jungkook dengan firasatnya

472 30 1
                                    

Shin Haerin—ya, perempuan itu semakin menunjukkan ketertarikannya padaku. Bolehkah aku menyebutnya seperti itu? Lantaran dia semakin lancang dan gencar mencoba berbaur denganku dan Yumi. Dan dalam situasi yang sangat mendesak, kami membiarkannya.

Tidak ada sepatah kata yang terucap—selalu seperti itu—saat kami menikmati jam makan siang di kantin. Kendati Yumi memberi isyarat melalui irisnya yang bergerak memelototi ku untuk bertutur kata sebab digerogoti suasana yang menyesakkan, sayangnya aku tidak mempunyai topik yang dibicarakan jika Haerin ada diantara kami.

Aku tidak begitu merasa dekat dengannya, dan membangun konversasi jelas beresiko. Itulah pikirku.

Pandanganku jatuh pada eksistensinya yang diam menikmati menu bibimbap dengan stik keju dilengkapi makanan penutup yang ia pesan. Seperti biasa, dia tidak menggunakan sumpit sama sekali saat makan.

Kepalaku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan akan tindakannya yang semakin tidak masuk akal. Aku tidak bodoh untuk dapat menerka kelakuannya yang mencoba akrab denganku dan Yumi.

"Oh, ada Jungkook."

Kalimat yang menguar dari belah bibir Yumi setelah diterpa senyap sepersekian menit lamanya, memecah lamunanku. Mengikuti kemana sepasang maniknya memandang, lekas kuputar kepalaku sembilan puluh derajat ke kanan.

Ada figur Kak Jungkook yang berjalan dengan langkah kaki tegas dan lebar miliknya. Kemeja sekolah yang mulai acak-acakan, pun posisi dasi yang sudah tidak beraturan. Tidak lupa dengan dua kancing atas kemejanya yang sengaja dilepas agar menambah kesan badboy. Sial, apa-apaan itu?! Dia juga sengaja memasukan satu tangannya ke dalam saku celana sekolah untuk mencari pusat perhatian?!

Aku bersumpah bahwa saat ini mata para gadis tidak berpaling darinya.

Sontak membuatku berdiri dari posisiku sebelumnya. Aku ingat, belakangan ini dia mulai sibuk lantaran sebentar lagi ujian akhir sekolah tiba. Jelas saja, kelas tiga sepertinya akan menghabiskan waktu dengan mengikuti kelas tambahan dan kelas khusus. Tidak ada waktu bagi kami untuk berkomunikasi secara langsung baik disekolah, ataupun diluar lingkungan itu.

"Kak Jungkook?" sapaku begitu dia berdiri tegap tepat dihadapanku.

Tidak ada jawaban yang keluar, dia justru menarik salah satu kursi kosong terdekat disana. Mendudukinya santai dengan satu kaki yang ditumpu di atas kakinya yang lain.

"Kenapa diam dan mematung begitu?" Aku sedikit tersekiap mendengar suaranya yang berat. Lantas dia melanjutkan, "Duduklah."

"E-eh." Setelah mengerjap untuk beberapa sekon, aku mengikuti titahannya. "Baiklah."

Aku merutuk, sebab terduduk dengan kaku. Kak Jungkook pasti menyadarinya. Semakin diperburuk dengan satu tangannya yang mendarat di atas pahaku.

"Tumben sekali Kak Jungkook bergabung dengan kami," Yumi menyeletuk ringan. Mulutnya masih mengunyah roti yang baru saja dia gigit.

Mengedikkan bahu, Kak Jungkook membalas, "Hanya ingin. Apa tidak boleh? Lagipula disini ada kekasihku, aku merindukannya."

Park Yumi menggembungkan pipi, alisnya menukik, kemudian berujar lugas, "Siapa yang bilang melarang mu. Hanya saja, rasanya tidak sopan kalian kencan saat ada aku dan Haerin disini."

"Kenapa dia bisa ada disini?"

Eh?!

Refleks ku tampar lengannya. "Apa yang kau katakan barusan?" tanyaku panik.

Frasanya yang menguar secara gamblang seperti itu membuatku merasa tidak enak terhadap Haerin yang membisu sedari tadi.

Aku menyorotinya. Ekspresi Haerin yang sulit dibaca, wajahnya tetap datar dengan tatapan yang terperosok dalam ke arah iris kelam Kak Jungkook.

Wonderfall ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang