Joel tidak tinggal diam. Dibelainya rambut Hanenda dengan lembut, sambil membubuhkan kecupan-kecupan kecil disana. Dia tau saat ini Hanenda menahan emosi, yang dia tidak tau karena apa. Yang pasti, dia tidak berhenti memberi afeksi kepada kekasihnya, dengan harapan emosi kekasihnya bisa mereda.
"Joel, maaf, Aa' harus berangkat sekarang. Yang tadi menelpon itu Kakak Aa'. Dia minta dijemput dirumahnya. Besok pagi sama-sama kebandara jemput Pak Menteri dibandara"
"Aa' kasih tau kamu supaya tidak ada kesalah pahaman lagi. Aa' bakalan sibuk, sangat sibuk. Aa' tidak mau kamu sendirian disini sambil overthinking sesuatu yang tidak perlu dipikirkan."
"Mungkin Aa' dua atau tiga hari tidak balik kesini, sayang kamu tidak apa-apakan Aa' tinggalkan dirumah sendiri?"
"A', g apa-apa. Sumpah Adek g apa-apa. Dari kemarin Adek bilang Aa' kerja aja yang benar, g usah kuatirkan Adek. Adek sudah biasa sendiri, Adek g masalah. Aa' jalan aja deh sekarang, nanti kena macet."
"Haaaaaaa, ceritanya Aa' diusirkah? Padahal Aa' masih meluk, mau dekat Adek terus."
"A', g gitu. Ini kan apartemen Aa', masa aku ngusir, yang benar aja A'. Trus tadi dah meluk, apa belum cukup?"
"Tidak akan pernah cukup. Maunya meluk terus, maunya cium terus. What should we do Dek. I'm so addicted to you can't control".
"Then don't stop A'. Tapi untuk sekarang Aa' harus pergi dulu."
"It won't stop Dek. Arrggghhhhh nasib budak partai begini amat."
Dering telepon berbunyi lagi, Hanenda makin mendekap erat tubuh Joel. Tidak ada keinginan untuk mengangkat telepon apalagi mengetahui siapa yang menelpon.
"A', angkat teleponnya. Jangan gitu."
"Awwahhh batena menelpon deh". [aduh tidak berhenti menelpon]
"Assalamu alaikum A'. Iya ini baru mau keluar apart."
"Iye sabar ki, tidak langsung ki sampai dirumahta A'. Sabar meki." [Iya sabar, tidak mungkin langsung ada dirumah A'. Sabar dong A'].
"Iye, ku tau ji pasti macet. Iye. Waalaikumussalam" [Iya, aku tau, pasti macet. Iya. Waalaikumussalam]
"Hahahaha, A' itu logat Makassar yah? Aku pernah dengar soalnya".
"Iya, Aa' orang Bugis tapi lahir dan besar di Makassar. Hampir sama sih, Bugis Makassar logatnya."
"Ohhh gitu, aku baru tau. Aa' cepetan beberesnya. Ntar ditelpon lagi ama Aa' nya Aa'. Huuuu kasiannya Aa' ku, hahaha".
"Tapi masih mau meluk, mau cium, mau dekat-dekat, tidak mau jauh-jauh".
"Kan besok-besok masih bisa A'. Bucin banget A'. Dasar Om-om mesum. Sana ambil tas nya, nanti Adek pakein jas nya".
"Kamu janji kan, besok-besok harus dipeluk, dicium, dekat-dekat sama Aa'. Tidak boleh jauh-jauh".
"Iya janji, sana gih, cepetan A'. Aish lama kali Aa' ini".
Hanenda pun dengan malasnya melepas pelukannya. Diliriknya Joel yang tertawa sambil mengelus pipinya. Dengan secepat kilat diciumnya kembali bibir itu, lalu beranjak dengan langkah yang berat kedalam kamarnya.
🦋🐺

KAMU SEDANG MEMBACA
Syama Artjuni [HIATUS]
FanfictionHanenda - Joel, didalam sebuah utasan kelam semesta. Mereka hanya inginkan kisah mereka laksana Asmaraloka tapi sayang norma diatas asmara. Mereka tak punya kuasa untuk melawan takdir Pemilik Kehidupan.