I. Bazar Jajan

94 34 11
                                    

"Kesendirian memang terkadang menyakitkan. Namun, akan ada sebuah kebaikan sekalipun dari orang asing yang pastinya membahagiakan."

***

Dies natalis sekolah memang menjadi moment menyenangkan setiap tahunnya. Apalagi bagi kelas yang tingkatannya paling tinggi. Seperti di SMP berarti kelas IX yang telah menjadi kakak kelas paling tinggi. Mereka pasti berperan banyak dan lebih berpengalaman dari adik tingkatnya.

Tahun ini, aku—Naira Azizi kerap disapa Ira telah duduk di kelas IX. Sebagai angkatan yang paling tinggi, aku berusaha menjadi kakak kelas yang baik dan tidak sombong. Dulu, aku sempat berpikir seberat apa peran menjadi siswa dengan tingkat kelas yang paling tinggi. Namun, setelah dijalani aku hanya bisa menghela napas lega ketika tidak semenakutkan yang aku bayangkan.

Pagi itu, aku memakai seragam OSIS dengan membawa satu produk makanan yang akan aku jual di stand bazar makanan. Sebenarnya kelasku sudah mempunyai beberapa menu untuk bazar dari mulai empek-empek, lumpia, dan es kuwut. Namun, berhubung umiku membuat keripik singkong aku berniat membawanya untuk ikut dijual di bazar.

"Ra, kamu-kan bawa keripik buat dijual. Jadi, sekalian standnya kamu yang jaga ya," ujar salah satu temanku bernama Keyra.

"Loh, kemarin-kan sudah ada kesepakatan siapa saja yang jaga. Kok, jadi aku doang." Aku mulai menyuarakan ketidaksetujuan atas rencana yang temanku buat.

"Udah sih terima aja, lagian juga nanti kamu dapat keuntungan," balas Keyra yang akhirnya aku angguki.

Bukannya tidak mau menolak, tetapi aku hanya tidak mau memperkeruh suasana. Bersyukurnya karena stand kelasku sudah siap dengan semua menu yang sudah berjejer di atas meja. Ketika stand sudah dibuka, satu persatu pengunjung mulai berdatangan.

"Monggo, ibu-ibu, bapak-bapak, dan teman-temanku sekalian. Yuuuk dibeli, ada jajanan enak nih ada perpaduan gurih, asam, dan pedas serta minuman yang menyegarkan." Aku berdiri di depan stand dan mulai menyuarakan menu yang kelasku jual.

Beberapa menit berselang, aku hanya bisa memandang sekeliling di mana banyak stand yang sudah ramai pengunjung. Sedangkan stand kami, belum ada satupun yang beli sekalipun hanya sekadar mampir. Namun, aku tetap bersemangat dalam menjajakan menu yang ada.

Ketika aku sudah mulai putus asa, entah angin segar darimana tiba-tiba ada seorang guru lelaki yang mendatangi stand kelasku. Aku pun dengan semangat bangkit dari duduk dan berucap, "Monggo, Pak. Jajannya, ada empek-empek, lumpia, keripik singkong, dan es kuwut. Harganya murah dan rasanya dijamin enaaak pouul."

"Saya borong semua keripiknya, Mba. Ini saya titip dulu, nanti diambil pas selesai acara," ujar guru tersebut kemudian bergegas melangkah ke arah panggung.

Aku melihat kepergiannya dengan senyuman. Ternyata beliau salah satu tamu undangan yang menjadi narasumber. Bahkan, kini beliau tengah berbicara di atas panggung memberikan sambutan. Selang beberapa menit setelah bapak guru berbicara, aku sudah tidak mengamatinya lagi.

Kini, aku sudah mulai sibuk melayani pembeli yang hilir mudik membeli satu persatu jualanku. Aku hanya dibantu oleh salah satu teman kelas yang cukup denganku. Sedangkan ketika pandanganku memandang sekeliling, aku melihat teman-teman yang lain tengah asyik mengunjungi tiap stand makanan. Bahkan, mereka tidak ada niat sedikitpun membantuku.

Sekitar setengah jam kemudian, jualanku habis terjual. Aku dan temanku tentu amat bahagia. Bebarengan dengan stand yang mau tutup, guru lelaki tadi datang menghampiri kami. Beliau berucap, "Wah, alhamdulillah sudah habis ya mba. Maaf, baru bisa ambil pesanan tadi. Jadi, totalnya berapa?"

"Rp75.000,- Pak," jawabku.

"Ini mba, kembaliannya ambil saja." Guru tersebut memberikan selembar uang berwarna merah.

"Ini beneran, Pak?" tanyaku masih agak ragu.

"Iya dong, maaf nih jadi menunggu lama. Pasti sudah laris dari tadi ya, tetapi gara-gara saya kalian jadi harus menunggu," jawab guru tersebut.

"Iya, tidak pa-pa, Pak. Kami mengucapkan terima kasih karena Bapak sudah memborong dagangan kami. Sukses selalu dan lancar rejekinya, Pak," ucapku yang diaamiinkan oleh beliau.

Setelah melihat kepergiannya, aku langsung bersorak ria, "Yeaaay, akhirnya dagangan kita laris manis. Terima kasih ya, Nis kamu sudah membantuku."

"Iya sama-sama. Lagian inikan stand kelas kita ya, sudah sepatutnya aku membantu. Maaf ya, aku mewakili teman lainnya karena mereka nggak ada yang bantu kamu," ujar Neli dengan lemah lembut.

Neli memang orang yang tegas, peka terhadap perasaan orang lain, dan selalu membantu temannya yang kesulitan. Sehingga tidak heran jika ia dengan suka rela membantuku.

Bersambung...

***

Pkl, 23-02-24

Pundak Si BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang