II. Tentang Kamu

10 1 0
                                    


Halo, semua :>

🎧 Keshi - I Swear I'll Never Leave Again

---##---

        Dia bilang, kamu itu sosok yang perlu kuhindari karena dirimu ialah sosok yang jauh dari kata baik.

Mereka bilang, kamu itu sosok yang perlu kujauhi karena rentetan nasib buruk yang selalu menghampirimu.

Aku tau, mungkin aneh rasanya menyukai seseorang yang selalu memakai earphone putih kesayangannya sembari menutup kedua mata itu di balik tangan yang kamu lipat di ujung meja sana. Berpatah satu-dua kata untuk kepentingan lain, lalu kembali diam dengan bibir kelu. Menyudahi komunikasi antar manusia yang selalu membutuhkan hubungan sosial.

Rasanya, kamu bahkan tidak mengerti fungsi sosial itu apa bukan?

Akan tetapi, kamu tak pernah bilang siapa itu kamu. Seperti apa dirimu. Bagaimana keadaanmu. Maka, aku tidak akan memercayai perkataan siapapun termasuk gadis berkuncir kuda yang duduk di sebelahku sekarang.

Aku memandangimu dari mejaku yang terpisah kurang dari tiga blok dari depanmu saat ini. Rambut hitammu yang tersurai diacak oleh angin siang. Membuatku merengut—cemburu. Ini aneh sekali. Tetapi, aku amat cemburu karena pilinan tak kasat mata itu saja dapat menyentuhmu.

Sedangkan aku? Aku ini siapamu?

Perasaan ini dimulai saat kamu menemuiku di jam tiga sore itu, setelah dua bulan sejak bersekolah. Kamu waktu itu bertanya namaku. Untuk kemudian memberikan kartu tandaku sebagai seorang siswi biasa yang kehilangan akses meminjam buku di perpustakaan sebelumnya.

Saat itu pun aku baru menyadari kehadiranmu. Kita memang beda kelas, sehingga sosokmu lolos begitu saja dari pandanganku. Aku juga baru menyadari, di sore dengan langit yang berwarna oranye itu, bola mata hazelmu yang menatapku begitu cemerlang, amat indah. Lebih indah dari mentari yang saat itu sedang berpendar redup. Hingga pelu dari wajah ini lalu berubah menjadi sejuk karena sorot matamu seakan menenangkan kegelisahanku. Raut wajah dengan senyuman tipis yang terpatri dari kedua sudut bibirmu bagaikan langit malam penuh bintang.

Namamu Saga. Saga Aksara nama lengkapmu. Aku melihatnya dari tagname di baju putih dengan dasi berwarna kelabu.

Kemudian, aku terbuai sejak itu. Sejak pertama kali kita bertemu. Maksudku, sejak aku baru tau kalau dirimu itu hadir di hidupku.

Kupikir, adegan film monokrom selanjutnya akan berjalan dengan mudah, seperti seorang manusia yang berlari menyebrangi jembatan kayu dengan lincah. Akan tetapi, justru sebaliknya.

Aku tertatih-tatih mengharapkan perhatianmu. Kamu itu siapa, dan aku ini siapa. Di antara kita ada dinding pembatas untuk menghalau diriku mengenalmu.

Mungkin saja kamu lupa siapa aku ini. Lantas, aku pun akan senang hati memberi tau siapa namaku kembali. Bercerita ritme kehidupanku meski aku harus menyudahinya sampai malam menjumpa.

"Nada, kamu lihat apa?" Lamunanku buyar begitu saja ketika sebuah bahu mendorong pelan. Tanganku mengetuk-etuk meja kayu dengan beragam coretan di atasnya dengan gugup.

"Hari ini panas banget, ya?" kilahku.

Fani bertopang dagu, setelah itu matanya menyipitㅡseperti tatapan menyelidik. Hingga beberapa detik berlalu, gadis itu berpaling melihat jendela, bau citrus parfum Fani kini memijat hidungku.

"Iya, lebih-lebih AC kelas kita masih rusak," ucap Fani seraya menopang dagunya kembali dengan satu tangan. "Omong-omong, congrats buat cerita barumu itu! Seru tau."

Baru saja aku ingin menanggapi, tetapi suara lain lebih dahulu menyabotase.

"Bener banget! Sumpah, Nada, deskripsi cowok yang kamu tulis di cerita barumu itu tipeku banget. Tolong kasih tau aku dia cowok green flag, 'kan? Iya, 'kan?" kata Jihan dengan kedua tangannya yang berpose memohon padaku. Aku tersenyum simpul.

"Tidak tau, Jihan. Bisa saja dengan penampilannya yang begitu, dia lihai memainkan perasaan perempuan. Terkhususnya perempuan kayak kamu."

Sontak saja gadis yang sebelumnya sedang asik men-scroll gawai miliknya mengepal tinju—mengancam meski dalam konteks bercanda.

"Jangan main-main ya kamu, Nada. Oh iya, nanti kalau sudah dijadikan buku, aku minta tanda tanganmu, ya! Harus gratis gamau tau!"

Aku balas dengan mengangguk-anggukkan kepala pelan.

Aku memang seorang penulis muda. Beberapa judul buku telah diterbitkan dan terjual lebih dari ratusan ribu eksemplar. Namun, apakah dengan statusku ini aku dapat menjangkau dirimu?

Sama sekali tidak. Bahkan ketika seluruh temanku mengucapkan sepatah kata selamat, kamu dari kursi itu hanya terdiam kaku sambil menatap langit mendung dengan badai yang menggugurkan banyak daun.

Andaikan kamu tau, Saga. Sosok dirimulah yang kutulis pada cerita itu. Ketika Jihan begitu menyukai deskripsi sosok yang kutulis, ia tidak tau-menahu kalau sosok di baliknya adalah kamu.

Fani menyentuh tanganku pelan. "Kenapa melamun lagi, Nada?" Suaranya terdengar khawatir. "Kamu lagi ada masalah, Nada?" timpal Jihan.

Aku jawab menggeleng.

"Kalau kamu lagi burnout karena mikirin soal tulisanmu itu, istirahat sebentar saja. Kita gak mau kamu kenapa-napa, Nada," jelas Jihan padaku.

Aku memajukan bibirku. "Aku cuman laper," jelasku kembali berkilah.

"Eh, bisa diem napa si kalian berdua?!" teriakan mengalihkan perhatian kami tiba-tiba. Dia adalah Eka Putri. Ketua kelas di kelas kami. Perawakannya tegas sekali. Sekaligus merupakan seorang danton di sekolah. Jadi, wajar saja suaranya begitu membahana tapi terdengar tidak cempreng sama sekali.

Aku melihat jam di lengan setelahnya. Tersisa beberapa menit sebelum pelajaran beralih. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Berjalan pelan menuju loker di ujung kelas dekat dengan bangkumu, Saga. Mengambil beberapa buku yang hendak dipakai.

"Sini jangan kabur!"

Saat ini aku bahkan tidak dapat mengira, aku dapat terbenam pada pelukanmu.

Buku-buku berjatuhan. Isi tempat pensilku berserakan di lantai. Dorongan dari lelaki yang bernama Gary juga cukup menyakiti pundakku.

Dan ketika aku dan kamu kemudian saling bertatapan, kamu berbisik pelan padaku. Raut kekhawatiran terpampang jelas dari wajahmu itu. Rasa sakit yang semula terasa dari pundakku seolah menghilang begitu saja. Bagai tersihir oleh tatapan itu, membuatku seketika terdiam. Karena tatapanmu kini telah mengalihkan duniaku.

"Kamu gak papa, Nada?"

-Bersambung-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saga AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang