•07•

54.6K 4.2K 74
                                        

Happy reading

"kenapa lo benci sama Arka?" tanya Aksa menatap Revan.

Revan membalas tatapan Aksa sebentar lalu beranjak dari duduknya dan hendak pergi namun suara Aksa menghentikannya.

"lo adik gue, Arka juga dan gue gak mau kedua adik gue bermusuhan, kalian itu saudara gak sepantasnya saling benci" ucap Aksa membuat Revan membalikan badannya.

"lo sayang sama Arka?" tanya Revan.

"dia adik gue, jelas gue sayang sama dia" jawab Aksa.

"terus kalo lo sayang sama dia kenapa lo jauhin dia selama 14 tahun?" tanya Revan membuat Aksa terdiam.

"gue punya alasan" jawab Aksa setelah terdiam beberapa saat.

"gue juga punya alasan kenapa gue benci sama dia" ucap Revan kemudian melangkah pergi meninggalkan Aksa.

"ternyata gak segampang yang gue pikirin" ucap Aksa menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

Revan melangkah menuruni tangga dengan cepat, ia mencengkram pegangan tangga dengan kencang saat ingatan ayahnya yang selalu membanding-bandingkannya dengan Arka.

"kenapa nilai kamu merah Revan? lihat Arka dia pintar kenapa kamu tidak bisa mencontohnya" teriak Javas melemparkan raport Revan yang terdapat beberapa nilai berwarna merah.

"aku bukan Arka yah, stop bandingin aku sama dia"

"kamu bisa Revan tapi kamu malas, tiap malam keluyuran bukannya belajar bagaimana kamu meneruskan perusahaan ayah jika nilai mu saja tidak bisa kamu perjuangkan"

"selama seminggu motor kamu ayah sita, dan uang jajan kamu ayah potong selama masa hukuman kamu tidak boleh keluyuran, pulang sekolah langsung pulang" ucap Javas menatap Revan tajam.

"Arka Arka Arka, terus aja banggain dia, sebenarnya yang anak ayah siapa sih kenapa selalu dia yang di banggakan, Revan tahu Revan bodoh dalam akademik tapi Revan selalu berhasil dalam non akademik tapi kenapa ayah tutup mata soal itu" ucap Revan membalas tatapan ayahnya.

"hal apa, basket? itu yang kamu banggakan, itu gak menjamin masa depan kamu Revan berhenti bermain-main pikirkan masa depanmu, jika saja Arka putra kandung ayah sudah pasti akan ayah wariskan perusahaan ayah padanya, kamu itu tidak bisa di andalkan" ucap Javas lalu pergi meninggalkan Revan yang terdiam dengan air mata yang mulai keluar.

"gue gak bisa di andelin ya?" tanya Revan terkekeh.

Tak terasa air mata Revan menetes membuat Revan tersadar dari lamunannya, segera ia menghapusnya dengan kasar lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"dia nangis?" gumam Aksa, ia tadi hendak turun dari rooftop namun langkahnya terhenti melihat Revan yang melamun.

Aksa melanjutkan langkahnya saat melihat Revan sudah menghilang dari pandangannya.

"Sa lo kemana aja? gue kira lo gak masuk" ucap Rafil saat Aksa mendudukkan dirinya di depan Rafil, mereka sedang berada di kantin.

Aksa langsung ke kantin setelah menyimpan tas nya di kelas, ia tak ingin perutnya sakit seperti kemarin jika tidak di isi.

"gue males masuk kelas" ucap Aksa membuat Rafil memutar bola matanya malas.

Aksandra Kafeel A (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang