01; Malam Yang Dingin.

41 14 17
                                    

Malam ini, terasa lebih dingin dari malam-malam kemarin. Mungkin karena beberapa jam lalu hujan turun mengguyur keringnya bumi. Sudah memasuki bulan desember, tak ayal jika belakangan ini langit mulai terlihat mendung dan beberapa kali terdengar suara gemuruh guntur dari jauh-jauh tempat. Padahal siang tadi begitu panas, tapi sorenya hujan turun sangat deras.

Semua tak ada yang tahu, memang.

Akibat hujan deras tersebut, membuat hawa dingin menyenangkan bagi siapapun yang mau menikmati. Entah menikmati hangatnya 1 porsi mie instan dengan 2 telur dalam satu mangkuk. Tidur diatas kasur dan menenggelamkan diri dibawah selimut mencari kenyamanannya. Atau opsi yang kesekian, yakni berdiam diri di teras rumah dengan berbalut sarung tipis yang melilit anggota badan.

Pukul 8 lewat 55 menit, ada sepasang Bapak dan anak yang tengah duduk apik diteras rumah. Ditemani kopi hitam serta mendoan yang sedikit keasinan, Bapak dan Hasbi duduk bersebelahan di kursi depan rumah dengan Bapak yang begitu khidmat menikmati mendoan 'asin' tersebut.

"Jangan dipaksain Pak, mendoan-nya bisa dikasih ke kucing Yama besok pagi." Hasbi memperingati sehabis menyesap kopi hitamnya. Pemuda yang saat ini disibukkan dengan kegiatan meniup kopi. Awalnya ia hendak membawa lagi kedalam mendoan tersebut karena rasanya yang begitu tak layak makan, tapi Bapak menolak dengan alasan mubazir.

"Iya-iya, lagian ini masih layak makan kok." Kata Bapak yang sudah menghabiskan 4 mendoan. Jujur saja, memang rasanya masih bisa ditoleran. Pun Bapak yang tak enak hati dengan sang anak karena sudah repot-repot goreng kan mendoan untuknya.

Bapak anak itu kini tengah berleha-leha dari sibuknya aktivitas siang hari. Helaan nafas yang sedari tadi bersahutan baik dari yang lebih tua maupun yang muda, seperti sebuah untaian kalimat panjang namun tak nyata. Keluhan tak tersuara dengan kalimat, namun terasa begitu lega dengan berderunya napas. Sambil menghirup aroma segar dari tanah yang lembab terkena guyuran air hujan, kegiatan sederhana namun begitu terasa senangnya.

Kegiatan malam yang tidak akan Hasbi lewati sampai kapanpun. Berbincang ringan dengan Bapak seperti ini, rasanya beban yang dirasa seharian ini langsung luntur tak bersisa. Mendengar suara Bapak seperti jadi obat tersendiri buat pemuda yang sudah 17 tahun ini hidup dalam sederhananya sebuah kehidupan.

Sambil pandangi wajah teduh Bapak yang bersuara, membuat Hasbi diam-diam tersenyum, namun juga terlihat sendu. Bapaknya sedikit banyak berubah. Kerutan di wajah Bapak yang mulai terlihat. Mata sayu Bapak yang tak bisa bohong seberapa lelahnya beliau. Umur tak bisa berbohong, namun Bapak begitu pandai membuat omong kosong.

Berkata bahwa beliau masih kuat melakukan apa saja, tapi sering Hasbi dapati raut kesusahan yang muncul di wajah Bapak. Bapak yang berkata akan selalu ada untuk sang anak, namun sering lupa dengan dirinya sendiri. Kemudian, Bapak yang berkata bahwa sudah ikhlaskan ibu. Tapi sering Hasbi melihat betapa pilunya tangisan Bapak dimalam hari, dalam gelapnya ruang tamu yang sengaja tak diisi pencahayaan. Sambil memegang pigura berisikan foto ibu yang sedang tersenyum cantik,dan terus menahan diri agar tak bersuara terlalu keras. Bercerita bagaimana beratnya dunia yang sudah Bapak lalui belakangan ini. Mengadu kepada sang istri yang sudah berpulang sejak Hasbi berumur 7.

Jika sudah begitu, tak ada alasan lagi bagi Hasbi untuk tidak menangis dari balik dinding kamarnya. Duduk pada dinginnya lantai kamar dengan tangis yang sama pilunya seperti Bapak. Juga suara selalu coba ia redam, takut mengganggu Bapak yang sedang dilanda rindu berat. Tak mau membuat Bapak tahu tentang dirinya yang juga belum sepenuhnya merelakan ibu. Jika sudah seperti ini, maka akan menjadi malam panjang bagi 2 orang keluarga yang tengah merindu.

Kemudian bagi Hasbi, yang selalu sama dari Bapak yaitu, senyum Bapak yang dari tahun ke tahun tak pernah berubah. Senyum teduh menenangkan, pun tetap terlihat tampan meskipun tercetak beberapa kerutan saat beliau tersenyum dan tertawa. Tingkah laku Bapak yang tak pernah berubah dari hari ke hari. Tetap menyenangkan membuat semua orang nyaman. Ini yang ingin Hasbi tiru.

Bapak TerhebatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang