【10】Dragon Stone

74 10 4
                                    

Rune menatap heran atasannya yang seharian hanya duduk termenung di ruang baca dengan sebuah gulungan terbuka di atas meja, masih menampilkan gulungan yang sama sejak satu jam yang lalu. Sebelah tangannya menopang wajah, tatapannya terlihat kosong, entah apa yang sedang dipikirkannya.

“Ketua!” panggil Rune, kali ini agak lebih kencang sehingga berhasil membuat Lucian melirik ke arahnya dengan raut bertanya.

“Bukankah Anda akan menemui Tuan Cassander?”

Lucian bergeming. Semalam, setelah percakapan panjang dengan Lelia, Lucian langsung menyuruh Rune menyampaikan pesan pada Cassander bahwa dia ingin menemuinya. Namun, sekarang dia enggan beranjak dari tempatnya. Lucian masih belum memutuskan pilihan apa yang akan dia ambil.

Menurutmu ...” katanya tanpa suara. “Kota Marmoris itu seperti apa?”

“Kota yang sangat indah dan ajaib.” Rune menjawab tanpa berpikir panjang.

“Apa arti kota ini bagimu?”

Rune mengernyitkan dahi begitu mendengar pertanyaan Lucian yang tak biasa. Bertahun-tahun bekerja dengan Lucian, tak pernah ia membicarakan hal-hal yang sentimental seperti ini. Meski begitu, Rune tetap menjawabnya dengan serius. “Tentu saja satu-satunya rumah. Selain Kota Marmoris kita tidak bisa tinggal dimana pun lagi. Meski tidak ada daratan, tapi saya bahagia terlahir di kota ini.”

“Bagaimana kalau suatu hari kota ini tiba-tiba hancur.”

“Hancur? Kota ini tak akan hancur, kesatrian kita cukup hebat untuk melindunginya, terutama Anda tentunya.”

“Anggap saja jika tiba-tiba ada meteor yang membumihanguskan kota ini.”

“Meteor?” Wajah lelaki itu tampak kebingungan. Sepertinya kata meteor belum ada di kamus Marmoris.

“Bintang jatuh yang sangat besar.”

“Apa bintang jatuh bisa menghancurkan kota?”

Lucian menghela napas. Merasa percakapannya mulai melenceng, ia segera kembali pada topik utama. “Pokoknya anggap saja kota ini hancur oleh monster atau apa pun itu. Menurutmu bagaimana?”

“Bukankah kita semua akan mati?”

“Bagaimana perasaanmu?”

“Ya?” Rune tampak semakin heran dengan pertanyaan Lucian. “Saya tidak masalah jika saya yang mati, tetapi saya akan sangat sedih jika seluruh penduduk di kota ini mati semua. Bukankah itu sama saja dengan kiamat?”

“Oh!” Lucian berseru begitu mendengar kata terakhir yang Rune ucapkan. Tak menyangka di dunia ini ada konsep kiamat juga.

“Kalau ternyata aku lah yang menghancurkannya, apa yang akan kau lakukan?”

“Tidak mungkin.” Rune langsung menggeleng. Baru kali ini ia meragukan ucapan Lucian hingga dari raut wajahnya saja sudah bisa kelihatan, seolah hal yang Lucian ucapkan barusan adalah hal tergila yang pernah dia dengar. “Saya sangat mengenal Anda, sebagai ketua pasukan kesatria sekaligus penjaga batu naga, Anda tak mungkin menghancurkan kota ini. Saya tahu betul bagaimana Anda sangat mencintai kota ini. Bahkan sebelum Anda diangkat menjadi ketua pasukan, Anda selalu berdiri di barisan depan saat orang-orang dari luar mencoba menyerang kita.”

Lucian terdiam sejenak. Ternyata pemilik tubuh ini memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Jika dia terlahir di dunianya saat zaman perang, mungkin dia akan jadi pahlawan dan namanya akan sangat dikenal sebagai pahlawan paling tampan, mungkin kepopulerannya akan mengalahkan Kaisar Wen yang disebut-sebut sebagai kaisar tertampan sepanjang masa.

Into The New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang