06

56 5 0
                                    





Tjitji tidak kenal takut, Papi nya seorang berprawakan yang tegas dan toke kejam kepada lawan-lawan usahanya. Dia selalu diberi doktrin oleh Papi juga Asuk Ahao dan Kokoh Budi nya untuk tidak terlihat lemah kala dihadapkan dengan musuh-musuh. Dia menarik nafas panjang, mengatur siasat. Yang menjadi kendala saat ini, pakaian dia sangat tidak menguntungkannya. Long dress menjuntai belum lagi rambutnya tergerai bebas.

Para pemuda itu menjegal tangan Tjitji yang mulai memberontak karena kelakuan mereka yang sudah melecehkan Tjitji dengan kalimat-kalimat tidak senonoh yang sangat memuakkan. Tjitji pun menginjak keras kaki pemuda yang ingin mendekapnya, terlihat sipemuda itu meraung kesakitan karena terkena injakan dari sol sepatu pantofel Tjitji yang tajam.

Tapi itu makin membuat mereka beringas. Nafsu setan mulai menguasai diri para pemuda itu. Mereka mulai kesetanan, dan ada satu pemuda berwajah turunan belanda, merobek secara paksa lengan long dress Tjitji. Tjitji terkesiap kaget. Serasa copot jantungnya. Dirinya mulai berteriak meminta pertolongan, namun mereka dengan cepat membungkam mulut Tjitji. .

Dihempaskannya Tjitji ketanah kering dan keras, mereka mulai kesetanan. Tjitji menangis meraung raung, tapi apalah daya, suaranya teredam karena tempat ini sangat sunyi dan jauh dari permukiman rakyat. Mereka mulai tertawa terbahak-bahak melihat Tjitji ketakutan. Mereka menganggap telah mendapatkan mangsa yang segar bagaikan anak kambing dihadapan sekumpulan singa yang lapar.

Baru saja para pemuda itu ingin membuka paksa pakaian Tjitji, namun dikagetkan dengan suara petasan besar berasal dari belakang mereka. Kaget lah para pemuda itu dan terlihat lari kalang kabut, kocar kacir meninggalkan tempat tersebut.

Mungkin dikiranya petasan itu berasal dari senjata tentara rakyat. Tjitji yang masih ketakutan tambah merasa takut oleh pemuda didepannya ini. Bagi dia, ini sepertinya bukanlah akhir dari penderitaannya. Tjitji tetap berteriak minta tolong dan menutup matanya. Sangat sedih dan memilukan.

"Hei tenang, tenang. Saya tidak akan melukai kamu. Saya bukan bagian dari mereka. Tenang. Tolong tenang dulu. Tjitji, nama kamu kan. Hei lihat saya, ini saya Hilmar, yang kamu temui di binatu Babah Ong. Tolong tenang. Hei. Lihat saya dulu. Saya mohon, tenang."

"Tolong. Tolong. Jangan apa-apakan aku. Aku mohon pergi, pergi. Jangan perkosa aku. Papi. Papi. Kokoh. Asuk. Tolong Tjitji. Tolong Tjitji. Papi. Papi. Ampun. Ampun. Kalian pergi. Pergi. Aku mohon pergi."

Hilmar yang melihat Tjitji sangat ketakutan itu langsung memeluk erat Tjitji dalam dekapannya. Namun Tjitji masih memberontak dalam dekapan dirinya. Tangisan Tjitji masih terdengar kencang. Raungannya pun masih membahana. Namun Hilmar tidak melepaskan pelukannya. Hilmar tetap memeluk dan memberikan kata-kata penenang ditelinga Tjitji.

Ada sekitar beberapa menit, tangisan Tjitji mulai mereda, namun masih sedikit memberontak. Hilmar pun melepas pelukannya dari Tjitji dan mengguncang keras bahu Tjitji, dengan harapan Tjitji segera sadar dari ketakutan dan paniknya.

"Hei Tji, sadar. Diam dulu Tji. Ini saya Hilmar. Para bejat itu sudah lari. Mereka tidak akan mengganggu kamu lagi. Jangan menangis. Stop. Saya mohon berhenti Tji. Lihat saya dulu."

Hati Hilmar pun dirundung pilu, melihat gadis muda dihadapannya itu hampir saja hilang keperawanan dipaksa menggauli para bejat. Dirinya sedih mengingat dia pun mempunyai seorang adik perempuan yang tingkahnya mirip Tjitji. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya seumpama adiknya diperlakukan yang sama dengan apa yang Tjitji hampir alami.

Tjitji pun mendongak dan melihat kearah Hilmar. Masih menangis. Matanya tertutup oleh air mata yang mengalir deras. Namun dirinya sudah tidak memberontak seperti tadi. Namun masih gemetar hebat.

Dilihatnya kearah wajah Hilmar, setelah dilihatnya baik-baik wajah tersebut, yang ada Tjitji makin menangis tersedu-sedu. Tjitji dalam hatinya bersyukur, meski lelaki yang dihadapannya ini pernah bersitegang dengannya namun entah kenapa malahan dirinya seperti terselamatkan dan bebas dari ancaman. Tjitji memeluk erat Hilmar seakan-akan takut ditinggalkan, tidak mau lagi bertemu dengan pemuda-pemuda brengsek itu.

"Tji, saya mohon tangisnya berhenti dulu. Ini sudah hampir malam. Kamu anak gadis. Kita pulang yah. Tuh lihat wajahmu sudah bermandikan air mata. Riasan mu sudah luruh kena tangisan. Baju kamu juga kotor. Kamu aman sama saya sekarang. Maaf saya telat kesini, saya hampir kehilangan jejak kamu. Untung kamu berteriak, dan ada petasan yang saya beli".

"Sssttt jangan takut. Mereka g akan berani lagi gangguin kamu. Saya jamin. Kita pergi dari sini yuk. Kamu bisa berdiri Tji?"

"Iya bisa. Tapi tunggu dulu. Aku hapus air mata dulu. Hiks. Nasib sial. Jadi terhapuskan riasan wajahku. Capek-capek berdandan malahan kaya begini hasilnya. Babik hutan itu pemuda-pemuda bejat."

"Iya, iya. Sebentar menggerutunya. Jangan lama-lama, g baik kita berada disini, berduaan ditengah hutan bambu. Digrebek warga, nanti kita ditangkap oleh tentara waduh matilah riwayat kita Tji."

"Oke bung. Ini aku dah mau berdiri. Eh nama kamu siapa. Aku belum mengenal kamu. Cuma wajahmu yang ku ingat. Akhh.. kayanya kaki ku keseleo deh. Sakit sekali dipakai berdiri."

"Tenang. Nama saya Hilmar. Saya lihat dulu kakinya. Wah iya, bengkak ini. Kamu g masalah bila saya gendong? Daripada kamu paksa jalan yang ada nanti tambah bengkak"

"Apa tidak merepotkan. Aku lumayan berat."

"Tidak masalah, aku cukup kuat. Kamu bisa berdiri sebentar? Kalau tidak mampu, saya gendong dari depan saja. Bagaimana?"

"Aku coba dulu. Ugh. Sakit Hilmar. Pergelangan kaki ku, sakit sekali. Seperti disayat pisau, hiks, Mami, sakit, hiks"

"Sudah jangan menangis lagi. Aku permisi gendong kamu yah. Maaf Tji". Digendonglah Tjitji ala bridal, karena kata Tjitji dia tidak bisa digendong belakang.

"Uwaaaaa. Terima kasih Hilmar. Entah kalau tidak ada kamu, aku bakalan jadi santapan para pemuda bejat".

"Itu namanya kamu masih dalam perlindungan Tuhan. Ahh, itu ada rumah rakyat. Kita bernaung dulu, nanti habis itu saya carikan becak. Atau kamu kesini dengan siapa. Tidak biasanya gadis muda seperti kamu bepergi sendirian?"

"Sebenarnya tadi, Mami ngasih pekerja buat temani aku, tapi aku g mau. Aku pikir aku sudah besar, toh ini pesta rakyat tidak sampai malam. Jadi aku tolak. Tau gini aku g bakalan nolak."

"Kamu memang tengil. Sudah tau, akan banyak pemuda yang pasti diantara mereka ada beberapa tidak baik niatnya. Lain kali kemanapun kamu pergi minta ditemani lah."

"Iya, nanti aku minta ditemani ama Mba' Ninik aja."

"Nah kita sampai. Aku turunkan kamu yah. Duduk disini sebentar. Aku ketok pintu dulu."

Setelah mendapatkan izin dari pemilik rumah, Hilmar membantu Tjitji mengelap kaki Tjitji yang mulai membengkak, dan juga dibeberapa tangan Tjitji yang terkena kotoran tanah. Tjitji pun mengelap dan membersihkan noda-noda kotoran yang ada di long dressnya. Untung robekan dilengan bajunya tidak terlalu besar jadi Tjitji berencana untuk menyuruh Mba' Ninik ke modiste langgananya. Untung juga yang punya rumah pintar untuk mengurut kaki yang keseleo, sekali pijat kaki Tjitji sekarang agak baikan.

Tidak habis-habisnya Tjitji mengucap syukur kepada Dewi, diberikan pertolongan lewat Hilmar. Seandainya Hilmar tidak ada, mungkin Tjitji hanya tinggal nama saja.





🦋🐺

After LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang