Prolog

12 1 0
                                    

Alisik Suray

"Bagaimanapun, saya tidak akan pernah lupa bagaimana 14 hari saya berjalan"

Gema Bantara

"Saya sadar banyak yang lebih pantas dari saya"

Zaki Ardani

"Kamu hancur? Saya siap memperbaiki nya, tapi saya tidak melihat adanya kesempatan di matamu"

Ardela Melidia

"Dulu memang kamu dunianya, Tapi tolong sekarang kamu bukan siapa siapa"

Elda Amira Safita

"Jangan mengulangi kesalahan dua kali ray"

Ratih Adiwiya

"Satu yang saya takutkan, kisah saya mejadi boomerang dalam hidup putri saya"

Izar Mufatta

"Seharusnya saya tidak melakukannya"

***

   Terkadang, cerita-cerita seperti novel, cerpen, fabel, film, sinetron dan media hiburan yang mempunyai alur tampak sangat menarik. Berbagai macam cerita di dalamnya bisa mengundang emosional para pembaca, pendengar dan penontonnnya. Banyak plot twist yang mengejutkan, ada senang, sedih, dan berbagai kisah mulai dari yang berakhir senang maupun sedih. Pengarangnya bebas mengatur alur, ada yang berfikir keras, ada yang terinspirasi, ada yang mengangkat kisah nyata.

   Layaknya penulis lain, pengarang harus bisa menyampaikan emosional dari tulisan kepada para pembaca. Tapi bagaimana caranya menyampaikan emosi dari kisah hidupnya, sedangkan dia tak sanggup menyampaikannya? Alisik menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sudah bermenit menit dia berfikir bagaimana caranya menyambung ceritanya yang sudah buntu. Baru empat belas baris dia tuliskan, habis sudah kata-katanya. Mungkin, tidur sejenak akan menyegarkan otak dan siap untuk melanjutkan cerita. Tapi, bohong jika Alisik dapat tertidur. Diluar pintu yang di kuncinya, berbagai benda melayang di iringi tangisan dan teriakan. Malam itu tidak tenang, Alisik kacau.

   Pagi menjelang siang. Alisik terbangun dari pelariannya semalam. Apa yang kau lihat di luar setelah keributan semalam? Rumah sepi, gelap, lampu mati, tidak ada jendela yang terbuka, tidak ada makanan yang siap, benda-benda berhamburan. Seperti biasa, ibunya kerja, ayahnya mencari ketenangan di luar rumah. 4 tahun lalu, Alisik menangis melihat kekacauan seperti itu, dia takut, lapar, tapi anak itu sekarang tidak peduli. Menurutnya, sudah lumrah hal seperti itu terjadi di rumahnya. Tidak ada lagi rasa takut, lapar, gelisah, gemetar, melihat hal seperti itu. Berbagai lontaran kata kasar sudah jadi makanan sehari-hari.

Dia membereskan sisa-sisa kekacauan semalam, di ruang tengah, sendiri,

"Sepertinya aku tahu apa yang harus ku tambahkan dalam novelku". Alisik membawa pecahan vas ke dapur dan membuangnya. Ia mencari apa yang bisa di makan di sana, tapi seperti biasa, tidak ada makanan tersaji, ini membunuh perlahan. Lagi-lagi dia harus masak sendiri. Enak tidak enak tetap di makannya, dia bukan orang pandai masak, tapi bagaimana jika dia kelaparan?

   Anak itu makan, tapi air matanya menetes. Makanannya terasa hambar. Sejujurnya, Alisik tak mau berlarut-larut dalam masalah. Dia bukan tipe orang yang terlalu dramatis dalam masalah hidupnya. Tapi munafik jika ada orang yang tidak peduli dengan masalahnya. Sekuat-kuatnya manusia, pasti pernah berada di titik dimana ia tak mampu membendung tangisannya. Alisik anak kuat, lahir d keluarga yang keras, di didik ibu yang kuat, di timpa beribu masalah tak menutup kemungkinan dia akan menangisi masalahnya.

***

Halo, ini tuvvlups
Bab berikutnya akan di tampilkan setelah bab lainnya selesai di buat..
Thank you all, see u in next chapter

Thank you all, see u in next chapter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tapi Ini Bukan Tentang Aku, Kamu Dan SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang