Chapter 3 - Miracle

399 45 16
                                    

Bibir Zee masih memberengut melihat Nunew sudah rapi dengan mantel tebalnya yang senada dengan daun kering di musim gugur. Dia menatapnya yang sibuk kesana kemari, sementara dirinya minum kopi panas yang disiapkan Nunew. "Kamu beneran harus pergi sekarang? Di antara semua hari? Setelah aku punya waktu untuk libur dan quality time denganmu?"

"Kita udah bahas ini, bahkan sebelum kamu bilang kamu mau ambil cuti panjang setelah proyek selesai, sayang," balas Nunew tertawa renyah. "Aku sudah duluan janji dengan Ibu. I'm sorry?"

"Harusnya kan sama aku aja,"

"Akan repot kalau membawa Kuea ke sana, sayang. Aku bisa gak fokus, dan Kuea pasti akan rewel karena gak nyaman." Lantas Nunew menghiburnya, "Lagipula, ini waktu yang bagus untuk kamu bonding dengan Kuea, bukan? He almost forgot who you are, dan aku tahu kamu sedih dengan itu. Try to make memories with him a lot, tanpa bantuan aku."

Zee menghela sambil mengecap lidah asamnya. "Aku tahu itu, Sayang. I'm just upset you have to go after I'm home, "

"Aduh, manjanya." ledek Nunew yang akhirnya mendekat dan mencubit pipi gembul Zee main-main sambil tertawa. "Kayaknya, sejak Kuea lahir, kamu jadi makin manja, ya? Sindrom apa ini, namanya? Cute, though, I won't complain, "

"Jangan menggodaku dengan cara itu, ya!" "Habisnya aku jadi kayak punya dua bayi, tahu." "Nuuuuuuu!"

"Nah, suara kalian saat merengek bahkan sama persis. "

Usai rengekan Zee berhenti karena dia tahu itu tidak akan berhasil mencegahnya pergi, Nunew mengingatkannya. "Aku beri catatan di kulkas dan nakas samping crib Kuea, kalau-kalau kamu bingung harus melakukan apa. Tapi, kalau merasa kesulitan, aku sudah titip salam sama bibi untuk membantumu—"

"Aku bisa melakukannya." potong Zee.

" And i know you have pride." balas Nunew. Senyumnya tenang sekalipun Zee tengah merajuk. "Aku pergi ya, sayang? Have fun."

Kopinya sudah habis tak lama setelah Nunew pergi. Menyisakan asam dan hampa, kalau boleh sedikit hiperbolis. Seberapa banyak maid yang ada di rumahnya berkeliling, Zee tetap merasakan hidup hampa jika tak ada Nunew. Lantas dia masuk ke kamar Kuea untuk melihat barangkali anak itu sudah bangun supaya dia ada teman bermain atau lebih tepatnya dijahili.

Belum sempat menyerukan namanya, Zee sudah berlari cepat dengan dada berdegup kencang tatkala melihat Kuea berusaha turun mandiri hingga tubuh mungilnya bergelantungan di pinggir crib dengan kaki gemuknya yang menendang-nendang udara.

Dengan cekatan, Zee mengamankannya dalam gendongan dan mengomel padanya. "Kamu ini masih kecil, jangan coba-coba jadi superhero seperti di film. Kamu bukan manusia super yang bisa terbang kalau loncat." dia lega Kuea hanya mengerjap polos dan tak menangis. "Bikin khawatir aja. Padahal lebih enak menunggu ayah jemput dan gendong kamu, Kuea."

Omelan itu berbuah tepuk keras di dadanya dari telapak tangan mungil Kuea yang ikut mengerutkan dahi. Tampak tidak suka dimarahi begitu bangun tidur. Bu bu bu bu bu katanya. Kemudian Zee balas, "Ibu lagi pergi, gak usah cari pembelaan ya, kamu. Eh! malah nangis," kemudian dia memeluk erat dan menggoyangkan tubuh mungil itu berusaha menenangkannya. "We'll have fun today berdua ada, sayang. Ibu kan juga berhak jalan- jalan, okay?"

Lantas tangis Kuea reda dan mengucap mam mam mam.

"Iya, lapar kan? Satu-satunya kekuatan super yang bisa kamu punya cuma merasa lapar kapanpun aduh, iya, astaga." Zee tak habis pikir bagaimana Kuea dapat merespon ucapannya dengan jambak rambut. Apa diamengerti ucapanku? Lagipula, tarikan dari genggaman tangan mungil itu kuat juga. "Tapi mandi dulu, sayang. Anak ayah harus bersih, wangi, dan sikat gigi sebelum makan. Kita hilangkan dulu plak sisa makanan dan iler saat tidur. Itu baru namanya menjadi manusia yang bermartabat dan berkelas, "

Our Beloved Kuea (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang