12. Pembedahan

146 17 3
                                    

Jeonghan dan Joshua sibuk menyiapkan segala perlengkapan yang ada. Mereka akan melakukan operasi dengan alat seadanya karena keadaan sudah darurat, peluru pada lengan Hansol harus segera dikeluarkan sebelum terjadi infeksi lebih lanjut.

"Kau pernah melihat operasi sebelumnya Seungkwan?" tanya Joshua pada Seungkwan yang membantu mereka menyiapkan ruangan pada salah satu bilik, ia juga yang tadi melaporkan bahwa Hansol mengerang kesakitan sembari mencengkram lengan kanannya yang tertembak.

Seungkwan menggeleng, seumur-umur sakit paling parahnya hanyalah demam berdarah yang tidak harus sampai berada di meja operasi. Karena itu ia bergidik ngeri melihat peralatan yang Joshua dan Jeonghan siapkan.

"Bawa pasiennya masuk," kata Jeonghan sembari mengikat kain ke belakang kepalanya, menjadikan benda itu seperti masker.

Jun dan Seungkwan memapah Hansol masuk ke dalam bilik, membaringkan pria itu di atas meja yang disambung dengan kursi agar ukurannya pas dengan tinggi Hansol. Pria itu meringis, lukanya mendadak terasa nyeri lagi dengan darah yang mulai merembes dari balik perban.

Seungkwan keluar dari bilik karena takut sementara Jun masih berdiri di tempatnya. Joshua dan Jeonghan saling pandang lalu mengangguk untuk memulai operasi. Memang mereka tak punya alat operasi yang memadai sekarang, tapi untungnya mereka menemukan beberapa barang yang bisa menjadi alternatif.

Joshua berkeringat karena gugup, ini pertama kalinya ia melakukan operasi. Ranahnya lebih kepada meracik obat, bahkan memegang alat seperti stetoskop saja ia tak tahu.

"Maaf kami tidak punya anestesi jadi selama operasi kau harus bisa menahan rasa sakitnya," ujar Jeonghan memberi tahu kebenaran, ia meremas beberapa helai daun tanaman yang tadi ditemukan Joshua lalu menyodorkannya pada Hansol, "kunyah dan telan."

Pria itu menurut, membuka mulutnya dan mulai mengunyah daun yang rasanya pahit itu, memejamkan matanya erat-erat begitu benda yang susah payah ia kunyah itu melewati tenggorokannya. Jun bergidik ngeri melihatnya, ia semakin merinding ketika Jeonghan mulai melepaskan perban yang membalut luka Hansol hingga menampakkan luka menganga yang darahnya masih mengalir.

Joshua menyumpal mulut Hansol dengan kain, ia memberikan Jeonghan pisau kecil. Jeonghan mulai memberikan sayatan kecil pada lengan Hansol, pria itu mengerang dan memberontak. Joshua dan Jun menahannya sementara Jeonghan melanjutkan membuka sayatan yang tadi ia buat, menyusuri jejak luka tembakan dengan gunting lalu mengangkat proyektil peluru dari sana.

Kemudian Jeonghan membasahi luka itu dengan air, Hansol kembali mengerang. Jun melototkan matanya ketika Jeonghan memegang jarum besar dan seutas tali dari senar alat memancing. Mereka sudah memastikan semuanya aman sebelum melakukan operasi, meski begitu Joshua masih gemetar melihat Jeonghan yang tampak tenang menjalankan tugasnya.

Operasi berjalan lancar. Mereka bernapas lega. Hansol melemparkan kain yang menjadi sumpal mulutnya lalu mengumpat, "argh, apa kau dokter sungguhan? Kau mau membunuhku?"

"Sudah kubilang kami tidak punya anestesi."

"Selama dia jadi dokter belum pernah ada orang yang mati di tangannya," tukas Joshua membanggakan Jeonghan, "apa kau mau jadi yang pertama hah? Seharusnya kau berterimakasih karena kami bisa menjalankan operasi dengan alat yang minim seperti ini. Lukamu bisa infeksi jika tidak cepat ditangani."

"Beruntungnya tembakan itu tidak membuat tanganmu patah, tapi jangan terlalu sering menggunakan tangan kananmu dulu. Kalau kita bisa kembali aku akan mengganti jahitannya dengan benang yang lebih baik."

Hansol memperhatikan jahitan pada lengan kanannya, rasanya benar-benar nyeri. Kemudian ia berusaha duduk, Jun membantunya bergerak.

"Shhh, apa operasi memang sesakit ini? Bahkan rasa sakitnya menjalar ke punggungku." Hansol mengusap punggungnya sendiri, mencari tahu asal rasa nyerinya.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang