Seperti kebanyakan orang, aku juga hidup dengan orang tuaku. Keduanya seperti sempurna di mata semua yang melihatnya. Terlihat seperti keluarga yang harmonis, bahagia, dan damai. Sepertinya orang-orang hanya melihat itu. Dan memang lebih baik tidak perlu melihat lebih dalam soal keluarga ku apalagi kedua orang tuaku. Mereka hanya akan melirik mu ketika kau membahas harta dan kekayaan.
Perkenalkan, namaku Alesya Patrichor. Teman-teman biasa memanggilku "Ale" tapi orang-orang di rumah biasa memanggilku "richor". Kalau kalian tahu, nama belakangku memiliki arti aroma tanah saat terkena air hujan. Entah apa motivasi kedua orang tuaku untuk menjadikan nama itu sebagai nama putri pertama mereka. Tidak seperti arti namaku, aku justru tidak suka hujan, aku merasa takut kala petir menggelegar atau sinar kilat menyambar. Dan aku merasa sepi saat hujan turun. Satu lagi yang paling penting aku tidak suka melihat canda tawa anak-anak yang bermain hujan bersama orang tua mereka.Aku punya 1 saudara laki-laki namanya Bima Putra Galaksi. Lihatlah! Nama adikku saja ada hubungannya dengan alam semesta ini. Aku rasa dulu ibu dan ayahku suka semesta. Baik,kembali lagi dengan Bima. Dia masih kecil, anak kelas 3 SMP tapi dengan tinggi badan menjulang bahkan jauh berbeda dariku. Justru aku yang terlihat cocok sebagai anak SMP kelas 3. Dia memiliki bibir yang minimalis tapi aku mengakui anaknya memang manis. Tinggi, hitam manis, badan tidak terlalu berotot, rambut seperti sarang walet dan suara yang indah. Sayangnya dia bukan orang yang pandai berbicara atau berinteraksi dengan sekelilingnya. Bahkan dia pernah terkunci di perpustakaan sekolahnya hanya karena tidak mau berteriak ketika juru kunci sekolah sedang mengunci pintu dari luar. Terbayang kan bagaimana sia-sianya kegantengan dia.
Jangan tanya aku bagaimana. Sudah kubilang aku berbanding terbalik dengannya. Aku suka keramaian. Energi ku bertambah ketika bertemu dengan orang banyak tapi aku juga suka sendiri. Bisa tidak keluar berhari hari di dalam kamar dengan menghabiskan waktu untuk membaca buku atau tidur. Aku tidak berbadan tinggi seperti Bima, bahkan keluarga besar selalu beranggapan bahwa Bima adalah anak pertama dan selalu aku yang terkena imbasnya karena tidak memanggil Bima dengan sebutan "kak Bima". Sungguh lelucon keluarga yang sangat tidak menyenangkan.
Aku berusia 22 tahun dan tebak saja aku sudah kuliah semester berapa. Beberapa kali ikut student exchange ke dalam dan luar negeri dan banyak ikut volunteer untuk mengabdi ke pelosok negeri ini. Kalian pasti beranggapan bahwa aku meraih ini semua karena aku pintar atau cerdas mungkin. Jika berfikir begitu, kalian salah besar. Aku bukan seorang mahasiswa yang sangat pandai atau cerdas. Aku hanya melakukan itu agar aku jauh dari rumah tapi tidak mau di cap sebagai anak yang suka kabur. Seumur hidup aku tidak pernah kabur dari rumah. Walaupun kadang keadaan di rumah membuatku malas membuka mata di pagi hari atau bahkan memegang gagang pintu untuk keluar dari kamarku.
Tinggi badanku sekitar 148cm. Bisa dibandingkan dengan Bima yang memiliki tinggi badan 165 cm. Aku tidak gemuk juga tidak kurus. Kata orang-orang hidungku mancung jika dilihat dari samping. Sungguh informasi yang tidak perlu. Aku suka warna hitam dan hijau tapi lemari baju ku full dengan warna hitam, putih dan cream. Hanya 3 warna itu yang mendominasi. Karena suka hijau aku juga suka hutan, aku suka benda-benda yang berwarna hijau kecuali botol minyak kayu putih atau segala jenis minya telon. Karena aku tidak suka baunya. Aku melanjutkan pendidikan ke sebuah universitas ternama di daerahku tapi lumayan jauh dari tempat tinggal ku. Jadi aku memilih tinggal di kost dan jarang sekali pulang. Jika kalian berfikir aku melanjutkan pendidikan karena aku mau meraih cita-cita, itu salah besar. Aku bahkan tidak tau apa cita-cita ku. Aku hanya punya keinginan untuk jauh dari rumah tanpa menyakiti perasaan ayah atau ibuku.
Sejak kami kecil, bahkan sejak Bima lahir kami sudah dibagikan warisan yang cukup fantastis tapi hanya bisa di cairkan kalau kami sudah menikah. Tentu saja hal ini membuat aku tidak tau harus bekerja apa karena warisan itu sepertinya cukup untuk menghidupi aku sampai cucu ku kelak. Aku tidak ingin menyombongkan diri dengan kekayaan keluarga ku ini tapi justru aku tidak suka dengan semuanya. Kekayaan ini merenggut semuanya dariku. Waktu ku bersama orang tuaku, kasih sayang mereka, bahkan aku lupa kapan terakhir kali mereka bertanya apakah aku sudah makan atau belum. Di fikiran mereka hanya ada uang, jabatan dan tingkat kekayaan. Bahkan untuk sekedar mengambil raport ke sekolah Bima pun mereka tidak pernah sempat. Selalu aku yang harus meng-cover semuanya sebagai ayah dan ibu. Selalu ada meeting mendadak, selalu buru-buru, selalu telat pulang dan selalu lupa ulang tahun aku dan Bima.
Dalam kehidupan kuliah ku, aku tidak punya banyak teman. Cukup berteman dengan orang yang aku rasa tidak memanfaatkan aku dan untuk melihat itu aku tidak pernah memakai pakaian branded yang ibu belikan. Aku justru lebih suka thrifting atau memakai pakaian lamaku yang aku beli sendiri ketika duduk di bangku SMA. Aku tinggal di kost yang kecil tapi tidak terlalu sempit dengan dapur dan kamar mandi lengkap di dalamnya. Aku lebih nyaman begini. Tidak perlu naik atau turun tangga hanya untuk makan seperti di rumah. Pada akhirnya semua ini membuahkan hasil. Aku punya 2 sahabat yaitu Carla dan Dimas. Hanya mereka berdua yang aku temukan sangat tulus ketika aku benar-benar berada di titik terendah padahal sepengetahuan mereka aku bukan anak orang yang berada. Mereka justru sering sekali datang ke kost ku membawa makanan atau hanya sekedar kumpul sampai malam. Aku bahagia dengan mereka.
Kalau kalian penasaran aku punya pacar. Sudah pasti aku punya namanya Randi. Hubungan kami lebih dari 3 tahun. Cukup lama bukan, tapi aku belum merasa dia adalah orang yang tepat yang harus aku nikahi. Aku justru semakin ragu setiap harinya, dia mengekang ,membatasi, suka marah tanpa sebab dan yang paling tidak bisa ku terima dari dia adalah dia suka berbicara dengan nada kasar dan sering memukul. Kalian pasti bertanya kenapa tidak mau udahan kak ?
Mana bisa udahan kalo dia sudah sedekat itu dengan orang tuaku dan kata mereka hubungan ini sudah lama. Beberapa kali ayahnya meminta kami menikah tapi masih selalu ku tolak. Randi memang bukan laki-laki playboy. Dia tidak pernah berselingkuh dariku atau justru tertarik dengan wanita yang lain. Lalu alasan apa yang membuat aku harus meninggalkannya? Dengan alasan kekerasan itu atau cara bicaranya yang kasar ?
Sudah kubilang orang tuaku tidak ada perduli, dia akan lebih percaya Randi daripada aku ,anaknya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/361412940-288-k299034.jpg)
YOU ARE READING
Ujung Malam di Ujung Senja
RomanceBercerita tentang seorang gadis yang hidup dengan penuh kekacauan. Tidak ada yang bisa dijadikan tempat pulang bahkan kekasih yang dia anggap sangat menyayanginya pun tidak benar-benar perduli.