5 || Firts Love

143 20 5
                                    

Jimin melangkah masuk ke dalam pekarangan rumah dengan Taehyung yang mengekori dari belakang sambil mengenggam tangan mungil lelaki sipit tersebut. Menarik gagang pintu dengan wajah terkejut, saat kepala seseorang tiba tiba menyembul, membuat detak jantung Jimin seperti berhenti berdetak disusul mata yang nyaris melompat keluar.

Jungkook berdiri tepat di depan pintu dengan kedua tangan ia silangkan di depan dada. Melirik jam tangan, sebelum akhirnya tertawa hambar.

“Kos kosan aja punya jam malam. Kamu pulang malam sesukamu kayak gini. Balik malah ngajak orang lain lagi. Ini rumah udah kayak apartemen pribadi.”

Sindir lelaki kelinci itu terang terangan. Dengan harapan Taehyung bisa segera taubat setelah mendengar perkataannya.

Jimin teringat sesuatu—sebuah janji yang pernah Jungkook katakan sebelumnya—jam tujuh ia harus berada di rumah apapun alasannya.

Dan lihat?

Dia kembali bahkan nyaris menuju pagi.

Pukul tiga dini hari.

Mati aku!

“Ehh... Mhm... Bukan Taehyung yang salah tapi aku. Aku yang tidak ingat waktu makanya pulang terlambat.” ucap Jimin menatap Jungkook dengan tajam. Merasa was was jika lelaki kelinci itu bertindak jauh lagi terhadap Taehyung. Menarik tangan Taehyung menerobos Jungkook yang tengah berdiri di depan pintu. “Taehyung akan menginap. Kau tidak perlu khawatir. Dia tidak akan macam macam denganku.” singgung Jimin.

Insting. Jimin sudah biasa dihadapkan dengan sikap Jungkook yang sok ngatur seperti ini. Jadi melihat tatapan lelaki kelinci itu saja sudah bisa Jimin mengerti bahwa ia marah.

Untuk menghindari keributan, gegas Jimin membawa langkah kakinya ke lantai dua—dengan Taehyung yang ikut bersamanya.

Sementara Jungkook?

Lelaki itu memandangi punggung Jimin
berlalu di hadapannya dengan wajah memerah.

Disituasi seperti ini, haruskah aku yang minta maaf lagi? Batin Jungkook mengusak kasar rambutnya.

Belum bisa tidur karena pikiran berkecamuk penuh kecurigaan, Jungkook akhirnya keluar kamar. Membawa kaki melangkah menuju dapur.

“Ada apa? Kau terlihat kesal, mhm?”

Jungkook yang baru saja membuka kulkas kembali menutupnya. Gegas, ia menarik salah satu kursi kemudian mendudukkan bokongnya disana dengan raut wajah yang sulit terdeteksi.

“Gapapa, Bang. Aku hanya sedikit sebel dengan sikap Jimin. Aku perhatikan semenjak pacaran sama Taehyung, dia banyak berubah. Suka keluyuran, telat pulang, gak perhatiin kuliah, malah lebih mentingin Taehyung daripada pendidikan...”   sahut Jungkook dengan suara berat, “Taehyung membawa pengaruh yang buruk untuk Jimin.”

Namjoon—laki laki tinggi itu mengangguk setuju dengan ucapan Jungkook. Mencoba memahami kekhawatiran adik laki lakinya pada sepupu kecilnya itu.

Sebenarnya, ia tidak ingin ikut campur dengan siapa Jimin menjalin hubungan, selama adik sepupunya itu tidak melewati batas, maka siapapun orangnya Namjoon tidak keberatan sama sekali.

Namun, melihat Jimin sudah beberapa kali pulang terlambat, bahkan tidak sekali ia mendapati Jimin bolos kuliah demi memenui Taehyung, membuatnya kembali berpikir berkali kali. Sikap  Jungkook yang sok mengatur memang seharusnya diterapkan pada Jimin agar tidak melewati batasan. Atau jika tidak? Sesuatu yang buruk akan menimpa Jimin di kemudian hari. Dan sebagai kakak, Namjoon tidak ingin adiknya dalam masalah.

“Pelan pelan aja, Kookie. Kamu boleh jagain Jimin tapi jangan terlalu di kekang. Jimin berhak atas hidupnya. Tugas kita sebagai saudara hanya menjaga Jimin. Masalah percintaan Jimin bebas memilih pasangannya sendiri. Mengenai sikapnya yang banyak berubah? Mungkin lain kali kamu bisa ngajak dia duduk berdua lalu bicara baik baik dengannya...”

The Last Scene || J I K O O K Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang