Happy Reading, Cupie! ꒰⑅ᵕ༚ᵕ꒱˖♡
Gantari kembali masuk ke dalam kamar Sagara, berusaha untuk tidak terlalu memperdulikan perkataan yang baru saja ia dengar dari mulut Nabel dan Radit, gadis itu juga tidak ada niat untuk bertanya pada laki-laki itu tentang hubungannya dengan kedua orang tuanya. Gantari takut Sagara akan tersinggung.
Dengan pelan ia menaruh mangkuk itu di atas nakas, tidak ingin mengganggu Sagara yang nampaknya sedang asik menonton acara televisi. Dengan sendu Gantari menatap ke arah Sagara, membayangkan kalau dirinya juga ikut andil dalam menorehkan luka dalam hati Sagara, entah lewat perbuatan atau perkataan.
"Makan dulu buburnya, kalau udah dingin nanti gak enak," Bukannya menjawab, Sagara malah membuka mulutnya, Gantari bingung dengan maksud yang dilakukan oleh laki-laki itu.
"Kenapa? Aku suruh kamu makan bubur ini, bukan malah cuma sekedar buka mulut." Sagara menghela napas panjang, ternyata Gantari ini tidak pekaan! Lihat saja, bahkan sekarang gadis itu malah kelihatan asik sendiri dengan ponselnya, entah apa yang sedang ia lihat sampai-sampai Sagara yang berada di hadapannya ini ia abaikan.
"Suapin, Tar. Tangan gue lemes banget gak bisa di angkat, tenaga gue ilang ketiup angin," Sagara sengaja memelaskan raut wajahnya, berharap kalau gadis itu akan percaya dan mau menyuapi dirinya.
Namun hal itu Sagara lakukan bukan hanya sekedar modus saja, ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya di suapi dan di bersihkan bibirnya apabila ia makan dengan berantakan. Selama ini yang bisa ia lakukan hanya memperhatikan Nabel dan Radit memperlakukan Vadel seperti itu, jadi jangan heran kalau sekarang Sagara juga ingin merasakannya.
"Bohong. Tadi aku liat itu kamu bisa kok angkat tangan kamu buat ambil remote di atas nakas!"
"Tadi kan belum ada angin jadi tenaga gue masih ada, ayolah Tar! Pleaseee.."
Gantari berdecak, alasan yang cukup tidak masuk akal namun tak ayal gadis itu menuruti kemauan Sagara. Dengan telaten ia mulai menyuapi laki-laki itu, membersihkan sudut bibirnya menggunakan tissue, bahkan meniupkan bubur tersebut apabila masih terlihat mengepulkan asap.
Meskipun pikirannya berkelana entah kemana, Gantari tetap berusaha untuk fokus dengan kegiatannya sekarang dan menahan diri untuk tidak menanyakan hal yang mengganggu pikirannya.
Beberapa menit telah berlalu, bubur yang berada di tangan Gantari kini telah habis tak bersisa. "Makasih ya, Tar." Ucap Sagara yang baru saja selesai membasahi tenggorokannya dengan segelas air yang dibawakan oleh Gantari.
"Sama-sama, Sagara. Nanti kamu minum obatnya sendiri ya, soalnya aku harus pulang." Gantari menggerakkan bola matanya untuk melihat ke arah jam dinding, disana sudah tertera pukul 11.00 Siang, itu tandanya ia sudah terlalu lama berada di dalam kamar Sagara.
Sebelum Gantari bangkit dari kursi, Sagara dengan cepat menahan pergerakan gadis itu dengan cara mengganggam erat pergelangan tangannya. "Kok cepet banget? Baru jam segini, nanti aja ya?" Puppy eyes pun tak ragu laki-laki itu keluarkan, apapun akan ia lakukan agar Gantari tetap berada disini.
"Aku gak enak sama orang tua kamu, lagian kan masih ada hari esok, besok aku bisa jenguk kamu lagi kok." Perlahan Gantari mulai melepaskan genggaman tangan Sagara di lengannya, namun nihil, lagi-lagi tenaga Gantari kalah.
"Oh Papa sama Mama udah pulang? Mereka ngomong yang jelek-jelek gak ke lo?" Tanya Sagara dengan matanya yang memicing.
"Iya."
"Enggak kok! Mereka cuma tanya aku siapa dan apa yang aku lakuin disini, mereka baik." Balas Gantari sambil memberikan senyum manisnya, berharap kalau apa yang ia lakukan sekarang bisa membuat Sagara percaya dengan perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NISKALA
Teen FictionSeperti yang diketahui, nama Niskala berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ialah kokoh dan kuat. Sagara Abimanyu, laki-laki itu berharap kalau hubungan pertemanannya dengan Gantari Pitaloka akan kokoh layaknya sebuah pohon yang tidak akan tumb...