak, laki2 yang akan datang hanya bisa menerima kelebihanku. Dan memandang rendah pada kekuranganku.

Malam ini mungkin akan aku tutup dengan harapan dan doa yang indah.

"Nadia, cukuplah memiliki luka dimasa lalu. Berhati2lah untuk masa depanmu."

Kutulis pada halaman kosong dalam binder hijau ku.

***

"Bisakah papa berbicara 4 mata denganmu?"

Aku tiba2 terkejut saat papa sudah berada di ambang pintu kamarku.

"Silahkan" jawabmu sambil mempersilahkan papa masuk. Mungkin ada hikmahnya aku bangun terlalu pagi hari ini. "Papa mau ngomong apa?"

"Mungkin kamu terkejut dengan apa yang papa katakan semalam. Tapi papa juga tak bisa mengabaikan niat baik Papa nya Hans."

Oh jadi nama cowok itu Hans. Batinku.

"Apa kamu menyetujuinya?"

"Aku tidak bisa mengatakan aku menyetujui nya atau tidak. Tapi apa sebenarnya tujuan papa melakukan ini?" Tanyaku berusaha mendapat jawaban yang aku mau.

"Kamu sudah cukup untuk bisa membina rumah tangga nadia. Papa ingin segera melihat ada seseorang yang menggantikan tugas papa menjaga kamu. "

"Apa itu artinya papa sudah lelah menjaga Nadia?"

Suaraku tercekat, apa memang benar seperti itu?

Papa mendekap dan memegang pundakku. "Papa sudah semakin tua Nadia. Papa ingin melihat kamu menikah sebelum Tuhan memanggil papa. Dia laki2 baik."

"Papa, jika memang papa ridho. Maka apapun itu maka aku ikhlas menjalankannya." Ucapku tenamg karena aku tahu papa menaruh harapan besar padaku.

"Besok dia akan kesini. Persiapkan hati kamu."

Setelah Papa keluar kamar. Aku menatap diriku pada pantulan cermin. Benarkah secepat ini aku akan menikah? Aku masih tak percaya.

***

Aku berjalan tak semangat menghampiri Nadia yang sudah menungguku diatas motor matic berwarna merah putih kesayangannya. Ia sodorkan helm saat aku berdiri mematung di sampingnya.

"Tumben pucet banget. Sakit?" Tanyanya sambil meletakkan tangannya di dahiku.

"Apaan sih, gue baik2 aja. Ayo berangkat. Gue pingin makan enak hari ini." Sahutku ketus.

"Lo nggak lagi datang bulan kan, Nad?"

"Lo mau ngajak gue jalan2 apa nggak? Kalau nggak gue naik angkot nih."

"Bulan begitu, tapi Nad lo inget ucapan gue semalam kan?"

Aku mengerutkan dahi mencoba mengingat apa yang dikatakannya kemarin.

"Lo mau kan gue jodohin?"

Kan ku sembuhkan lukamu, Nadia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang