Rozak berdiri diam seraya mengamati sekitar, sebelum melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam rumah yang sudah terkenal angker. Letaknya cukup jauh dari pemukiman warga, membutuhkan waktu cukup lama pula untuk sampai.
Terlihat bangunan rumah tingkat dua sudah tidak terawat dengan kelelawar mengitari sekitar, lengkap dengan pohon tandus yang mempunyai akar memenuhi area di sana. Tentu saja pemuda itu nekat ingin membuktikan kepada temannya jika dia berani menemukan sesuatu di dalam sana.
"Merinding juga tiba-tiba," ucapnya kepada diri sendiri. Ia memegang tengkuk yang dilapisi tudung jaket.
Tidak ingin goyah, pemuda itu mulai kembali berjalan menuju pintu rumah tersebut. Dia menyalakan senter yang dibawanya untuk mengarahkan ke dalam rumah di depannya. Sesuai dugaan, tidak dikunci. Belum sempat masuk, sesuatu sudah lebih dahulu terbang ke arahnya.
Rozak terkesiap nyaris ingin berteriak saat kecoak kini sudah bertengger dilehernya, tanpa berlama-lama lagi segera menghempaskan ke arah lain.
"Kampret bikin kaget aja. Dikira apaan," keluhnya kembali fokus ke depan.
"Permisi, numpang masuk," ucap Rozak menelan salivanya, lagi-lagi merasa merinding sendiri.
Pemuda itu mengarahkan lampu senter ke arah samping kiri, di sana terdapat beberapa peninggalan perabot yang sudah bersarang laba-laba. Dia menyentuh salah satu barang di sana. "Ini masih bagus sayang banget kalo dibuang."
Rozak memasukkan ke dalam saku jaketnya, sebelum beralih melihat barang lainnya. Tidak ada yang menarik lagi, dia berjalan menuju belakang rumah. Lampu senter diarahkan pada sebuah gambar cukup besar di dinding, yang berisikan sebuah keluarga yang beranggotakan lima orang menggunakan baju elegan.
"Kelihatannya orang kaya, rumah ini cukup besar juga soalnya. Kenapa ditinggalin begitu aja, ya?"
Kepala laki-laki itu kini dipenuhi dengan tanda tanya besar, sambil melihat dengan saksama wajah dalam gambar di hadapannya secara bergantian. Suara benda jatuh membuatnya kaget setengah mati, perlahan mengarahkan senter menuju sumber kebisingan tadi.
"Ya ampun cuman tikus, doang."
Pandangan mata Rozak serta lampu senter di tangan kanannya tidak sengaja menangkap sebuah tangga menuju lantai dua, entah kenapa merasa semakin tertantang ingin menuju atas. Dia memberanikan diri melangkah satu per satu setiap anak tangga dengan bantuan penglihatan dari senter.
"Panjang juga tangganya," gerutunya merasa pegal dibagian kedua kakinya.
Setelah sampai di atas, hanya ada dua kamar yang tertutup. Lagi dan lagi rasa penasaran sudah menutupi rasa takutnya, beberapa detik menimbang-nimbang sampai akhirnya mulai memutuskan untuk membuka salah satu pintu, mungkin tidak ada salahnya.
Kini tangannya sudah berada tepat digagang pintu, bersiap akan membukanya. Jantung Rozak sudah berdetak tidak karuan, sampai dengan perlahan mulai bergerak membuka pelan sekali, nyaris tidak ada bunyi.
Tangan yang satunya lagi memegang senter menjadi kaku, mendapati sosok hitam memiliki tanduk dengan tubuh cukup besar menyerupai iblis berada di atas dinding pojok kamar tersebut, bukan hanya ada satu, tetapi terdapat tiga sekaligus dalam posisi berbeda.
"Aaa!" teriaknya langsung tersadar dari rasa syok yang hanya diam sedari tadi.
Rozak berlari menuju pintu kamar di sebelah dengan gerakan cepat. Dia menutup rapat, seraya menyandarkan punggung di pintu. Namun, beberapa detik setelahnya, baru menyadari sikap cerobohnya bukan pergi ke bawah atau luar, malah bersembunyi di sini.
Beberapa menit kemudian pemuda itu masih sibuk menenangkan diri, bersamaan dengan debaran jantung yang terus berpacu cepat. Kali ini berpikir jika makhluk halus tadi tidak mengejarnya.
Entah kenapa, hatinya kini ingin lampu senter di tangannya menyorot ke arah sebuah lemari berukuran besar di depannya. Sebelum beranjak untuk pergi ke sana, dia menyeka keringat bercucuran di keningnya.
Benda itu terlihat menawan ketika disentuh, karena terbuat dari kayu jati. Perlahan, tetapi pasti tangannya membuka pintu lemari tersebut.
"Nggak dikunci rupanya," ujarnya setelah berhasil dengan aksinya, walaupun sedikit kesulitan.
Di sana terdapat beberapa baju usang yang sudah berantakan, tentu saja termakan usia. Wajah pemuda yang memakai celana levis langsung kegirangan, setelah lelah mencari, akhirnya menemukan satu kotak berisi perhiasan. Emas misteri itu masih menjadi tanda tanya besar dibenaknya. Apa milik yang ada di dalam gambar dipajangan dinding tadi?
"Wah, banyak banget. Eh, dosa nggak ya ngambil gini?" Rozak bertanya pada dirinya sendiri, hatinya mendadak tersadar akan perbuatan tidak baik yang sedang dilakukan sekarang ini.
"Tapikan rumahnya juga udah kosong. Izin minta emasnya ya, Bu, Pak," lanjutnya lagi, sebelum memasukkan semua barang berharga itu ke dalam saku celana dan jaketnya, tanpa kotaknya, lantaran kebesaran tidak muat.
Setelah selesai, Rozak yang sudah menyadari sejak tadi ada yang memperhatikan menjadi semakin gelisah. Dia sebenarnya hanya pura-pura tidak sadar saja, agar hantu itu pergi dengan sendirinya, entah makhluk astral yang tadi atau berbeda.
Tidak ingin ambil pusing, pemuda itu mengarahkan lampu senter ke arah belakang. Benar saja, di sana sudah ada kuntilanak yang sedang bermain di atas kasur.
Rasa terkejutnya tidak sampai di situ, bahkan ada juga sosok gondorowo hitam menyeramkan berada di pinggir tempat tidur sedang melihatnya dari tadi. Wajah Rozak sudah pucat pasi, mendadak kakinya tidak bisa digerakkan, barang hanya sedetik saja.
Tiba-tiba, kuntilanak itu malah menoleh, lalu terbang secepat kilat menuju ke arahnya, sampai membuat senter di tangannya sudah menjadi jatuh ke lantai akibat panik.
"Aaa ... sakit! Tolong!" teriaknya dengan suara tercekat, lehernya sudah dicekik.
Rozak bisa melihat dengan jelas wajah mengerikan yang sudah berlumur darah tepat berada di depannya, serta merasakan indra penciuman menangkap bau busuk yang begitu menyengat membuatnya ingin muntah. Dia cukup sadar jika sedang berhadapan dengan makhluk halus, sehingga berusaha membaca doa dengan susah payah.
"Maaf, saya minta emasnya karna buat biaya keluarga," ucapnya lagi setelah selesai membaca doa, dengan suara hampir hilang.
Perlahan cengkeraman di lehernya melonggar, membuatnya bisa bernapas lega. Dia sekarang mencoba berkomunikasi dengan makhluk gaib, yang memberi tahu jika sebenarnya kuntilanak itu merupakan wanita pemilik rumah, sekaligus emas yang sedang bersama Rozak milik makhluk tersebut.
Penyebabnya tidak lain karena sudah terbunuh oleh saingan bisnis suaminya, sedangkan anggota keluarga yang lain entah di mana keberadaannya. Tidak ingin berpikir terlalu banyak tentang kejadian itu, dia berterima kasih sudah dibolehkan mengambil emas itu, kemudian membacakan al-fatihah untuk satu keluarga tersebut agar kembali ke alam semestinya.
Beberapa saat setelahnya, Rozak terjatuh ke lantai begitu saja. Kini tidak merasakan sakit dilehernya lagi, yang tersisa hanya rasa ngilu. Dia masih belum bisa mencerna semua kejadian yang begitu cepat menimpanya.
Tidak ingin semakin larut akan pikiran bercabangnya, lebih baik laki-laki itu segera pergi terlebih dahulu. Kedua tangannya kembali meraba-raba bagian bawah, agar bisa menemukan senter yang sempat terjatuh tadi. Setelah menemukannya, dia langsung kabur dengan tergesa-gesa turun dari anak tangga.
"Tadi arahnya ke mana, ya?" tanyanya linglung sudah berputar tidak menemukan titik terang, hingga bulu kuduknya dibuat merinding ketika mendapat bisikan yang memberi arah keluar dari sana.
"Terima kasih."
Setelah mengucapkan kata itu, Rozak berjalan mengikuti instruksi tadi dan akhirnya menemukan pintu depan rumah yang masih terbuka seperti awal masuk. Setelah berada di luar, dia bisa menghirup udara malam yang dingin menusuk, sambil kakinya terus melangkah menuju kendaraan yang diletakkan dekat persimpangan jalan.
Dia akan menceritakan kisah emas misteri yang sudah terpecahkan ini, lengkap dengan semua kejadian tersebut kepada teman-temannya, sekalipun mereka tidak percaya.
Tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Berbagai Rasa
Short StoryCerpen dalam KBBI yaitu cerita pendek yang kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).