Part 5 : Sophie

1.1K 73 1
                                    

Pasta carbonara yang sudah habis, pizza bertoping honey chicken yang tersisa satu slice, kaleng soda yang sudah banyak yang kosong, dan saat ini giliran keripik kentang rasa seaweed dan popcorn rasa caramel sedang di eksekusi olehku, Layla dan Hannah.

Layla telah menyelesaikan acara tanda tangan untuk buku terbarunya, sehingga aku dan Hannah memutuskan untuk membuat acara kecil-kecilan sebagai tanda ucapan selamat pada Layla yang sudah menerbitkan buku ketujuhnya.

Ditemani dengan tv series F.R.I.E.N.D.S kami tertawa terbahak-bahak sehingga tidak sadar kami telah menghabiskan sebagian makanan.

"Lo berdua engga ada yang mau diceritain?" tanya Layla sebelum menyuapkan kembali keripik kentang ke dalam mulutnya.

Hannah berpikir sebentar, hanya sebentar kemudian berkata, "Engga ada sih, gue cuma jagain cafe kayak biasanya, terus pulang."

Tadinya aku juga merasa tidak ada yang perlu aku ceritakan pada teman-temanku, hari-hariku berjalan seperti biasanya, mengetik di blog ku sendiri, pergi ke rumah sakit mengunjungi Ibuku, dan AH!

"Gue ada!" teriakku cepat sampai-sampai fokus teman-temanku benar-benar beralih dari tv menjadi menatapku dengan antusias. "Hannah, lo inget cowok yang datang pertama tadi di cafe engga? yang namanya Aaron Harith itu!"

Tanpa ragu Hannah mengangguk yakin. "Iya, inget. Kenapa?"

"Lo tau engga? Dia ternyata anak sahabat mama gue, terus mamanya minta dia buat perlakuin gue kayak adiknya sendiri." Aku menjelaskan.

"Aaron Harith?" ulang Layla. "Nama cowok itu Aaron Harith?"

Aku dan Hannah mengangguk yakin bersamaan.

"Lo berdua tahu engga Aaron Harith itu siapa?" Layla kembali bertanya.

"Engga," jawab gue sama Hannah lagi bersamaan.

Layla menepuk keningnya. Ia menaruh bungkus keripik kentangnya di depannya kemudian menarik tanganku dan Hannah.

"Aaron Harith itu Billionaire!" ucapnya, dan jelas membuat Hannah terkejut karena ia belum tahu. Tetapi berbeda denganku, aku sudah tahu itu lebih dulu.

"Dan lo tau lagi?" ucapan Layla tergantung. "Dia itu CEO Billionaire, pemilik Real Estate mewah di Jakarta, dan sekarang lagi perluas bisnisnya buat jadi nomor 1 di Asia.

Spontan aku berteriak karena tidak menyangka bahwa Aaron se-kaya itu. Aku tahu bahwa mengatakan dirinya Billionaire saja sudah jelas memberitahu bahwa ia adalah orang kaya dan pendapatannya bisa membiayai hingga ke keturunan ketujuhnya.

Tetapi siapa sangka ia adalah CEO Real Estate ter-mewah di Jakarta? Dan apa tadi kata Layla? Aaron berusaha memperluas bisnisnya untuk menjadi nomor 1 di Asia?

Jadi aku tadi duduk di samping orang yang sangat penting?

Kini gantian Layla dan Hannah mengalihkan pandangannya padaku, tatapan Hannah terlihat kagum dan tidak percaya, sedangkan seperti biasa Layla masih dengan ekspresi datar dan tidak tertariknya meskipun ia-lah yang memberitahu kami mengenai hal ini.

"Gue cuma tahu dia orang kaya, gue engga tahu dia CEO Real Estate," bela ku.

"Lo punya kenalan se-kaya gitu, tapi lo baru kenal dia sekarang?" Hannah mulia tertarik mengenai Aaron.

Aku mengangkat kedua bahu tidak tahu. "Katanya mama gue sama mama dia sih, kita berdua udah kenal pas kecil, tapi gue engga inget."

"GILA!" pekik Hannah nyaring, spontan Layla yang duduk di sampingnya menutup telinganya dan meringis kecil. "Itu dia, Sophie!" lanjutnya.

"Apa?" tanyaku bersamaan dengan Layla.

"Lo harus nikah sama Billionaire biar lo engga bingung lagi sama masalah keuangan lo, kayak yang kita bicarain di cafe gue tadi pagi!"

"Apaan sih, Hannah. Mereka cuma adik-kakak, lo engga denger tadi?"

Kali ini aku setuju lagi dengan Layla. Aku tidak mungkin meminta Aaron untuk menikahiku. Apalagi hanya karena ia adalah seorang Billionaire.

"Udahlah, itu engga usah dipikirin, kalau emang Sophie mau sama Aaron, belum tentu juga kan Aaron mau?" Layla menengahi.

Hannah mengulum senyumnya kemudian memeluk lengan Layla dan kembali fokus menonton tv series, sedangkan aku merasakan getaran dari ponselku yang berada tidak jauh dari tempatku duduk.

Aku meraih ponselku dan memeriksa pesan yang masuk. Sesuai dugaanku, walaupun sebenarnya aku tidak ingin itu sesuai dugaanku, karena pesan itu berasal dari rumah sakit tempat Ibuku dirawat.

Pelan-pelan aku meletakkan kembali ponselku dan kemudian menghembuskan nafas pelan.

Ibuku harus kembali mendapatkan perawatan extra dimana artinya biaya perawatannya pun akan semakin mahal. Aku benar-benar tidak masalah, tetapi saat ini aku merasa harus bekerja 10x lebih keras untuk menghasilkan penghasilan yang besar.

Seketika semua rasa makanan tidak terasa enak lagi di lidahku, dan tv series tidak lagi menarik bagiku.

BETWEEN LIES [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang