The Hawthorn, the Mistletoe, and the Evil Within

198 30 24
                                    

Pohon hawthorn tua di taman di seberang Gereja St Mary, Edinburgh, berpendapat bahwa dunia telah berubah menjadi lebih baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pohon hawthorn tua di taman di seberang Gereja St Mary, Edinburgh, berpendapat bahwa dunia telah berubah menjadi lebih baik.

Dalam selubung udara bersalju yang membuat daun-daunnya meranggas, dahan-dahannya mengering dan menggigil, semua orang yang berlalu-lalang tetap memiliki senyum pada wajah. Jalanan tidak hanya berwarna putih menjemukan, tetapi juga memantulkan warna merah, biru, hijau, dan emas dari lampu hias yang bertengger di pepohonan. Nyanyian merdu nan syahdu mengalun dari gereja; itu pasti paduan suara yang sedang berlatih untuk Hari Natal.

Gereja St Mary itu sendiri selalu tampak "bercahaya". Seolah ia memiliki sumber cahayanya sendiri, sehingga menimbulkan kesan cerah dan hangat, bahkan dalam musim bersalju seperti ini. Gedungnya disusun dari batu, atap-atap menaranya yang berujung tajam menusuk langit. Menjelang hari Natal seperti ini, pohon-pohon di pekarangannya dihiasi lampu keemasan yang berkelip-kelip.

Orang-orang dari gereja itu menyebut diri mereka "anak-anak terang". Orang-orang yang menanggung misi untuk memberitakan "terang" kasih dan sukacita dari sang Terang sejati bagi dunia.

Misi itu pasti berhasil. Si pohon hawthorn adalah salah satu saksinya. Era kegelapan sudah berakhir. Tidak ada pertengkaran atau kekerasan; semua orang bersukacita dan hidup dalam damai.

Dan, yang pasti, sudah tidak ada lagi eksekusi ratusan wanita dengan dibakar hidup-hidup.

Si pohon hawthorn bahkan tidak pernah tahu ada kejadian semacam itu. Ia baru mendengar soal itu ketika beberapa bulan yang lalu, seekor burung membuang kotoran di salah satu dahannya, dan dari sana tumbuhlah sebuah tanaman parasit yang senantiasa hijau, berbuah beri putih, dan memperkenalkan dirinya sebagai mistletoe.

Si mistletoe mengeklaim bahwa dulunya ia adalah salah seorang penyihir yang menjadi korban. Samarannya tidak sengaja terbongkar, dan hanya karena itu, ia harus dieksekusi bersama ratusan wanita tak bersalah lainnya. Ia tidak sempat mencari cara untuk tetap abadi dengan tubuh manusianya, tetapi ia berhasil mempertahankan jiwanya dengan menjelma menjadi tanaman semacam itu.

Dengan jelmaan seperti itu, si mistletoe praktis telah berkeliling Eropa melalui perut burung yang memakannya dan menyebarkan benihnya lewat kotoran mereka. Jadi, singkatnya, si mistletoe ada di mana-mana, melihat segalanya, dan mendengar semuanya.

Meskipun itu terdengar seperti bualan, dan si mistletoe itu benar-benar menyedot kebutuhan nutrisinya tanpa malu melalui akar-akarnya yang menancap dalam, si pohon hawthorn tidak benar-benar keberatan. Ia selalu suka dengan perubahan, laksana angin segar yang memberi rasa dalam hidupnya yang panjang dan datar.

Mistletoe akan menjadi teman baru yang menyenangkan—sama menyenangkannya seperti bangku taman di bawah naungannya, sebongkah batu berukuran satu kepala balita di kaki batangnya, dan burung-burung robin berdada merah yang sering mampir ke dahannya.

Suara tawa berderai dari halaman gereja. Kelompok paduan suara itu pasti baru selesai latihan. Rombongan orang-orang bermantel tebal keluar dari gedung gereja, sibuk berangkulan dan bercengkerama.

The Hawthorn, the Mistletoe, and the Evil WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang