Kathedral megah dengan dinding pualam putih dan kayu aras. Ratusan manusia mulai dari bangsawan dan juga kesatria memenuhi tiap sudut kathedral. Iringan lagu lagu pembukaan terdengar lembut dan sakral. Uskup Agung berdiri di tengah Atar dengan tongkat emas kebesaran tengah memberkati sepasang cincin pernikahan.
Upacara penuh hikmat diikutin dengan cuitan para tamu undangan yang menyayangkan ketidak hadiran sang calon mempelai pria pada hari pernikahannya sendiri. Mereka menerka nerka kemungkinan alasan pria itu tidak hadir, mendiskusikannya dalam bentuk nyinyiran sarkastik.
Anne Bright menatap kelopak bunga mawar merah dengan mata birunya yang sejernih lautan. Mendadak butiran kristal bening terjatuh, membasahi ujung kelopak bunga dengan warna semerah darah.
Padahal seharusnya ia berbahagia karena hari ini adalah hari pernikahannya dengan Duke of Brugge, Bazel De Rome. Mantan putra mahkota sekaligus kembaran Putra Mahkota Xavier De Rome. Pernikahan yang diadakan dengan tergesa gesa, bahkan tangkai bunga mawar dalam genggamannya pun masih memiliki duri duri yang menyakiti jemari lentiknya.
"Kemana Duke Bazel pergi?"
"Jangan bilang monster itu pergi berperang lagi?"
"Mungkinkah ia jauh lebih memilih pergi berperang daripada pernikahannya dengan putri Viscount Bright??"
"Apa menurutmu putri Viscount Bright bahkan tidak layak menerima cinta dari seorang monster?"
"Setelah apa yang ia perbuat dengan keluarga, mantan kekasih, dan sahabatnya sendiri, siapa yang masih menginginkan wanita sepertinya?"
"Hanya sang monster."
"Itu pun karena Raja dan Ratu tak lagi punya pilihan. Mereka terpaksa menikahkan anaknya karena janji mendiang Raja terdahulu dengan Lady Armey." Mereka merujuk pada mendiang kakek dari Pangeran Bazel dan Ibunda Anne yang merupakan saudara jauh.
"Benar, dasar perempuan licik."
Anne bisa mendengar semua itu, ia bukan gadis tuli, dia bisa mendengar tiap suara sumbang yang membicarakan tentang dirinya dan juga calon suaminya. Anne memang begitu nekat menagih janji yang dibuat mendiang Raja terdahulu dengan ibunya, Lady Armey karena sebuah alasan. Kemerdekaan dirinya dari keluarga Bright.
BRAKK!!
Pintu aula utama kathedral terbuka, para prajurit langsung menghentakkan kaki mereka dan memberikan hormat senjata. Pria itu masuk dengan gagah masih dengan baju jirah berwarna gelap berhiaskan lambang kerajaan bergambar serigala hitam. Aroma pine bercampur dengan aroma darah yang menusuk hidung. Di tangannya terdapat sebuah bungkusan berisikan sebuah kepala jenderal perang suku barbar yang baru saja ia penggal. Darah segar masih menetes dari kain yang ia tenteng.Ia melepaskan helm jirah dan berlutut di depan Raja dan Ratu.
"Hadiah untuk Ayahanda." Pria segagah gunung Hor dengan wajah tampan tanpa cela berlutut di depan Raja. Beberapa pelayan bergegas menerima kepala itu dan juga membantu membersihkan baju jirah berlumuran darah atas perintah sang ratu.
"Kenapa membawa hal menjijikan seperti itu dihari pernikahammu, Nak??" Ratu Hera menegur kelakuan putra pertamanya, tak heran semua orang menjulukinya monster perang berdarah dingin. Ia bahkan tanpa ragu membawa kepala musuhnya masuk ke dalam sucinya aula kathedral yang tengah menjalankan ibadah pemberkatan nikahnya sendiri.
"Setidaknya Bazel menepati janjinya untuk tidak datang terlambat di hari pernikahannya sendiri. Lihatlah Lady Anne, dia hampir menangis menunggu suaminya yang gagah perkasa ini datang." Xavier yang duduk di samping sang ayah menertawakan Bazel. Bazel hanya berdecih karena lelucon kembarannya.
"Pergilah, Nak. Sambutlah pengantinmu." Raja Zaharis memerintahkan putranya untuk menempatkan diri di sisi Anne, merasa iba dengan gadis mungil yang berdiri tegak di depan altar tanpa bergerak sedikit pun, ia terus menahan air matanya karena berdiri sendirian tanpa pendamping di tengah suara sumbang para tamu undangan.
"Aroma mawar, sedikit rempah dan kayu cendana, juga ... sedikit peony," gumam Bazel saat mendekati Anne, membuat istrinya menoleh dengan gerakan patah patah, gadis itu ketakutan.
"Detak jantungmu mengatakan kalau kamu begitu takut denganku, Wife." Bazel menatap dalam ke bola mata biru laut yang jernih namun penuh dengan kaca. Mata emasnya seakan berubah menjadi kemerahan.
Jantung Anne memang berdegup sangat kencang, ia merasakan ketakutan yang mengintimidasi dirinya. Tak pernah ia setakut ini sebelumnya. Aura gelap yang menyelimuti tubuh Duke Bazel membuatnya terintimidasi. Sungguh sangat gelap seakan akan bisa menelan semua cahaya kehidupan di dalam tubuh dan jiwanya.
"Silahkan bertukar cincin." Uskup Agung menyerahkan dua buah cincin emas dengan berlian merah yang merupakan lambang keluarga De Rome alias keluarga kerajaan.
"Berikan tanganmu, Istriku." Bazel membuka telapak tangannya. Anne dengan ragu ragu memberikan jemarinya menyambut uluran tangan Bazel. Sebuah cincin tersemat di jari manis Anne.
"Tenang saja, aku tak akan memakanmu," seringai Bazel yang membuat Anne semakin merinding.
Anne yakin, monster bukan hanya sekedar sebuah julukan bagi Pangeran Bazel, dia benar benar monster. Dan Anne yang memilih untuk menikahi monster ini, demi apa, Anne?
Di belakang mereka, sisi berseberangan dengan keluarga kerajaan, berdiri keluarga Bright. Viscount Marcus dengan istri keduanya Tania Bright bertepuk tangan begitu cincin tersemat di jari manis putri mereka.
Tania menyeringai, ia merasa kasihan dengan anak tirinya yang memilih untuk menikahi seorang monster. Apa dia terlalu putus asa ingin keluar dari keluarga Bright sampai nekat menikahi pria yang dijuluki iblis perang berdarah dingin ini? Bahkan tak ada satu pun wanita di kekaisaran ini yang mau menikah dengan Bazel meski pun ia punya status sebagai pangeran dan juga seorang grand duke.
Baguslah, anak manja itu tak akan menggangguku menguasai semua harta keluarga Bright, batin Tania.
"Sekarang kalian telah resmi menjadi suami dan istri. Semoga Tuhan memberkahi kalian dengan keharmonisan, kekayaan, kemakmuran, dan juga keturunan murni yang menjadi pilar kerajaan De Rome." Uskup agung memberikan penutup tanda selesainya pemberkatan nikah duke dan duchess Burgge.
"Anda bisa membuka cadar dan mencium istri Anda, Yang Mulia."
"Kesempatan yang kutunggu-tunggu tiba juga. Aku pikir wanita bodoh mana yang tertarik menikahiku, tak ku sangka anak viscount Bright yang terkenal lah yang mengajukan diri." Bazel bergumam lirih saat ia membuka cadar pengantin milik Anne. Anne menundukkan kepala, menyembunyikan wajah cantiknya yang ketakutan.
"Lihat aku, Wife! Apa wajahku ada di bawah?" Bazel menyeringai.
Anne mengangkat wajahnya dengan ragu, sesaat kemudian ia bisa merasakan bibir Bazel mengulum bibirnya dengan rakus. Tangan besarnya menangkup wajah mungil Anne. Aroma darah tercium pekat meski pun tangan dan baju zirahnya sudah dibersihkan. Anne mengeryit, berusaha untuk tidak mual, ia harus bertahan, supaya rencananya berhasil. Ia butuh sosok yang kuat, yang bisa membantu menyingkirkan benalu di dalam hidupnya. Bazel adalah kandidat yang sempurna.
Anne menggenggam erat buket bunga mawar dalam genggaman tangannya. Durinya yang tajam menusuk saat ia mencoba menahan diri dengan ciuman panas Bazel.
***** BERSAMBUNG *****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thorns of the Red Rose
FantasyIkuti kisah mawar berduri bernama Anne Bright