PROLOG

11 3 0
                                    

PROLOG

Rintik hujan masih turun membasahi jalanan kota Bogor pada sore ini, sementara langit masih tertutup awan gelap, kabut masih menyelimuti setiap sudut tempat di daerah dengan sebutan kota hujan itu. Termasuk sebuah bangunan ikonik yang menjadi ciri khas yaitu tugu kujang, hanya terlihat tipis dari Netra penglihatan.

Sebuah angkot masih terjebak macet saat keluar dari jalan raya Juanda, mengarah ke tugu kujang. Disana ada Zafran, seorang anak yang masih duduk di kelas enam sekolah dasar. Jarak yang jauh tidak mengurangi semangatnya untuk meraih ilmu. Karena ia sempat mendapat pandangan miring dengan dalih siswa seumuran dirinya harus belajar agar nantinya bisa jadi anak pintar. Padahal, orang yang berbicara tadi adalah seseorang yang bisa dibilang egois dan tidak peduli pada orang lain. Padahal, dia bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar.

Masih terlintas di benaknya, pesan dari mendiang mamanya  yang sudah pergi lebih dulu sejak ia masih bayi. Soal bagaimana jadi orang baik, namun dengan Batasan yang tidak berlawanan dengan ajaran yang ada. Ia hanya menerima saran dan mengolahnya terlebih dahulu, lalu setelahnya ia menjalani apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya.

“Wiuuuu!!!”

“Treenggg!!”

Sebuah ambulan terjebak macet tepat di belakang angkot yang ia tumpangi, tanpa pikir Panjang ia mengeluarkan uang lima ribuan lalu membayar ongkos angkot tersebut. Dan turun untuk mengawal ambulan yang sangat harus membawa pasien kode merah ke rumah sakit tujuan.

“OM! KESINI! IKUTI AKU!” Teriak Zafran yang mengangkat kedua tangannya sambil berlari mundur.

Perlahan, kendaraan di depan menepi untuk memberikan jalur ke ambulan itu. Sementara Zafran berlari menyusuri jalan pajajaran hingga jalan Otista dengan bergerak untuk membukakan jalur untuk ambulan itu.

“PERMISI, IBU BAPAK,OM, TANTE, menepi sejenak ya. Kasih kesempatan ambulan untuk melintas.” Ucap Zafran.

Hujan Kembali turun dengan derasnya, dengan keadaan basah kuyup ia terus membantu ambulan itu seorang diri. Dan setelah beberapa lama, ia akhirnya bisa mengawal ambulan itu sampai ke rumah sakit. Hingga pasien di dalamnya bisa ditangani segera oleh pihak medis. Dengan senyuman lega, ia melanjutkan pulang ke rumahnya yang berada di daerah Bogor Nirwana Residence itu.

*******

SDN 02 RAJAWALI KOTA BOGOR, beberapa tahun kemudian.

Saat acara pelepasan siswa dan siswi di sekolahnya, Zafran tidak mendapatkan penghargaan atas kebaikannya yang sudah mengawal ambulan beberapa waktu lalu. Namun, bisa membantu orang lain dengan segenap kemampuan yang ia miliki sudah cukup baginya. Kekecewaannya seketika meluruh saat banyak orangtua siswa yang senang dengan kebaikan yang sudah ia buat.

“Terimakasih ya, jangan pernah berhenti berbuat baik.” Ucap beberapa adik kelas beserta orangtuanya.

Zafran menjawab. “Sama sama..”

Setelah acara selesai, Zafran Kembali memilih menaiki angkot. Lalu ia pergi ke makam mamanya yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya.

Perjalanan yang ia tempuh yaitu satu jam, apalagi kemacetan di beberapa titik sentral membuat dirinya memutuskan untuk berjalan kaki. Setibanya di pusara bertuliskan Indriyani itu, ia meletakan semua buket dan hadiah pemberian dari orangtua siswa itu diatas nisan.

“Ma, ini ada titipan dari orangtua siswa lain. Meski sebenarnya, Afan ikhlas dalam melakukan kebaikan ini. Karena mama pernah bilang, kebaikan harus selalu tetap berjalan tanpa mengharapkan imbalan. Dengan Batasan yang tidak berlawanan dengan norma dan aturan yang ada. Mungkin, dengan car aini Afan bisa menunjukan bakti pada mama. Karena kasih sayang, tidak akan pernah berakhir sampai akhir waktu nanti.” Tutur Zafran.

Ia bangkit, memberikan hormat pada mamanya. Lalu pergi meninggalkan pemakaman itu, dan apakah misi kebaikan yang akan dilakukan oleh Zafran?

**********

Zafran & Zaphira | ©2024

Zafran & ZaphiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang