Kelas cepat selesai saat hari jumat. Dan bukannya ngantar Liz pulang ke rumah keluarga Tyasa, Haruto malah membawa Liz ke rumahnya. Mereka cuman berdua di rumah besar itu, sebab Bibi masih cuti karena anaknya sakit. Baru bisa masuk senin depan. Sedang untuk merekrut supir. Haruto dan kakaknya merasa gak terlalu membutuhkan jasa mereka karena udah mahir bawa kendaraan sendiri.
"Kanan Seng," pinta Haruto.
Liz mengulurkan tangan kanannya yang segera di sambut Haruto. Perlahan cowok jangkung itu menggerakkan kuas di atas permukaan kuku Liz.
Posisi Liz duduk bersila di atas sofa sedang Haruto lesehan di bawah beralaskan karpet. Liz meninggikan tangan kirinya yang udah selesai dilukis itu sejajar di depan wajah. Tadinya masih bersih karena Liz emang bukan yang hobi warnain kuku sekarang udah berganti warna jadi garden green. Keliatan menyatu sama kulit Liz yang emang putih itu.
"Warnanya bagus. Gak expect aku bakalan secakep ini."
Haruto mendongak bersamaan dengan Liz yang juga menunduk memamerkan senyum lebar yang membuat matanya menyipit. "Makasiiih," katanya sambil mengerutkan hidung.
Cukup untuk ngebuat Haruto ngumpat diam-diam karena gak tahan sama ke gemesan pacarnya itu. "Seng coba nunduk."
Liz nurut gitu aja karena ngira Haruto mau bisikin sesuatu. Cewek berpipi bulat itu ngerendahin tubuhnya sampai jarak keduanya cuman beberapa jengkal.
"Apa?" tanyanya. Liz udah pasang telinga, nunggu. Waktu berlalu hanya ada suara air conditioner yang kedengaran. Merasa ada yang gak beres, Liz menoleh karena ingin ngecek sesuatu. Dan...
Boom
Haruto memamerkan senyum miring andalannya. Pandangannya lurus natap Liz yang terkejut dengan tangan nutupin hidung mancung nya.
"Haruu... " Liz terguncang sampai gak bisa lanjutin ucapannya.
"Makanya jangan terlalu gemesin," kata Haruto. "Itu baru hidung kamu yang ku gigit. Belom yang lain." Cowok itu mengerling di akhir. Di hadiahi Liz jambakan di rambut.
"Aduh.. Aduh.. Seng sakit lho." Ucapnya kesakitan. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang malah cengengesan.
"Kamu tuh. Eh... Rambut kamu udah panjang ya. Gak kerasa padahal baru kemarin rasanya ini rambut di potong." Liz jadi nyibakin tiap helai rambut Haruto. Rambut poninya bahkan hampir nyentuh mata. Pantes aja belakangan ini pacarnya itu sering make topi. Rambut Haruto tuh halus dan wangi. Makanya Liz kadang betah dan mau-mau aja kalau di suruh mainin rambut Haruto.
"Udah selesai." Haruto meremas jemari Liz sebentar sebelum melepasnya. Semua yang ada pada Liz itu keliatan menggemaskan di mata Haruto.
"Cantiknya." Gak henti-hentinya Liz memuji kepiawaian Haruto. Saking seringnya ngotekin kakaknya, Haruto udah setara sama kerjanya karyawan pro di toko-toko terkenal.
Oke lebai
"Masih cantikan kamu." Haruto beranjak untuk duduk di sebelah Liz. Cowok itu merebahkan tubuhnya pada sandaran sofa. Menatap punggung sempit Liz yang memang duduk agak depan.
Liz menoleh, mendelik, "Gembel mulu bwang."
"Kenyataan Seng."
"Alah."
"Lha gak percaya."
"Emang enggak."
Haruto diam, namun kepalanya penuh. Berisik. Tatap nya berlabuh pada sosok perempuan yang selama satu tahun lebih ini udah jadi pacarnya.
Haruto melalui 365 harinya dengan Liz yang hampir selalu ada di dalamnya. Walau sebagian diisi juga oleh teman dan keluarganya. Namun Eliztyasa Cahvaya tetap menjadi sosok yang paling sering Haruto temui. Tidak salah jika Liz memiliki pengaruh besar di kehidupan Haruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK (RURANYE)
FanfictionHaruto dan Liz sepakat untuk gak saling bersinggungan selama beberapa waktu. Mencoba melalui hari tanpa terlibat satu sama lain. Ini pilihan yang tepat atau yang terburuk? Waktu yang akan menjawab. ... "Kalau lo lelah, ambil jeda sejenak buat send...